BOS kelompok usaha Bakrie, Aburizal Bakrie alias Ical, lagi-lagi harus menghadapi guncangan bisnis. Gempuran krisis ekonomi yang menghantam perusahaannya belum kunjung reda, kini ada lagi kepusingan baru. Salah satu unit usahanya, yakni Apartemen Taman Rasuna Said, di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, diduga melakukan pencurian listrik.
Bagi Ical, pencurian listrik di apartemen yang dikelola anak perusahaannya, PT Rasuna Caturtama Corpora, itu tentu saja mencoreng citra bisnisnya. "Mereka yang terlibat kasus itu harus diusut tuntas dan dikenai sanksi," katanya berang.
Agaknya, kegusaran Ical tak berlebihan. Apalagi apartemen yang dibangun PT Bakrie Swasakti Utama, induk perusahaan PT Rasuna Caturtama, itu termasuk salah satu aset kelompok Bakrie yang berada dalam pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
Terdiri atas 15 menara dan 3.500 unit, apartemen itu dibangun dengan dana Rp 600 miliar dari kredit sindikasi 10 bank yang dikoordinasi Bank Dagang Negara. Dipasarkan sejak 1993, harganya antara Rp 126 juta dan Rp 196 juta per unit. Kini rumah susun itu dihuni 1.200 kepala keluarga.
Akibat kasus listrik tersebut, sudah hampir dua pekan ini apartemen itu hanya menggunakan aliran listrik dari tiga menara di situ. Sebenarnya, pengoperasian genset cuma untuk keadaan darurat, misalnya untuk menghidupkan lift dan alat pemadam kebakaran—dan ini bila aliran listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) padam. "Tapi, kalau gensetnya mati, dari mana aliran listrik untuk menghidupkan alat-alat vital tersebut?" begitulah keluhan yang terdengar di apartemen itu.
Krisis listrik yang melanda apartemen untuk golongan menengah ke atas itu berawal dari kecurigaan petugas PLN terhadap tagihan listriknya, Desember 1999. Waktu itu, tagihannya cuma Rp 200 juta, jauh berkurang dari tagihan biasanya, yakni Rp 290 juta. Karena itu, PLN segera menyelidikinya.
Ternyata, ditemukan contactor atau alat pengatur yang dipasang pada gardu listrik di situ. Alat itu berfungsi untuk meningkatkan daya listrik tanpa harus melewati meteran pencatat resmi PLN. Karena itu, si pemakai bisa mendapatkan aliran listrik tanpa batas, yang tentu saja tanpa terkena biaya.
Walhasil, pada 15 Februari 2000, PLN Cabang Gambir menyegel meteran listrik di apartemen milik Ical tersebut dan memutuskan aliran listriknya. Pimpinan PLN Cabang Gambir, melalui juru bicaranya, Riyo Supriyanto, menyatakan bahwa kasus itu bisa berlanjut ke penyidikan polisi bila ditemukan unsur pidana pencurian listrik.
Namun, menurut Manajer Komunikasi Grup Bakrie, Lalu Mara Satriawangsa, pemasangan alat pengatur penggunaan listrik itu tanpa sepengetahuan PT Rasuna Caturtama. Semula, ceritanya, pengelola apartemen, yang diwakili Manajer Umum PT Rasuna, Irawan Ronodipuro, menyewa alat mini kapasitor bank pada seseorang bernama Aulia. Sampai kini, Aulia yang disebutkan beralamat di Bintaro, Jakarta Selatan, itu tak jelas rimbanya.
Tapi perjanjian sewa-menyewa alat penghemat penggunaan listrik tertanggal 1 November 1999 itu, kata Lalu, tidak menggunakan surat resmi berkop PT Rasuna. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa keuntungan dari selisih penurunan tagihan listrik bulanan akan dibagi masing-masing 40 persen untuk Aulia dan 60 persen untuk pengelola apartemen.
Itu sebabnya Direktur PT Bakrie Swasakti Utama, Januar Mangintung, berharap PLN bisa segera mengalirkan kembali listrik di Apartemen Taman Rasuna. Apa daya, PLN hanya mau mengabulkan permohonan itu bila pihak apartemen membayar lebih dulu denda akibat penunggakan tagihan listrik sebesar Rp 4,2 miliar. "Pihak pengelola apartemen sudah meminta agar denda tersebut dikurangi, tapi PLN menolaknya," ujar sebuah sumber TEMPO.
Entah kapan aliran listrik akan kembali normal di Apartemen Taman Rasuna. Yang pasti, kasus manipulasi listrik memang acap dilakukan pengusaha. Contohnya yang terjadi di Pusat Perbelanjaan Pasaraya Blok M, pada 1991. Setelah memainkan segel meteran listrik, perusahaan itu hanya menanggung tagihan listrik setahun sebesar Rp 200 juta, separuh dari biaya yang seharusnya. Saat pencurian terbongkar, PLN langsung mengenakan denda Rp 1,103 miliar kepada perusahaan milik Abdul Latief itu.
Sayangnya, penegakan hukum terhadap kasus listrik ternyata tak konsisten. Di Pengadilan Negeri Tangerang, pada 1992, Direktur Utama PT Karya Tulada, Anton Rustandi, divonis hukuman tiga tahun penjara berdasarkan tuduhan korupsi. Namun, di Pengadilan Negeri Purwokerto, Direktur PT Dua Naga di Purbalingga, Yoso Sugiyarto, cuma diganjar hukuman 6 bulan penjara dengan tuduhan pencurian. Sedangkan Ical didenda Rp 4,2 miliar—jumlah yang lumayan besar, terutama bagi Grup Bakrie, yang bintangnya sedang suram.
Hendriko L. Wiremmer dan Ali Nur Yasin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini