Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Cerita Tentang Calypso - nya Abba

Kapal motor Calypso milik Abba, ditahan oleh petugas Bea Cukai dengan tuduhan sebagai barang impor yang diselundupkan. (krim)

13 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CALYPSO memang yang terbaik di Tanjung Pinang, Riau. Kapal motor milik Abba alias Abbah (56 tahun) itu pernah membawa rombongan KSAL Laksamana Walujo Sugito menginspeksi proyek pangkalan AL Natuna di Tanjung Uban. Tapi seminggu setelah acara pembesar dari Jakarta tersebutusai,Calypso kena perkara. Dia ditahan, atau "ditahan semena-mena" menurut kata Hanjoyo Putro SH, seorang ahli hukum di Tanjung Pinang, ole tugas Bea Cukai. Tuduhannya: Calypso, sebagai barang impor, telah masuk ke sini secara menyelundup. Tanpa dibayar bea-masuk atau pajak impor semestinya. Calypso diimpor dari mana, itulah soalnya. Pihak BC menagih bea masuk, pajak, pungutan impor lain dan denda koreksi sekitar Rp 10 juta dari kantong Abba untuk Calypso. Abba menolak. Karena, katanya, Calypso bukan barang impor seperti dituduhkan BC. "Ah, itu 'kan hanya ulah petugas BC saja," kata Abba kepada TEMPO. Sebenarnya, lanjutnya menjelaskan, kapal motor itu milik anaknya, Tjety. Tapi berhubung "ada pihak tertentu yang mau menekan dan memeras," katanya, Abba terpaksa turun tangan sendiri. Semua Beres Karena Abba tetap bersikeras tak mau melayani tagihan BC, urusan Calypso telah dipegang kejaksaan. "Perkara ya perkaralah," ujar Abba menantang. Abba memang bukan sembarangan di kawasan Kepulauan Riau sana. Dia pengusaha berbagai bidang: perkapalan, ekspor-impor, kontraktor sampai perhotelan. Siapa tak mengenal dia? Abba pernah duduk di kursi saksi dalam perkara korupsi di Subdolog Tanjung Pinang. Dia waktu itu ditanya ini dan itu oleh hakim sekitar keikut-sertaannya dalam mengganyang 300 ton beras yang raib dari gudang. Dalam pembicaraan umum soal kredit-kredit BRI yang bocor dari pintu belakang, nama Abba pun ada di sana. Demikian pula dalam pembicaraan kasus jual-beli kapal-kapal eks pengungsi Vietnam. Abba berhasil mengait salah satu kapal-tunda dan melegonya di Jambi. Keuntungannya dalam bisnis kapal eks pengungsi tersebut, menurut sumber TEMPO. sampai Puluhan juta rupiah. Kini soal Calypso. Abba geleng kepala. "Sebenarnya tak perlu diributkan," katanya. Dia merasa memiliki sejumlah dokumen untuk Calypso, yang dikeluarkan resmi oleh pejabat negara: pas tahunan yang dikeluarkan Syahbandar Tanjung Pinang, surat ukur dan sertifikat kesempurnaan. Semua telah beres sejak April tahun lalu. Dua mesin Calypso, Mercury masing-masing 200 PK, menurut Abba hanyalah barang bekas dari feri Yala Ekspres I yang dibelinya di dalam negeri dengan harga Rp 1 juta. Sedangkan badan kapal dengan perlengkapan mewah itu dibuktikan pemiliknya sebagai buatan dalam negeri. Ada surat keterangan tukang, Si Kim, yang membangun Calypso di pabrik lokal dengan biaya Rp 900 ribu. lah, bagaimana dapat dikatakan Calypso sebagai hasil selundupan? Begitu tauke Tanjung Pinang ini menantang BC. Pihak BC ternyata tak memandang sebelah mata pun dokumen yang disodorkan Abba -- walaupun semuanya dikeluarkan oleh sesama pejabat negara. "Di sini 'kan Tanjung Pinang -- apa sih