Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Crazy Rich Surabaya, Budi Said, mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Selatan atas penetapan sebagai tersangka, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan oleh Kejaksaan Agung dengan dugaan tindak pidana rekayasa jual beli emas PT Antam (Tbk). Pengacara Budi Said, Sudiman Sidabukke, mengklaim penetapan tersangka terhadap kliennya itu tidak sah karena tidak ada bukti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami menyatakan bahwa penetapan sebagai tersangka Saudara Budi Said, klien kami, tidak sah karena tidak memenuhi kualifikasi dan tidak ada bukti bahwa klien kami merugikan keuangan negara. Sebagai tersangka ditangkap dan ditahan karena menyatakan ada kerugian negara sebagaimana diatur Pasal 2, Pasal 3 UU Tipikor,” kata Sudiman saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 6 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudiman mengklaim kliennya tidak pernah merugikan negara seperti yang dituduhkan oleh Kejaksaan Agung. Dia menyebut Budi Said hanya meminta hak atas emas 1.136 kilogram. “Sementara kita tidak pernah merugikan negara, justru kita meminta hak kita diserahkan kepada kita, berupa emas 1136 kilogram. Atas dasar apa saudara meminta itu karena klien kami sudah menang sampai di putusan Mahkamah Agung,” kata dia.
Selain itu, Sudiman menyebut proses peradilan yang dijalani oleh Budi Said ironis karena permohonan eksekusi di Mahkamah Agung tidak dijalankan. Dia menyebut pihak Antam malah melaporkan kliennya ke Kejaksaan Agung.
“Kami sekarang sedang proses eksekusi kemenangan kami yang harus dipenuhi oleh Antam. Tapi begitu kami mengajukan eksekusi, ironisnya perkara ini, kemudian lapor kepada Jaksa Agung. Oleh Kejaksaaan Agung diperiksa sebagai saksi hari itu, tersangka hari itu, tangkap hari itu, tahan hari itu juga,” kata dia.
Kronologi Budi Said Jadi Tersangka
Pengusaha properti mewah asal yang juga dikenal sebagai salah satu crazy rich Surabaya, Budi Said (BS), ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung atas dugaan tindak pidana rekayasa jual beli emas PT Antam (Tbk). Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Kuntadi mengatakan penetapan tersangka itu berlaku mulai Kamis, 18 Januari 2024. “Selanjutnya kami tahan untuk kebutuhan penyidikan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejagung,” ucap Kuntadi pada Kamis, 18 Januari 2024.
Kasus perkara jual beli emas antara Budi Said dengan PT Aneka Tambang Tbk (Persero) atau Antam ini sudah bergulir sejak 2018 silam. Sengketa sudah disidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA). MA memerintahkan Antam untuk membayar ganti rugi kepada Budi Said sebesar 1,1 ton emas atau senilai Rp 1,1 triliun, menggunakan patokan harga emas terkini.
Menurut Kuntadi, tersangka diduga bersama empat orang rekannya, yang berinisial EA, AP, EK, dan FB, beberapa di antaranya adalah pegawai PT Antam, melakukan pemufakatan jahat untuk merekayasa transaksi jual beli emas Antam. Transaksi terjadi pada Maret - November 2018.
Bentuk rekayasa itu, kata Kuntadi, dengan menetapkan harga jual emas Antam di bawah harga yang telah ditetapkan oleh PT Antam. Dalihnya, seolah-olah ada diskon dari PT Antam. Padahal, ujar Kuntadi, pada saat itu PT Antam tak memberi diskon.
Guna menutupi transaksi itu, para pelaku menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan. Sehingga, PT Antam tak bisa mengontrol keluar logam mulia dan jumlah uang yang ditransaksikan. “Transaksi ini sengaja dilakukan secara offline, sehingga kontrol PT Antam terhadap keluar masuknya barang jadi hilang,” ujar dia.
Akibatnya, kata dia, ada selisih cukup besar antara jumlah uang yang diberikan Budi Said dan jumlah logam mulia yang diserahkan PT Antam. Untuk menutupi selisih ini, para pelaku selanjutnya membuat surat yang diduga palsu. Isi surat itu pada pokoknya menyatakan PT Antam masih kurang menyerahkan logam mulia ke Budi sebagai pembeli. “Akibatnya PT Antam mengalami kerugian senilai 1.136 Kg emas logam mulia atau setara Rp 1,1 triliun,” katanya melanjutkan.
Berdasarkan catatan Tempo, pada 2018 Budi melaporkan kekurangan penyerahan emas 1,1 ton itu ke kepolisian. Setahun proses peradilan berlangsung, pada 13 Januari 2021, gugatan Budi Said di PN Surabaya dengan nomor perkara 58/Pdt.G/PN Sby dimenangkan oleh Budi.
Dalam gugatan tersebut, Tergugat I (PT Antam Tbk) diminta untuk membayar ganti rugi kepada penggugat sebanyak 1,1 ton emas atau Rp 817 miliar dengan patokan harga emas pada waktu itu. Selain itu, Tergugat V (Eksi Anggraeni) selaku sales emas kepada Budi turut dimintai ganti rugi sebanyak Rp 92 miliar. Antam banding.
Kemudian, pada 19 Agustus 2021, dengan nomor perkara 371/PDT/2021 PT Sby, keputusan berbalik. Dalam keputusan ini, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya membatalkan putusan PN Surabaya, menolak gugatan Budi Said, dan memenangkan Antam. Tidak puas dengan hasil putusan pengadilan tinggi, Budi mengajukan kasasi. Hasilnya, Mahkamah Agung mengabulkan gugatan tersebut dan membatalkan putusan banding.
Selanjutnya Antam mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung atas putusan tersebut. MA menolak permohonan Antam pada 12 September 2023 lalu. MA memerintahkan Antam untuk membayar ganti rugi kepada Budi Said sebesar 1,1 ton emas atau senilai Rp 1,1 triliun dengan patokan harga emas terkini.