Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dugaan Korupsi di PT ASDP Indonesia Ferry: Antara Kerugian Negara dan Risiko Bisnis

Tiga anggota direksi PT ASDP Indonesia Ferry mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK.

5 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana sidang perdana gugatan praperadilan Direktur Utama PT ASDP Fery Indonesia Ira Puspadewi yang ditunda karena pihak dari KPK tidak hadir, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 2 September 2024. ANTARA/Hafidz Mubarak A

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Sidang praperadilan yang diajukan direksi PT ASDP ditunda karena KPK tidak hadir.

  • KPK berpegang pada potensi kerugian negara dalam proyek pengadaan kapal di PT ASDP.

  • Gugatan praperadilan tidak menghambat KPK untuk melanjutkan penyidikan.

PENGADILAN Negeri Jakarta Selatan pekan ini mengagendakan tiga sidang praperadilan yang diajukan tiga anggota direksi PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry. Namun sidang perdana itu terpaksa ditunda karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pihak tergugat tidak hadir dalam persidangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga anggota direksi PT ASDP yang mengajukan gugatan praperadilan itu adalah Direktur Utama Ira Puspadewi, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Harry Muhammad Adhi Caksono, serta Direktur Komersial dan Pelayanan Muhammad Yusuf Hadi. Ira mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 28 Agustus 2024, disusul oleh Harry sehari kemudian dan Yusuf Hadi sehari berikutnya.  

Gugatan praperadilan yang mereka ajukan itu sama-sama mempersoalkan penetapan tersangka oleh KPK dalam dugaan korupsi proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry pada 2019-2022. Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengatakan Biro Hukum belum menerima surat panggilan untuk sidang praperadilan Ira Puspadewi yang diagendakan pada 2 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara itu, untuk sidang praperadilan yang diajukan Harry dan Yusuf, kata Tessa, Biro Hukum belum bisa hadir karena masih mempersiapkan administrasi persidangan. “KPK akan menghadapi dan mengawal prosesnya melalui Biro Hukum sesuai dengan aturan,” kata Tessa. Dia menegaskan, praperadilan ini tidak menghambat penyidikan dugaan korupsi di PT ASDP yang berpotensi merugikan negara hingga Rp 1,27 triliun itu.

Kapal penyebrangan milik ASDP Indonesia Ferry bersandar di Dermaga Eksekutif Pelabuhan Bakauheni, Lampung, 7 Juli 2022. TEMPO/Subekti

Dugaan korupsi di PT ASDP Indonesia Ferry terjadi dalam proyek jual-beli kapal dengan PT Jembatan Nusantara pada 2019-2022. Adapun jual-beli kapal tersebut menjadi bagian dari akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP. Cakupannya adalah pembelian kapal bekas berusia tua dengan nilai utang hampir mencapai Rp 600 miliar. Dengan nilai Rp 1,27 triliun, ASDP menguasai 100 persen saham PT Jembatan Nusantara, yang mengelola 53 kapal.

Komisi antirasuah menilai pengadaan kapal di PT ASDP tidak sesuai dengan spesifikasi sehingga berpotensi merugikan keuangan negara. Atas dasar itu, KPK kemudian menetapkan empat tersangka, yaitu IP, MYH, HMAC, dan A. Tiga inisial pertama diyakini sebagai anggota direksi PT ASDP yang saat ini telah mengajukan gugatan praperadilan.

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya, mengatakan tersangka korupsi bisa dijerat menggunakan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi meski perbuatan mereka tidak memberi keuntungan pada diri sendiri. Unsur korupsi itu muncul karena perbuatan mereka menimbulkan kerugian keuangan negara. “Tapi ini harus dibuktikan sebagai bentuk keyakinan bahwa unsur Pasal 2 dan 3 sudah terpenuhi,” katanya, Rabu, 4 September 2024. Menurut Diky, ketika KPK menaikkan status perkara ke tahap penyidikan dan ada penetapan tersangka, seharusnya penyidik sudah mengantongi bukti-bukti kuat.   

