Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NAHAS nasib Rubiyanto.Master of business administration itu bukan cuma kehilangan jabatannya selaku direktur di perusahaan asuransi PT Bimantara Graha Insurance Broker, anak perusahaan Grup Bimantara milik Bambang Trihatmodjo, putra mantan presiden Soeharto. Pria berusia 48 tahun yang pernah mengikuti pendidikan Lemhannas itu juga kini diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia dituduh menggelapkan dana US$ 1,3 juta atau sekitar Rp 13 miliar.
Menurut dakwaan jaksa Nulis Sembiring, pada 6 Juni 1997, terdakwa Rubiyanto menerima kiriman uang US$ 1,38 juta dari Nicholson Leslie Aviation, perusahaan pertanggungan asuransi pesawat terbang di London, Inggris. Uang tersebut untuk pembayaran klaim asuransi tiga pesawat terbang milik PT Garuda Indonesia dan PT Merpati Nusantara Airlines.
Semula uang itu ditempatkan di rekening PT Bimantara Graha dalam bentuk deposito di Andromeda Bank. Tapi, baru dua bulan uang tersebut mengendap di rekening itu, Rubiyanto memindahkan dana sebesar US$ 850 ribu dari uang itu ke rekeningnya di Bank Nusa cabang Pondokindah, Jakarta. Sisa dana kemudian ditransfernya ke rekening yang sama pada 24 Oktober 1997. Ternyata uang itu tak pernah disetorkan Rubiyanto ke Bimantara Graha selaku broker asuransinya.
Sampai dua kali rapat umum pemegang saham di PT Bimantara Graha, Rubiyanto tak kunjung bisa mempertanggungjawabkan uang tersebut. Akhirnya, pada 23 Agustus 1999, Rubiyanto diberhentikan. Bersamaan dengan itu, ia diadukan ke polisi. "Saya sudah men-coba melakukan pendekatan personal karena saya mengenalnya lama sekali. Tapi ia tetap pasang badan dan tak mau menyelesaikan masalah itu," ujar Lucky Wahjoe, Direktur Utama PT Bimantara Graha.
Namun, proses perkara Rubiyanto hingga sampai ke pengadilan memakan waktu lama. Bahkan Rubiyanto, yang didampingi pengacara dari Yayasan Brata Bhakti Polda Metro Jaya, tak pernah ditahan. Lucky Wahjoe berharap terdakwa dihukum setimpal. Bagaimanapun, perbuatannya amat mengganggu keuangan PT Bimantara Graha. "Kalau perbuatannya tak dihukum berat, itu bisa berdampak buruk bagi kepercayaan masyarakat terhadap asuransi," kata Lucky Wahjoe.
Sementara itu, pengacara Rubiyanto, Sabungan Pandiangan, merasa yakin bahwa kliennya tak bersalah. Apalagi, selama proses persidangan, tak ada seorang pun saksi yang membuktikan terjadinya penggelapan. "Klien kami menyatakan uang itu bukan milik Bimantara, tapi kepunyaan Garuda dan Merpati. Uang itu juga sudah dibayarkan ke Garuda dan Merpati," kata Sabungan.
Ia menambahkan, pada proses asuransi itu, Bimantara Graha hanya berperan sebagai broker. Karena itu, Rubiyanto membuat rekening di bank lain agar mudah pencairannya. Perbuatan yang dilakukan Rubiyanto, kata Sabungan, sudah sesuai dengan kesepakatan antara Garuda serta Merpati dan Bimantara Graha. "Kalau bukan uang Bimantara, ya, jangan masuk ke rekening Bimantara," ujar Sabungan.
Menurut Sabungan, sampai kini pun tak ada klaim dari Garuda dan Merpati. Padahal waktu kejadiannya sudah cukup lama. Sebaliknya, menurut Lucky, apa yang diutarakan Sabungan bukan lantas berarti Garuda dan Merpati sudah menerima pembayaran asuransi dimaksud. "Kalau nanti Garuda dan Merpati mengklaim, berarti Bimantara Graha yang harus bertanggung jawab," ujar Lucky.
Kalau begitu, kenapa pihak Garuda dan Merpati tak dijadikan saksi?
Ahmad Taufik, Dwi Arjanto, Hendriko L. Wiremmer
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo