ADEGAN tengah malam itu sedang seru-serunya: peperangan antara
Bomantara dengan Antareja dalam lakon Wisadeakrama. Apalagi
dalang yang membawakannya, Minggu Sugiantoro, memang terkenal
cekatan. Hilanglah kantuk penonton yang sejak sore menghadiri
pesta perkawinan putri Sunardja, Polisi Desa Tetel, di
Purbalingga, Jawa Tengah.
Tapi apa boleh buat, peperangan pada jejer kedua tersebut
terpaksa dihentikan. Karena tiba-tiba Penatus Desa (penasihat
Kepala Desa), Nasrowi, membisikkan sesuatu ke telinga Ki Dalang.
Lakon terpaksa dilanjutkan Niyaga (penabuh gamelan) Sukroji.
Sementara Toro, masih berpakaian dalang, mengikuti polisi yang
menjemputnya menuju Kantor Kepolisian Pengadegan (Kosek 913.24).
Di kantor polisi, begitu menurut cerita si dalang Toro kemudian,
barulah jelas duduk soalnya mengapa ia tiba-tiba harus
menghentikan pertunjukannya. Ia dituduh mendalangi perampokan di
rumah Khalimah, istri ketiga Penatus Desa di Sidareja, awal
Februari lalu. Dalam peristiwa tersebut Khalimah memang terampok
uangnya, Rp 300 ribu, dan 50 gram emas. Sedangkan suaminya,
Penatus Wiryareja, luka-luka akibat duel dengan para perampok.
Tapi, apa buktinya Dalang Toro terlibat? Polisi mengatakan,
dalang itulah yang menyetir mobilnya, sebuah Colt, membawa
rombongan perampok beroperasi di rumah Khalimah. Saksinya ada
bernama Sihat, yang dipertemukan polisi kepada Toro malam itu
juga. Toro, merasa difitnah, kalap. Hampir saja ia menerkam
Sihat kalau polisi tak keburu mencegahnya.
Toro membantah semua tuduhan. Ia, katanya kemudian, mempunyai
cukup banyak saksi yang dapat menyatakan kegiatannya pada malam
peristiwa perampokan terjadi. Ia memang mempunyai dua Colt.
Sebuah dalam keadaan tak jalan. Yang satu lagi, ketika terjadi
perampokan, disewa seseorang bernama Djadi dan kembali pada
pukul 10 malam.
Untuk mengusut alibi tersebut polisi ternyata harus menahan
Toro. Dalang yang cukup beken di sekitar Purbalingga tersebut
ditahan sejak malam ia ditangkap, 5 Maret, meskipun surat
penahanannya baru dikeluarkan polisi lima hari kemudian.
Apa hasil pengusutan, hanya polisi yang tahu. Yang jelas,
setelah duapuluh hari ditahan, 25 Maret, Toro menerima surat
penglepasan dari tahanan yang ditandatangani atas nama Komandan
Kepolisian Purbalingga (Danres 913).
Namun, surat perintah pejabat kepolisian tersebut, ternyata
belum bisa melepaskan Toro dari sel. Petugas tak mengizinkannya
pulang. Alasannya? Polisi hanya mengatakan: ia masih harus
berurusan dengan Laksusda.
Tapi Toro mengaku tak pernah menerima surat perintah penahanan
dari Laksusda atau instansi lain. Juga tak pernah diperiksa
siapa pun -- kecuali sekali, 19 Maret, oleh polisi. Bahkan,
ketika dibebaskan dari tahanan, 3 April lalu, juga tanpa surat
keterangan baik dari polisi maupun Laksusda.
Lalu siapa yang menahannya dari 25 Maret hingga 3 April? Danres
Purbalingga, Letkol Muhadi, tetap mengatakan Toro adalah tahanan
Laksusda. Bahwa ia berada di sel polisi, katanya, karena Kodim
Purbalingga tak punya tempat penahanan. "Kejahatan" Toro,
sehingga perlu diurus militer, karena "merusak" barang milik
Penatus Wiryareja (sebelum rumahnya dirampok) -- begitu menurut
Danres Muhadi.
Terima Kasih
Namun, menurut salah seorang anak Toro, Sugito, Kodim angkat
tangan tak tahu-menahu perihal penahanan tersebut. Baik Komandan
Kodim maupun perwira bawahannya, ketika dimintai keterangan
Sugito, menyatakan Laksusda tak menahan Toro seperti yang
dikatakan polisi.
Toro sendiri juga mengatakan, tak mungkin mencelakai Wiryareja,
yang katanya sudah dianggapnya "seperti bapak saya sendiri --
gamelan milik saya juga berasal dari dia. " Bahkan, ketika
mendengar rumah Wiryareja kerampokan, katanya ia pernah
menawarkan tenaganya untuk membantu mencari penjahatnya. Pak
Camat, yang ditawarinya, ketika itu katanya hanya menjawab
"Terima kasih !"
Dalang Toro memenuhi janjinya. Ia ikut melacak perampok, setelah
dibebaskan dari tahanan. Seorang dari empat tersangka kini telah
tertangkap. Toro, 42 tahun, tak mau memperpanjang urusan
(misalnya, menuntut polisi yang menahannya tanpa bukti yang
cukup). Juga tak hendak mengusut adakah "perpanjangan" masa
penahanannya tempo hari benar-benar atas perintah Laksusda dan
sesuai dengan ketentuan hukum.
"Bisa keluar dari tahanan saja, sudah terima kasih," katanya
seperti pada umumnya tersangka yang bebas dari tahanan tanpa
melalui proses peradilan. Bagi Toro, yang mendalang sejak 25
tahun lalu, ketidakpercayaan para penggemarnya terhadap apa yang
dituduhkan kepadanya sudah merupakan penghargan. Ratusan
penggemarnya berbondong-bondong menjenguknya ke tempat tahanan
dengan membawa bermacam oleh-oleh. Sampai-sampai dalam sehari ia
pernah mengumpulkan 160 bungkus rokok dari penggemarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini