Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Semasa menjadi Ketua KPK, Firli Bahuri mencoba menghambat penyidikan suap Harun Masiku.
Operais menangkap Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto pada 2020 bocor.
Tak hanya menghambat penyidikan Harun Masiku, Firli juga diduga membocorkan puluhan kasus lain yang tengah ditangani KPK.
PERKARA suap komisioner Komisi Pemilihan Umum periode 2017-2022 oleh kader PDI Perjuangan Harun Masiku terkatung-katung lebih dari lima tahun. Padahal, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sudah memiliki bukti lengkap dugaan suap itu termasuk keterlibatan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Penerima suap, Wahyu Setiawan, juga sudah dihukum tujuh tahun bui. Rupanya, ada peran Ketua KPK Firli Bahuri yang diduga kerap membocorkan penyelidikan dan penyidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena itu KPK akan mendalami dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) Firli Bahuri. Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan akan menelusuri kembali keterangan mantan penyidik kasus tersebut, Ronald Paul Sinyal. Penyidik KPK sudah memeriksa Ronald pada 8 Januari 2025. "Mantan penyidik menyatakan ada keterlibatan pimpinan lama. Apakah yang bersangkutan (Firli) akan dipanggil? Masih kami dalami," kata Asep di kantor KPK, Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seusai diperiksa, Ronald mengungkapkan perintangan penyidikan oleh Firli dengan cara melarang penyidik menggeledah sejumlah tempat, termasuk kantor Dewan Pimpinan Pusat PDIP, dan melarang pemeriksaan sejumlah saksi. Saat Tempo mengkonfirmasi kembali ihwal informasi tersebut, Ronald menceritakan perintah itu jelas datang dari Firli. "Saat itu ia beralasan situasi sedang panas. Ini jelas arahan dari pimpinan dan itu tidak adil. Biasanya kami boleh melakukan penggeledahan di mana pun jika berkaitan dengan perkara," katanya.
Ronald bercerita, tim penyidik pernah tak mendapat akses terhadap rekaman penyadapan perkara Harun Masiku. Ada juga instruksi agar penyidik memprioritaskan kasus lain, seperti korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan korupsi perizinan proyek Meikarta.
Bahkan, Ronald dan para penyidik baru bisa melanjutkan penggeledahan dalam perkara Harun pada Maret 2021, lebih dari setahun setelah mulai menyidik dugaan suap kepada KPU. "Setiap kali saya update, selalu ada alasan menunda. Padahal kasus ini sudah jelas tersangkanya," ujar pria yang terdepak dari KPK karena tak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) pada 2021 tersebut.
Ronald juga mengkritik pembentukan tim khusus oleh Firli untuk mencari Harun Masiku. Menurut dia, tim itu justru memperumit pencarian ketimbang mempermudah. Sebagai mantan penyidik yang sejak awal menangani kasus ini, dia berpendapat tim tersebut justru memperlebar fokus ke hal-hal yang tidak relevan. Sebut saja seperti pencarian di lokasi yang tidak memiliki dasar kuat dan sebagainya. “Kami, penyidik, jadi bingung,” ucapnya.
Unjuk rasa dengan membentangkan poster bergambar Harun Masiku karena belum tertangkapnya buron yang masuk daftar pencarian orang tindak pidana korupsi tersebut di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Senin, 15 Januari 2024. TEMPO/Imam Sukamto
Selain itu, dia menyatakan selama lima tahun periode kepemimpinan KPK yang lama, tidak ada langkah signifikan dalam kasus Harun. Tindakan seperti penyegelan mobil Harun di Apartemen Thamrin Residence, menurut Ronald, hanya mengulang langkah yang sudah dilakukan sejak awal penyidikan.
Ronald mengatakan obstruction of justice oleh Firli tak terjadi kali itu saja. Menurut dia, hal itu terjadi sejak Firli menjabat Deputi Penindakan pada 2018-2019. Saat itu, kata Ronald, banyak perkara yang bocor dan para penyidik mencurigai Firli sebagai dalangnya.