Untuk perkara korupsi di lingkungan badan usaha milik negara (BUMN), kata Diky, ICW pada tahun lalu mengeluarkan kajian tentang prinsip business judgement rule. Kajian ini mencoba untuk menjelaskan bahwa tidak semua kerugian BUMN merupakan kerugian keuangan negara. Sebab, bisa jadi kerugian itu adalah bagian dari risiko bisnis. “Namun hal tersebut tidak serta-merta menghentikan langkah aparat penegak hukum untuk melanjutkan proses hukum bila ditemukan perbuatan tindak pidana korupsi,” ucap Diky.

Secara konsep, kata Diky, prinsip business judgement rule diatur dalam Pasal 97 ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Dalam aturan itu ditegaskan bahwa kepengurusan perusahaan yang terletak di tangan direksi harus berdasarkan iktikad baik dan penuh tanggung jawab. Prinsip ini diartikan sebagai jaminan hukum bagi jajaran direksi perusahaan, termasuk BUMN, untuk mengambil keputusan secara benar sekalipun pada akhirnya menimbulkan kerugian.

Dalam kajian tersebut, kata Diky, ICW menganalisis kasus yang menjerat Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Hotasi Nababan dan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan. Berdasarkan prinsip business judgement rule, dua orang tersebut melakukan perbuatan yang tidak memberi keuntungan pada diri sendiri, melainkan hanya menjalankan keputusan bisnis untuk kepentingan perusahaan.

Karen Agustiawan dalam kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) PT Pertamina periode 2011-2021 pada akhirnya divonis 9 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan. Dia didakwa merugikan negara US$ 113,84 juta atau setara dengan Rp 1,77 triliun. Dalam sidang vonis pada Juni lalu, Karen tak terbukti memperkaya diri sendiri. 

Karen Agustiawan mengikuti sidang pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 30 Mei 2024. TEMPO/Imam Sukamto

Sementara itu, Hotasi Nababan dijatuhi vonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta. Kerugian dalam kasus Hotasi ditaksir mencapai US$ 1 juta dari pembayaran refundable security deposit (RSD) yang dilakukan untuk penyewaan dua pesawat Boeing 737-500 dan Boeing 737-400, yang kemudian tidak terealisasi.

Ihwal dugaan korupsi di PT ASDP, mantan hakim Asep Iwan Iriawan mengatakan KPK tentu memiliki bukti-bukti yang mendasari penetapan tersangka terhadap tiga anggota direksi perusahaan pelat merah tersebut. Namun, jika ternyata tidak ada bukti yang cukup, upaya praperadilan yang ditempuh para tersangka sudah tepat. “Jika memang tidak ada kerugian negara, hal itu harus dibuktikan dalam persidangan," ujar Asep.

Dosen hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menjelaskan, konsep korupsi telah berkembang pascareformasi. Namun dasar pijakannya tetap, yakni adanya kerugian negara. Sedangkan untuk pihak-pihak yang diuntungkan bisa diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang bukan milik negara. “Yang terakhir ini menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya dilakukan orang per orang, tapi bisa juga sebuah korporasi,” kata Fickar.

Dalam dugaan korupsi di PT ASDP, kata Fickar, perbuatan direksi mungkin saja tidak memberi keuntungan pada diri sendiri. Namun, bila terbukti ada kerugian negara dan menguntungkan pihak lain, mereka tetap dapat dijerat dengan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor. Bahkan, jika ada orang lain yang menerima hadiah atau janji alias gratifikasi, bisa dikenakan Pasal 12 UU Tipikor.

Pendapat serupa disampaikan oleh dosen hukum pidana Universitas Gadjah Mada, Muhammad Fatahillah Akbar. "Pasal 2 dan 3 UU Tipikor memang mengatur perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, termasuk perusahaan swasta,” kata dia. “Namun harus dibuktikan bahwa perbuatan tersebut melawan hukum dan menyebabkan kerugian negara.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Ade Ridwan, Amelia Rahima, dan Intan Setiawanty berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Defara Dhanya Paramitha

Defara Dhanya Paramitha

Memulai karier jurnalistiknya di Tempo pada 2022. Alumni Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia ini meraih penghargaan karya antikorupsi dari KPK. Kini menulis isu seputar sains, teknologi, dan lingkungan. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus