Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- UU BADAN HUKUM PENDIDIKAN
- UU PORNOGRAFI
- UU PERFILMAN
- UU PELAYANAN PUBLIK
- UU MAHKAMAH AGUNG
- UU KESEHATAN
- UU MPR, DPR, DAN DPD
Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan diprotes banyak kalangan, terutama untuk pasal 41 ayat 5, 7, dan 9, juga pasal 46 ayat 1 dan pasal 57 huruf b dan c, yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1, 2, dan 3, terkait dengan soal pembiayaan pendidikan yang dinilai masih harus menjadi tanggung jawab pemerintah. Terhadap beberapa kelemahan undang-undang ini, telah diajukan uji materi oleh Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia.
Undang-undang ini bermasalah terutama pada poin Menimbang dan Tujuan (pasal 3) yang alpa menyebutkan soal perlindungan korban pornografi khususnya anak-anak, bab I pasal 1 yang tidak memasukkan definisi pornografi anak, serta pasal 1 ayat 1 mengenai definisi pornografi yang kabur.
Undang-undang yang baru disahkan 8 September lalu ini juga menuai protes. Beberapa pasalnya dianggap bermasalah. Di antaranya pasal 6 yang mengatur isi yang boleh ditampilkan dalam film, pasal 13 yang membatasi film impor tak melebihi 50 persen, serta pasal 18 yang menyatakan pembuatan film harus mendaftar ke menteri.
Undang-undang ini diprotes karena, antara lain, ruang lingkupnya dinilai masih belum jelas, serta soal mekanisme dan standar pelayanan kesehatan yang tidak aspiratif.
Sejumlah isi undang-undang ini mendapat sorotan masyarakat. Antara lain perpanjangan usia pensiun hakim agung yang menjadi 70 tahun dan tentang kewenangan audit Badan Pemeriksa Keuangan yang hanya mencakup biaya kepaniteraan.
Undang-undang yang disahkan 14 September lalu ini, selain diprotes karena pengesahannya hanya dihadiri 16 persen dari 277 anggota Dewan, dianggap tidak berpihak pada orang miskin. Undang-undang ini juga mengalokasikan hanya lima persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk biaya pelayanan kesehatan. Kebijakan anggaran ini dinilai tidak akan memberikan pelayanan kesehatan yang layak.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah dinilai mengandung upaya degradasi kewenangan DPD. Ini antara lain tecermin dari isi pasal 14 ayat 1 yang berbunyi pimpinan MPR terdiri atas satu orang ketua yang berasal dari DPR dan empat orang wakil ketua, dua wakil ketua dari DPR dan dua wakil ketua dari DPD, yang ditetapkan dalam sidang paripurna MPR. Kata-kata “berasal dari DPR” ini diprotes lima anggota DPD yang kemudian mengajukan uji materi atas pasal tersebut.
Ramidi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo