KASUS "bungkil ganja" yang diimpor Bulog dari RRC bisa jadi kasus paling aneh yang pernah dijumpai polisi. Pihak IPB, Bogor, juga US Department of Justice Drug Enforcement Administration, AS, yang diminta meneliti oleh Mabes Polri, memastikan bahwa biji-bijian yang terselip di antara bungkil kedelai itu positif biji ganja. Meski begitu, sejauh ini polisi belum menangkap - apalagi menahan - orang-orang yang dicurigai. "Kasus itu sudah dianggap selesai," ujar sumber TEMPO di Mabes Polri, pekan lalu. Lho? Ceritanya memang agak panjang. Akhir 1984 lalu, petugas memergoki sekitar satu ton biji-bijian - yang kemudian bisa dipastikan biji ganja - di antara 8 ribu karung lebih bungkil kedelai. Makanan ternak asal RRC itu diimpor Bulog dari Hong Kong, dan masuk ke Indonesia lewat pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Tiga bulan kemudian, Maret 1985, biji-bijian serupa dijumpai di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Seperti yang dipergoki di Jakarta, biji-bijian tersebut juga terselip dalam karung berisi bungkil kedelai, yang juga diimpor Bulog. Polda Jawa Timur, ketlka itu, menemukan lagi biji-bijian sejenis di antara biji bunga matahari yang diimpor PT Charoen Pokhand Indonesia Animal Feedmill Co. Ltd. Pekan lalu, menurut komandan Satserse Polda Jawa Timur, Letkol Slamet Wahyudi, pihaknya baru selesai rnelakukan pengayakan untuk "menjaring" biji ganja. "Kami jadi seperti orang sinting, karena harus memeriksa dan mengayak satu per satu isi karung yang berjumlah seratus ribu lebih," uiarnya. Penelitian oleh IPB, yang dilakukan sebuah tim yang terdiri dari Dr. Edy Guhardja, Prof. Dr. Syamsu'ud Sadjad, dan Dr. Anwar Nur, memakan waktu sekitar dua setengah bulan. Dari 100 gram bijian yang coba ditanam, ternyata hanya satu yang bisa tumbuh sampai setinggi 40 cm, dan menjadi tanaman lengkap terdiri dari batang, daun, dan bunga. Biji yang lain, karena sudah mulai rusak, tak bisa tumbuh, atau hanya tumbuh sampai kecambah dan kemudian mati. Sebatang tanaman yang bisa tumbuh itu, "Ternyata positif ganja, yang mampu hidup dan beradaptasi dengan lingkungan Indonesia," ujar rektor IPB, Prof. Dr. Andi Hakim Nasution, kepada TEMPO. Kesimpulan tersebut sejalan dengan hasil penelitian di AS - seperti sudah disebut di muka - yang menyatakan bahwa bijian itu dari jenis Cannabis sativa alias ganja. Setelah ada kepastian bahwa biji yang dicurigai adalah ganja, kata sumber TEMPO Mabes Polri lewat jasa Interpol belum lama ini mengontak Hong Kong. "Mereka bilang, yang dikirim biji yute, bukan biji ganja," kata sumber itu. Tapi, memang, di Hong Kong - menurut Letkol Nana Permana, kepala Diskrimtiksila Polda Jakarta - biji ganja tidak dianggap tabu. Di sana, seperti juga pernah dikatakan Menteri Koperasi dan Kabulog Bustanil Arifin, biji ganja biasa dicampurkan ke dalam makanan ternak. Atau, bisa juga dibuat ramuan obat sakit perut atau susah buang air besar, yang biasa disebut fumaren (baca: fumayin). Sebuah makalah yang dikirim US Department of Justice Drug Enforcement Administration, AS, juga menyebut tentang kegunaan biji ganja untuk campuran makanan ternak. Selain itu, biji tersebut bisa digunakan sebagai pupuk, atau dibuat sebagai bahan cat dan vernis. Dari referensi itu, kata sumber TEMPO di Mabes Polri, "Bisa diterima bahwa biji ganja yang berasal dari RRC adalah memang untuk campuran makanan ternak." Itu sebabnya, polisi tak melangkah lebih jauh dengan melakukan penangkapan atau penahanan terhadap mereka yang mungkin saja "main" dalam kasus bungkil ganja itu. Untuk langkah pengamanan, Polri hanya bisa nemberitahukan ke Hong Kong bahwa biji ganja termasuk yang dilarang dlmasukkan ke Indonesia. Dan biji-bijian yang sudah telanjur sampai kemari, "Akan digiling sampai halus dan diberikan kepada ternak," ujar sumber tadi. Penggilingan itu, sejak karung dikeluarkan dari gudang sampai kepada memberikannya kepada ternak, akan diawasi polisi. Langkah seperti itu tentu perlu. Sebab, seperti dikhawatirkan Prof. Andi Hakim Nasution, kalau sempat ada yang tercecer, tanaman ganja nantl bisa dijumpai di mana-mana. Dan akibatnya, kita semua tahu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini