Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA pekan seusai penangkapan, John Refra masih terkulai di atas tempat tidur Rumah Sakit Kepolisian RI di Kramatjati, Jakarta Timur. Kaki kanannya dibalut perban. Dua pen platina menempel di tulang keringnya yang patah karena ditembus peluru. Menurut dokter, kondisi pria yang akrab dipanggil John Kei itu mulai stabil. Tapi ia harus tetap berada di kamar rawat inap itu, menunggu diperiksa penyidik.
Polisi menembak kaki kanan John saat pria 43 tahun itu ditangkap di Hotel C'One, Jakarta Timur. John dituduh membunuh Tan Harry Tantono alias Ayung, 51 tahun, bos PT Sanex Steel Indonesia. Ayung ditemukan tewas bersimbah darah di sofa kamar 2701 Swiss-Belhotel, Jakarta Pusat, pada 26 Januari lalu. "John diduga merencanakan pembunuhan itu," kata juru bicara Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Komisaris Besar Rikwanto.
Dua minggu sebelumnya, polisi sudah menahan Chandra, Ancola, dan Tuce. Mereka mengaku membunuh Ayung dengan alasan kesal lantaran Ayung tak kunjung membayar mereka Rp 600 juta. Duit itu upah menagih utang yang dijanjikan Ayung.
Sepekan kemudian, polisi menangkap Dani Des dan Kupra. Penyidik memiliki senjata pamungkas: rekaman CCTV di hotel. Rekaman itu menunjukkan John dan sekitar 15 orang lain masuk ke Swiss-Belhotel. Polisi sudah menetapkan enam anak buah John Kei ke daftar buron. Mereka adalah Kece, Muklis, Semi, Taufik Marbun, Yosep Wangga, dan Raymond. Dalam rekaman CCTV, mereka berada di antara gerombolan yang masuk ke kamar 2701.
Obrolan di kamar 2701 Swiss-Belhotel semula santai. Ayung, yang sendirian, berhadapan dengan belasan pria bertubuh kekar. Obrolan berubah jadi caci maki. Ayung, yang lebih banyak bicara dengan Chandra, mulai berkata-kata kasar. "Umpatan nama-nama binatang keluar dari mulut Ayung," kata Tofik Chandra, pengacara John.
Chandra naik pitam dan menghantam Ayung. Yang lain ikut memukul Ayung. Lalu Chandra mengambil sebilah pisau dari tangan Tuce, yang lantas ditusukkan ke Ayung. Tuce, kata Tofik, ganti menusuk Ayung. Ada 32 lubang bekas tusukan benda tajam di sekitar leher, pinggang, dan perut Ayung.
Kepada Tofik, Chandra mengaku khilaf karena tersinggung oleh caci maki Ayung. Setelah menganiaya Ayung, mereka pulang. Posisi John saat pembunuhan, kata Tofik, tidak berada di dalam kamar. John memang sempat bertemu dengan Ayung di kamar itu. "Mereka bertemu tak sampai satu menit," kata Tofik.
Polisi punya cerita lain. Pembunuhan Ayung itu direncanakan, bukan karena spontanitas. John diduga terlibat langsung dalam pembunuhan ini. Menurut Kepala Satuan Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya Komisaris Helmi Santika, kelima tersangka yang sudah ditahan menyebutkan John ada di dalam ruangan saat pembunuhan itu. Rekaman CCTV juga menunjukkan, pukul 21.28 pada 26 Januari lalu, John masuk ke kamar 2701. Ayung datang 15 menit kemudian. John baru keluar dari kamar pukul 22.32. "Hasil forensik menunjukkan waktu kematian Ayung berdekatan dengan waktu John berada di kamar itu," kata Helmi kepada Tempo.
Motif pembunuhan Ayung memang belum terkuak. Penyidik baru akan memeriksa John Kei setelah ia keluar dari rumah sakit. Chandra, Tuce, dan Ancola, yang semula mengatakan telah membunuh Ayung karena honor Rp 600 juta yang tak kunjung dibayarkan, menarik pengakuan mereka. "Pembunuhan itu bukan karena ada upah yang belum dibayar Ayung," katanya.
Alasan pembunuhan muncul dari orang-orang terdekat Ayung. Sumber Tempo yang selama tujuh tahun terakhir sangat dekat dengan Ayung mengatakan, John Kei membunuh Ayung karena pesanan seorang lawan Ayung. Pesaing bisnis Ayung, kata dia, gerah terhadap ambisi Ayung yang ingin menguasai berbagai proyek besar. "Salah satunya pembangunan jembatan Selat Sunda," kata sumber itu.
Mantan pengawal pribadi Ayung, Said Tetlageni alias Said Kei, angkat bicara setelah memberi kesaksian di Polda Metro Jaya. Ia mengatakan John Kei kecewa kepada Ayung karena memilih Said menjadi pengaÂwalnya. "John sakit hati kepada Ayung karena tetap mengangkat saya menjadi karyawannya," kata Said. Kakak Said, Daud T. Retob, menguatkan sangkaan ini. Daud mengatakan John sampai tiga kali mengancam Ayung karena tak kunjung memecat Said. "John bahkan sempat mengancam orang tua kami di Maluku," kata Daud kepada Tempo.
Tofik membantah semua tuduhan itu. John, kata dia, bukan seorang pembunuh. "Bukan tipe John menerima pekerjaan membunuh orang," katanya. Entah siapa yang benar, John masih terbaring di rumah sakit, belum diperiksa.
Mustafa Silalahi, Ananda Badudu, Elliza Hamzah, Syailendra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo