Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Cinta palsu 91 juta rupiah

Lie nai hioeng, 39, mengadukan istrinya, lianti, 21, ke kepolisian. ia merasa ditipu. lian dianggap memanipulasi cintanya, sehingga lie kehilangan rp 91 juta.

2 Mei 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CINTA dan benci, kata orang, cuma sebatas rambut. Justru di batas itu sepasang pengantin baru di Purwakarta, Jawa Barat, kini sedang bertikai di pengadilan pidana. Si suami, Lie Nai Hioeng, 39 tahun, menuding istrinya, Lianti, 21 tahun, telah memanipulasi cintanya. Karena cinta ini Lie merasa telanjur berkalikali memberikan uang sampai jumlahnya Rp 91 juta. Alhasil, di saat-saat kaum wanita merayakan Hari Kartini, Lian malah meringkuk di penjara. Kini bahkan duduk di kursi pesakitan di Pengadilan Negeri Purwakarta. Lulusan SLTA berpenampilan lincah itu dijaring Jaksa Warman Suherman dengan pasal penipuan dan penggelapan. Alkisah, sekitar awal 1987 -- menurut dakwaan jaksa -- Lie, yang sehari-hari membantu usaha ayahnya sebagai pedagang emas besar, berkenalan dengan Lian. Waktu itu Lian masih duduk di bangku kelas I SLTA. Lie jatuh hati. Singkat cerita, Lie melamar Lian pada Juli 1987. Sebagai tanda tunangan, Lie membelikan Lian sepasang kalung emas berliontin seberat 26 gram. Begitu besarnya cinta Lie, pemberian demi pemberian berlanjut. Lian berkali-kali meminta uang, Lie selalu meluluskan permintaannya -- untuk sekolah, membeli video, pakaian tahun baru, dan wisata ke Yogyakarta. Bahkan setelah Lian lulus dari SLTA pada Agustus 1989 Lie menurunkan dana antara lain untuk mengikuti kursus keterampilan. Pernah juga orang tua Lian, Tan Tjie Min, meminjam uang Rp 32 juta kepada Lie. Kata Tjie Min, uang itu untuk tambahan modal usaha, membayar utang, dan memperbaiki rumah. Waktu itu, Maret 1991, Lie sempat meminta agar pinjaman itu dibuatkan akta notaris. "Tak usahlah pakai surat segala. Masakan tidak percaya pada calon mertua," ujar Tjie Min. Lie, yang agak pendiam dan menurut kerabatnya belum pernah pacaran, menurut saja. Tanggal 22 Desember 1991 dua sejoli menikah secara Budha. Perkawinan langsung didaftarkan ke kantor catatan sipil. Namun, Lian belum mau serumah dengan Lie. Alasannya, nanti saja sesudah pesta perkawinan, 28 Desember 1991. Tapi, seusai pesta, Lie tetap harus gigit jari. Lian belum mau disentuh. Soalnya, ia bilang, masih capek. Esoknya Lian malah minggat. Katanya, pamit pergi ke pasar namun setelah itu tak kunjung kembali. Ternyata Lian, menurut cerita Lie, tidak ke pasar. Wanita itu sebenarnya kabur ke Jakarta menemui pacarnya, Eddy, yang warga Singapura. Belakangan Lie mendengar Lian menginap empat hari di Hotel Orchid Palace, Jakarta, bersama pacarnya itu. Keruan saja, Lie murka. Dan uniknya, ia langsung menghitung kerugian. Ia setidaknya sudah 70 kali memberi uang kepada Lian sampai jumlahnya total Rp 91 juta lebih tanpa mendapat imbalan apaapa. Lie bahkan tak pernah merasakan malam pertama. Tanggal 21 Januari 1992, di hadapan pendeta Budha, Lie menceraikan Lian dan mengadukan bekas istrinya itu ke polisi. Tapi Lian tidak gampang disudutkan. Pengacara Lian, Sugito, menyatakan Lian tak bisa dituntut secara pidana. Menurut hukum perkawinan, ia masih istri sah Lie karena belum dicerai. Kecuali, jika sudah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan tetap tentang perceraian mereka. Lian, dalam upaya membela diri, membantah tudingan telah menggerogoti kocek Lie. "Uang bulanan yang saya terima itu gaji saya selama membantu pembukuan di toko emas orangtuanya," katanya. Dari segi "hukum cinta", Lian menolak anggapan cintanya palsu. Bukankah ia sampai mau menikah segala. Tapi pihak Lie merasa justru cinta palsu yang dirangkaikan dengan pernikahan itulah kunci siasat Lian. Tapi, terbukti atau tidak, "hukum cinta" tak bisa dibawa ke pengadilan. Jaksa Warman Suherman berpendapat, Lian bisa dipidana berdasarkan Pasal 367 KUHP dan sebuah contoh keputusan pengadilan Belanda pada 23 Maret 1931. Alasan yang diajukannya, Lie dan Lian pisah ranjang secara materiil kendati secara formal belum. Harta kekayaan mereka juga masih terpisah. Happy S., Taufik Abriansyah (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus