Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah korban robot trading Net89 mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena tidak terima perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat pada Kamis, 20 Februari 2025 lalu. Ferry Lesmana, salah satu kuasa hukum korban, mengatakan permohonan praperadilan itu didaftarkan pada hari yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Korban gak terima ini di-P21-kan. Senin besok pemberkasan," kata Ferry kepada Tempo pada Jumat, 28 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan penelusuran di SIPP PN Jaksel, permohonan tersebut telah terdaftar dengan nomor 28/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL pada 20 Februari 2025. Dalam hal ini, korban melalui kuasa hukum menggugat dua pihak.
"Kepala Sub Direktorat II bidang Perbankan cq. Kepala Subdit II Dittipideksus Mabes Polri, Kejaksaan Agung Republik Indonesia cq. Jaksa Agung Muda Pidana Umum," demikian tertulis pihak tergugat dalam data umum perkara.
Sebelumnya, sebagian besar pihak pelapor serta terlapor sepakat menempuh jalan restorative justice dan telah menandatangani akta perdamaian atau Akta Van Dading. Oleh sebab itu, mereka tak setuju bila kasus masih dilanjutkan, lantaran dianggap makin memperlama pengembalian kerugian korban.
"Kami mau terima lho, win some lose some. Kami terima kondisinya, yang penting RJ. Korban sudah tiga tahun menunggu, seperti merasa tidak didengar," kata Hadi, salah satu korban robot trading Net89, kepada Tempo.
Setelah mengetahui perkara diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, para korban bersama kuasa hukumnya langsung rapat. Akhirnya, salah satu keputusan hasil rapat tersebut adalah menggugat praperadilan.
"Belum pernah ada lho, pelapor yang (mengajukan) praperadilan. Umumnya kan pihak tersangka atau terlapor, ini kami pelapor yang mem-praperadilan-kan P21, supaya jangan kebablasan," ujar Hadi.
Hadi juga memimpin salah satu paguyuban yang menaungi korban Net89. Paguyuban bernama Gerakan Maju Perjuangan Uang Rakyat (Gempur) Net89 itu, kata dia, menaungi sekitar 5.500 orang korban dengan taksiran kerugian Rp 500 miliar. Total korban diperkirakan sekitar 7 ribu orang.
Hadi menuturkan bahwa dari 15 laporan polisi (LP) terkait kasus investasi skema ponzi itu, 14 pihak pelapor setuju menempuh jalan RJ. Sementara itu, satu pihak pelapor dan satu pihak terlapor menolak opsi RJ. Meskipun demikian, mereka yang sepakat RJ tetap menandatangani Akta Van Dading.
Kesepakatan ini, kata Hadi, awalnya diharapkan bak angin segar bagi para korban, lantaran berharap uang mereka kembali sejak beberapa tahun lalu. Namun, pelimpahan kasus ke kejaksaan, kata Hadi, merobohkan harapan itu. Menurut dia, pengembalian kerugian korban semakin sulit digapai.
"Pada umumnya, para member pro dengan RJ ini, sangat senang dan merasa bahwa ini adalah solusi yang akan efektif daripada pengadilan, berkaca dari kasus robot trading DNA Pro," ujar dia.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah menetapkan 15 tersangka dalam kasus investasi bodong dengan perputaran uang sekitar Rp 7 triliun itu. Mereka adalah Andreas Andreyanto (AA), Lauw Swan Hie Samuel (LSH), Erwin Saeful Ibrahim (ESI), Deddy Iwan (DI), Ferdi Irwan (FI), Alwyn Aliwarga (AA), Reza Shahrani (RS), YW, AR, Michele Alexsandra (MA), BS, Theresia Lauren (TL), IR, MA, dan badan hukum PT SMI.
Alwyn dan Deddy ditahan di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat sejak 20 Februari 2025. Bersamaan dengan itu, barang bukti juga telah diserahkan ke kejaksaan.
Dittipideksus telah menyita sejumlah aset bernilai triliunan rupiah dalam kasus dugaan investasi bodong dengan perputaran uang sekitar Rp 7 triliun itu. Dirtipideksus Brigadir Jenderal Helfi Assegaf mengatakan, aset properti senilai Rp 1,5 triliun telah disita.
“Terdiri atas bangunan tidak bergerak maupun barang bergerak, yaitu kendaraan berupa mobil-mobil mewah,” kata Helfi dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Rabu, 22 Januari 2025 seperti dikutip Antara.
Aset properti itu, kata dia, berjumlah 26 unit yang terdiri atas hotel, vila, kantor, apartemen, ruko, dan rumah yang tersebar di beberapa kota Ada sejumlah rumah di Jakarta, Tangerang, Bogor, Bali, Pekanbaru, hingga Banjarmasin yang disita. Kemudian, ada 11 unit mobil mewah yang disita seperti BMW Seri 3, BMW Seri 5, Mazda CX5, Porsche, hingga Tesla.
Tak hanya aset, Dittipideksus Bareskrim Polri juga menyita uang tunai sekitar Rp 52,5 miliar. Uang tersebut sudah dipindahkan ke dalam rekening penampung Bareskrim Polri. Helfi menyatakan, penyidik masih terus menelusuri aset-aset milik para tersangka dalam kasus ini.