Bahkan, semua penyidik KPK pernah mengajukan petisi kepada pimpinan KPK saat itu, Agus Rahardjo, untuk melaporkan dugaan pembocoran informasi oleh Firli. "Lebih dari 100 orang menandatangani petisi itu, tapi akhirnya Firli dikembalikan ke institusi Polri sebelum sempat dikenai sanksi internal," kata Ronald.
Berdasarkan catatan Tempo, Firli kembali ke Polri pada Juni 2019 dengan alasan akan mendapatkan promosi di institusi asalnya itu. Namun ada cerita soal dugaan pelanggaran kode etik oleh Firli saat itu.
Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK saat itu sedang menyelidiki dua pertemuan Firli dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Zainul Majdi pada 2018. Pertemuan itu diduga melanggar kode etik karena saat itu KPK sedang mengusut kasus korupsi divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara. Firli lolos dari sanksi karena keburu ditarik oleh Polri.
Tindakan Firli, menurut Ronald, jelas memenuhi unsur obstruction of justice seperti tercantum dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau mengagalkan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun.”
Ronald juga menyarankan penyidik KPK segera memanggil Firli untuk mengetahui alasan-alasan penghambatan perkara Harun Masiku itu. “Kenapa dia selama menjabat tidak pernah menyelesaikan kasus ini? Penyidik sekarang harus memanggil Firli untuk menjelaskan alasan di balik itu semua," katanya.
Novel Baswedan, mantan penyidik senior KPK, menambahkan dugaan obstruction of justice lain oleh Firli dalam kasus Harun Masiku. Dia menyatakan Firli pernah membocorkan informasi ke media sebelum operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020 tersebut selesai.
Cerita Novel sesuai dengan laporan majalah Tempo edisi 5 Januari 2025 berjudul "Beking KPK Berani Menjerat Hasto Kristiyanto". Dalam laporan itu, sejumlah eks penyidik KPK menceritakan bahwa mereka pernah membidik Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto setelah menangkap Wahyu Setiawan di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Rabu, 8 Januari 2020.
Dalam perjalanan menuju gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Wahyu “bernyanyi” soal peran Hasto. Saat penyidik bersiap mencokok Hasto dan Harun Masiku, Firli menggelar konferensi pers. Kepada wartawan, pria kelahiran Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, itu menyatakan tim penyidik KPK tengah menggelar OTT dan menangkap anggota KPU berinisial WS. Walhasil, penangkapan Hasto dan Harun pun buyar.
Konferensi pers itu janggal karena biasanya KPK baru mengumumkan OTT setelah tim penyidik sudah menciduk semua pihak dan menggelar rapat gelar perkara. Mereka menduga Firli sengaja membocorkan OTT lewat cara yang seolah-olah resmi. “Dia sepertinya sengaja merusak rencana penangkapan,” kata seseorang yang pernah ikut menyidik kasus ini.
Akibat konferensi pers itu, Hasto dan pihak lain yang ikut terseret kasus suap tersebut langsung bersiap. Tim penyidik kemudian mendeteksi perintah Hasto lewat orang kepercayaannya agar Harun Masiku merendam telepon selulernya. Ia juga mengutus seseorang untuk menjemput Harun dan mengurus rencana pelariannya ke Singapura. Hasto dan Harun akhirnya lolos saat itu.
Meskipun Harun sudah menyandang gelar tersangka sejak 2020, KPK masih belum dapat menangkapnya hingga saat ini. Sementara itu, Hasto Kristiyanto baru menjadi tersangka pada 23 Desember 2024. Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan Hasto menjadi tersangka kasus suap terhadap Wahyu Setiawan dan kasus perintangan penyidikan.
Konferensi pers yang dilakukan Firli, menurut Novel, membuka peluang bagi para pelaku untuk melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. “Biasanya, dalam konteks transparansi, informasi disampaikan ke media setelah tindakan selesai dilakukan. Namun Firli melakukannya sebelum proses selesai, yang akhirnya berdampak buruk,” katanya.
Novel menilai tindakan Firli jelas masuk dalam kategori obstruction of justice. “Sayangnya, ini juga bisa dilakukan oleh internal penegak hukum, termasuk pimpinan KPK sendiri,” tuturnya.
Pria yang juga tersingkir dari KPK karena tak lolos TWK itu pun membenarkan cerita Ronald soal dugaan pelanggaran oleh Firli saat menjabat Deputi Penindakan KPK. Dia menyatakan Firli telah membocorkan 20 perkara yang ditangani lembaga antirasuah saat itu. Novel mengaku ikut menandatangani petisi menentang tindakan Firli yang diduga menghambat banyak kasus. “Kami tidak ingin perbuatan seperti itu dianggap sepele karena bisa merusak integritas KPK secara keseluruhan,” katanya.
Novel berpesan kepada KPK bahwa menangani kasus perintangan penyidikan sama seperti menangani korupsi besar. Novel pun mengingatkan KPK untuk bertindak tegas. Sebab, penanganan perkara ini bisa mengembalikan kepercayaan publik kepada KPK. “Obstruction of justice yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum adalah pengkhianatan besar terhadap amanat negara. Karena itu, penanganan kasus ini harus menjadi prioritas untuk memastikan tidak ada ruang bagi tindakan serupa di masa depan,” tuturnya.
Hasto Kristiyanto menuju ruangan untuk menjadi saksi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Kuningan, Jakarta Pusat, 20 Agustus 2024. TEMPO/Ilham Balindra
Mantan penyidik KPK lain, Yudi Purnomo Harahap, menyatakan keterangan Ronald Paul Sinyal merupakan langkah awal yang penting untuk menguak peran Firli dalam menghalang-halangi penyidikan perkara Harun Masiku. Namun ia menggarisbawahi keterangan Ronald tersebut harus diperkuat dengan alat bukti lain. “Sehingga ketika nanti memeriksa Firli, semua sudah lengkap dan ia tidak bisa mengelak,” ujar Yudi.
Yudi pun optimistis KPK saat ini dapat bertindak lebih independen, terutama setelah Firli tidak lagi menjabat. “Saya yakin penyidikan akan berjalan lurus dan berani memeriksa Firli,” katanya.
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menambahkan pentingnya penyidik KPK saat ini membuktikan adanya mens rea atau niat jahat oleh Firli Bahuri dalam melakukan perintangan penyidikan. “Kalau tidak ada mens rea, penegak hukum tidak bisa dijerat dengan obstruction of justice,” ujar Zaenur.
Selain itu, Zaenur menyatakan penyidik perlu memeriksa saksi lain dan memperkuat bukti-bukti dari cerita Ronald tersebut. “Bahkan tidak hanya Firli, semua orang bisa dijerat kalau melakukan tindak pidana, itu ditunjukkan oleh alat bukti,” katanya.
Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito menjelaskan tindakan obstruction of justice memiliki cakupan luas. Termasuk di dalamnya menghalang-halangi, membocorkan informasi, atau tidak memberikan izin untuk langkah hukum yang diperlukan. Mendukung pernyataan Ronald dan Zaenur, Lakso menjelaskan bahwa KPK juga harus memanggil Firli Bahuri untuk mendalami keterlibatannya serta mengundang pihak lain yang relevan untuk memberikan kesaksian.
Lakso pun menilai perkara ini sebagai ujian penting bagi KPK di bawah pimpinan baru. Dia menilai penanganan obstruction of justice ini bisa menjadi parameter apakah KPK bisa bersikap independen. Karena itu, dia mengingatkan agar perkara ini justru menjadi preseden buruk yang melemahkan KPK. “Makanya, harus diselesaikan secepat-cepatnya, sebaik-baiknya, sekuat-kuatnya dalam konteks pembuktian,” katanya.
Tempo telah menghubungi Firli Bahuri untuk meminta konfirmasi tudingan tindakan obstruction of justice yang diarahkan kepadanya. Namun, ia tak kunjung membalas konfirmasi melalui pesan pendek hingga berita ini diturunkan. Pengacara Firli, Ian Iskandar juga tak membalas pesan yang Tempo kirimkan. ●
Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo