Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Thaja Purnama alias Ahok menjalani pemeriksaan selama 11 jam sebagai saksi di Kejaksaan Agung. Ahok menjalani pemeriksaan dalam kasus korupsi Pertamina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Berdasarkan pantauan Tempo, penyidik memeriksa Ahok dari pukul 08.30 WIB hingga 18.25 WIB atau lebih kurang selama 11 jam. Usai pemeriksaan, Ahok menyatakan cukup kaget dengan temuan Kejaksaan Agung terkait kebijakan impor minyak mentah periode 2018-2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Saya juga terkaget-kaget dikasih tahu tentang pengusutan kasus ini, ada fraud apa, ada penyimpangan apa, transfer seperti apa, itu tadi dijelaskan,” ujar Ahok kepada wartawan.
Namun demikian, Ahok enggan menjelaskan informasi yang diisampaikan penyidik selama pemeriksaan. Dia mengatakan informasi detail menganai fraud dan modus korupsi tersebut adalah kewenangan penyidik. “Itu biar penyidik. Nanti saat persidangan juga akan dibuka,” kata dia.
Dalam pemeriksaan tersebut, Ahok memberikan sejumlah data mengenai catatan rapat Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) selama dia menjabat sebagai Komisaris Utama. Data dan catatan rapat tersebut, dia melanjutkan, diharapkan bisa menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk mendalaminya lebih lanjut di internal Pertamina.
“Saya itu sebagai Komisaris Utama hanya memonitoring dari RKAP, gitu lho. Nah itu kan untung rugi-untung rugi. Karena kan ini kan subholding-nya. Subholding kan saya nggak bisa sampai ke operasional. Untuk detailnya, data tersebut ada di perusahaan,” kata mantan Gubernur Jakarta ini.
Kejaksaan Agung tengah mengusut perkara dugaan kongkalikong antara Sub Holding Pertamina dengan pihak swasta dalam pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri. Kejagung sebelumnya menyatakan menemukan modus penggelembungan harga alias markup dalam kontrak pengangkutan alias shipping sebesar 13-15 persen.
Selain itu, Kejagung juga menyatakan Pertamina mendapatkan kualitas BBM yang lebih rendah. Pertamina membayar untuk BBM jenis RON 92, namun yang datang RON 90 dan RON 88. BBM dengan spesifikasi rendah ini kemudian dicampur alias blending.
Kejagung menyatakan menyebut total kerugian negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun. Penyidik telah menetapkan 9 tersangka, enam di antaranya adalah pejabat Sub Holding Pertamina dan tiga lainnya dari pihak swasta.
Mereka adalah Direktur Utama Pertamina Patra Niaga (PPN) Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin dan Direktur PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi. Kemudian Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya, VP trading operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne dan VP Feedstock Management PT KPI Agus Purwono.
Sementara tiga pihak swasta yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi Pertamina ini adalah Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joede.
Jihan Ristyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.