yang tak dapat disulap?" kata seorang peabat di Kantor BC. Lihat saja. Dua dokumen yang dikeluarkan pada tanggal yang sama, 21 April 1978, ternyata menerangkan satu hal yang berbeda: sertifikat kesempurnaan menyatakan Calypso dijalankan dengan motor Mercury, sedangkan surat ukurnya menyebut merek Johnson. Padahal sertifikat semestinya dikeluarkan berdasarkan surat ukur. BC sendiri tak percaya kalau motor Mercury dari Calypso itu dibeli Abba dari bekas feri Yala Ekspres -- seperti kwitansi jual-beli yang disodorkan pemiliknya. Sebab, menurut pejabat BC, bagi feri Yala Ekspres I hanya pernah dijinkan memasukkan motor Johnson. Jadi bagaimana mungkin Yala Ekspres menjual motor Mercury? Apalagi Mercury pada Calypso menurut penelitian BC tidak tampak seperti barang bekas. Ketidakberesan dapat dibuktikan lagi oleh BC setelah meneliti badan kapal yang panjang 8,8 m, lebar 2,3 m dan isi 1,01 m3 itu. Jika Abba dengan keterangan dari galangan kapal Si Kim menyatakan Calypso dibuat di Tanjung Pinang itu juga, dapat dibuktikan lain. Coba, galangan kapal mana di situ yang dapat membuat badan kapal dari bahan fibreglass? Tak satu pun. Galangan milik Kam Lim-pun, satu-satunya galangan kapal yang mampu melapisi badan kapal dengan fibreglass, tak mungkin dapat membuat Calypso yang terbikin dari bahan sintetis sepenuhnya itu. Apalagi - galangan Si Kim diragukan iin industrinya. Dengan bukti-bukti ketidakberesan itu saja Kepala Inspeksi BC setempat, Martono Sukastowo, masih juga tak mampu 'menodong' segala macam bea-masuk, pajak impor dan denda koreksi dari Abba. Itulah sebabnya perkara tauke serta usaha ini diserahkan ke kejaksaan. Abba tidak takut. Sambil berkata "perkara ya perkaralah," dia meyerahkan urusannya kepada advokat Hanjoyo Putro SH. Di tangan pengacara ini urusan Abba jadi tidak sederhana -- tak hanya menunggu bagaimana kejaksaan dan pengadilan membereskannya kelak. Sebab pengacara tersebut mempersoalkan kesewenang-wenangan petugas BC menindak Aba dan Calypsonya. Pertama, menurut Hanjoyo, petugas BG telah main seret saja dari tambatannya di belakang rumah si pemilik. Mestinya, menurut ahli hukum ini, jika sesuatu barang -- katakanlah eks impor telah lolos dari daerah kewenangan BC, tentu hanya dapat diurus oleh polisi atau jaksa. Apalagi Calypso diseret begitu saja dari tambatannya oleh petugas BC 27 Nopember lalu tanpa sepotong surat perintah, apalagi berita acara penyitaan. Baru, 8 Desember berikutnya, petugas BC sempat menyerahkan Daftar Penahanan Barang-Barang Sementara kepada Tjety, anak Abba. Dalam surat penahanan yang ditandatangani oleh Pungut Suadi itu -- tanpa stempel dinas sebagaimana layaknya surat resmi -- disebutkan pula: penahanan hanya berdasarkan "perintah lisan Kasi P2 " (Kepala Seksi Pemberantasan Penyelundupan) saja. Hanjoyo tak dapat menerima cara kerja BC yang dianggapnya acak-acakan. Sebab tak jelas yang menahan Calypso itu "pribadi petugas BC atau instansinya?" Setidaknya, katanya, telah terjadi "perampasan" oleh petugas BC secara sewenang-wenang. "Main asal sergap saja." Apa kata pejabat BC? Seorang dari P2 menjawab enak: "Cara penahanan begitu 'kan sudah biasa di sini? Mau apa lagi? " Oo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus