PERISTIWA penculikan dan pembunuhan Jeremia Irwan Bharya alias Roy, 22, ternyata berbuntut menjadi perkara perceraian antara ibu kandung Almarhum, Nyonya Thea Kirana, dan ayah tirinya, Nur Usman. Senin pekan ini, kuasa Thea, O.C. Kaligis, mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Istimewa Jakarta dan gugatan maritaal - sita jaminan atas harta bersama - ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Peristiwa kematian Roy sendiri sampai kini masih tetap diliputi kabut teka-teki. Polisi memang telah menangkap para pelaku penculikan dan pembunuhan itu, termasuk yang diduga sebagai pelaku utama, Jhoni. Sebab Jhoni-lah orang yang mendampingi Nur Usman ketika mendatangi Nyonya Thea dan Irwan di Bank of America beberapa hari sebelum peristiwa. Konon, waktu itu terjadi cekcok mulut antara Nur dan Jhoni di satu pihak dan Thea bersama anaknya di pihak lain. Nyonya Thea, 38, merasa yakin bahwa Nur Usman yang menyuruh Jhoni membunuh Roy. "Kalau tidak merasa bersalah, kenapa dia tidak datang ketika Roy meninggal dan dikuburkan ?" ujar Thea. Selain itu, menurut bekas peragawati itu, antara Jhoni dan anaknya tidak ada masalah apa pun. Tapi penyidikan polisi, sampai saat ini, masih menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara Nur Usman dan pembunuhan Roy. Sebab itu pula, Nur tidak ditafian, sebagaimana tersangka lainnya. Thea pun tidak ingin gugatan cerainya disangkutpautkan dengan kematian Roy. "Rencana cerai itu sudah ada jauh-jauh hari sebelum peristiwa itu," ujar Thea. Bahkan awal tahun ini, Thea pernah mengajukan gugatan serupa ke pengadilan agama. Akan tetapi, seminggu kemudian, 27 Januari, gugatan itu dicabutnya. Alasannya, mereka sudah rujuk kembali. Nyonya Thea Kirana, bekas istri direktur Rumah Sakit Dharma Sakti, dr. Mikael Bharya, ayah Irwan, mengaku kenal Nur Usman pada 1976. Enam tahun kemudian ia menikah dengan bekas direktur Keuangan Luar Negeri Pertamina pada zaman Ibnu Sutowo itu. Tapi, kata Thea, kehidupan rumah tangganya ternyata tidak pernah rukun. Nur, 54, yang sebelumnya sudah punya istri, menurut Thea, sangat pencemburu. "Kalau saya berbicara dengan lelaki lain, misalnya, ia akan mengusut siapa lelaki itu, di mana kenal, dan sudah berapa kali ketemu," kata Thea, yang pernah menjadi dosen di ASMI. Keadaan rumah tangga yang cekcok terus-menerus itu pula yang dipakai Kaligis untuk menggugat perceraian. Kaligis meminta agar pengadilan menetapkan Nur Usman membayar biaya hidup R p 5 juta per bulan sampai Thea menikah kembali. Di samping gugatan cerai itu Kaligis juga menuntut agar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meletakkan sita jaminan atas harta-harta Nur Usman, yang dianggap Thea sebagai harta bersama: rumah, tanah, saham-saham di perusahaan-perusahaan di dalam negeri dan luar negeri (di Hong Kong, Singapura, Amerika, dan Panama). Beberapa rumah yang digugat Thea itu terletak di Tebet, Jalan Wahid Hasyim, Gondangdia Lama Pasar Minggu, Cibubur, Cinere, yang semuanya di Jakarta. Ada lagi puluhan hektar tanah di Puncak, Bogor, dan rumah di Ujungpandang. Benarkah semua itu? Kuasa Nur Usman Minang Warman, membantahnya. "Itu 'kan menurut Thea. Kadang-kadang istri itu memang kelebihan tahunya. Yang jelas, belum dibuktikan kebenarannya," kata Minang Warman. Tuntutan Thea agar harta-harta itu dibagi, menurut Minang, juga tidak kuat. "Meskipun, dalam Islam, janda itu punya hak untuk dapat bagian, ada juga ketentuan yang memungkinkan seorang istri tidak mendapat apa-apa dari harta suaminya," tutur Minang. Selain itu, kata pengacara itu adalah tidak masuk akal dalam perkainan yang hanya berusia dua tahun Thea menuntut harta bersama sebanyak itu. Siapa yang benar di antara kedua pihak itu pengadilan yang akan menentukannya. Yang pasti, Kaligis menemukan suatu hal yang mengejutkannya. Ternyata dari KUA Kecamatan Senen, tempat Thea dan Nur menikah, ia mendapat keterangan bahwa pasangan itu sudah bercerai di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, 11 Desember 1982, hanya 11 bulan setelah mereka menikah. Keputusan itu, menurut kepala KUA Senen, Asmawi Atmadja, baru dikeluarkan KUA Tebet, 8 Agustus 1983. "Ketika saya cek fakta itu kepada Nyonya Thea, ternyata dia tidak tahu-menahu. Sebab itu, saya simpulkan bahwa, surat talak itu palsu dan saya anggap tldak pernah ada. Bagalmana mungkin perceraian terjadi tanpa diketahui pihak istri," tambah Kaligis. Tambahan lagi kata Kaligis, soal talak itu tidak pernah disinggung-singgung Nur Usman ketika ia digugat cerai, Januari lalu. Minang Warman membenarkan, Nur Usman telah menjatuhkan talak, Desember 1982 itu. Tapi di pengadilan nanti akan dibuktikannya apakah talak itu sah atau tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini