SEMUA benda yang digunakan untuk kejahatan, menurut hukum acara, bisa dirampas. Persoalan baru timbul bila ternyata benda itu milik orang lain yang tak bersalah sama sekali. Itulah yang kini menimpa pemilik dua mobil Suzuki Carry di Kotobaru, Sawahlunto Sijunjung, Sumatera Barat, H. Abdurrahman, 70 tahun, dan M. Rasyid, 41 tahun. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Muaro, yang diketuai Heru Mustafa, Selasa dua pekan lalu memutuskan bahwa kedua mobil itu dirampas untuk negara karena terbukti dipakai pencuri untuk mengangkut pupuk curian. Kesialan kedua pemilik mobil itu bermula Juni tahun lalu. Suwarman dan Yakub mencuri 600 kg pupuk milik Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Sumatera Barat di Abai Siat, dekat Kotobaru. Dengan menyewa mobil milik Rahman yang disetiri Sirajul, dan mobil Rasyid yang dikendarai Yusuf, mereka mengangkut pupuk tersebut. Mengaku tak tahu bahwa barang itu hasil curian, Rahman bersama Taufik, seorang pedagang lainnya, membeli pupuk tersebut. Dua pekan kemudian polisi menangkap komplotan Suwarman ini. Kedua mobil tadi pun ikut disita. Tapi di persidangan, Rasyid, Rahman, dan Taufik cuma tampil sebagai saksi. Apalagi kedua nama terakhir mengembalikan pupuk hasil curian itu kepada pemiliknya. Majelis Pengadilan Negeri Muaro, yang diketuai Zaharuddin Utama, menghukum kedua pencuri tadi masing-masing 5 tahun 6 bulan penjara. Sedangkan kedua sopir kendaraan tersebut kena 5 bulan penjara. Yang menjadi soal belakangan adalah keputusan hakim yang juga menyatakan kedua mobil itu dirampas untuk negara, karena terbukti digunakan mengangkut pupuk curian. Kedua mobil itu hampir saja dilelang -- karena para terhukum menerima vonis hakim -- kalau saja Rahman dan Rasyid tak mengajukan verzet (perlawanan). Di sidang verzet, majelis hakim yang diketuai Heru Mustafa ternyata kembali menguatkan vonis hakim sebelumnya. Sesuai keterangan saksi-saksi, Heru meyakini kedua pemilik mobil tersebut terbukti terlibat dalam kasus pencurian itu. Keputusan itu tentu saja mengundang protes kedua pemilik mobil. Sebab, dalam perkara pidana sebelumnya, Rahman, Rasyid, dan juga Taufik tak pernah dihadapkan sebagai terdakwa. Kedua mobil itu jelas bukan milik para terpidana yang diadili dalam kasus itu dan bukan pula hasil kejahatan. Sebab itu, pengacara Rahman dan Rasyid, Nasdion Amiruddin, selain banding atas putusan majelis Heru, juga mengajukan peninjauan kembali terhadap perkara pidananya ke Mahkamah Agung. Hakim Heru mengaku hanya menguatkan putusan sebelumnya. "Jadi, tanya saja hakim sebelumnya," kata Heru. Salah seorang hakim terdahulu, Efran Basuning, anggota majelis Zaharuddin, menjawab ringkas. "Barang bukti itu digunakan untuk kejahatan dan karenanya patut dirampas," katanya. Lalu, bagaimana sekiranya barang bukti tersebut adalah pesawat Garuda, milik BUMN, apa juga dirampas untuk negara? "Tak perlu berandai-andai. Jika ada kasusnya, bawa kemari, akan kami periksa," katanya. Sementara itu, Direktur LBH Padang, H. Abdul Kadir Usman, menilai putusan kedua majelis itu keliru. Ia bahkan khawatir bisa-bisa pengadilan berfungsi sebagai alat perampas milik orang lain. Lagi pula, yang jadi subyek hukum dalam kasus pidana itu bukan mobilnya. Seyogianya, Rahman dan Rasyid harus disidangkan dulu secara pidana. Jika terbukti ikut terlibat, barulah tepat mobil itu dirampas. "Aneh, mobilnya dirampas tapi status hukum pemiliknya belum jelas," katanya. Bersihar Lubis dan Fachrul Rasyid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini