SUDAH dua belas hari Kevin Franks, 42 tahun, menampik makan. Bagaikan seorang demonstran politik, warga Selandia Baru itu melancarkan jurus protes atas perlakuan yang dirasakannya tidak adil terhadap dirinya. Ia ditahan di sel Polda Sulawesi Selatan dan Tenggara sejak 28 Mei silam. Dan pada 23 Juli lalu hingga pekan ini, Franks kembali mendekam di Ujungpandang. Franks merasa kasusnya tidak terlalu berat, karena dituduh tak kunjung membayar rekening sekitar Rp 13 juta di Hotel Kenari, Ujungpandang. Tuduhan itu, menurut Franks yang kini irit bicara itu, sematamata akibat dirinya ditipu rekan bisnisnya, yaitu Bari Fatullah. Franks tak melakukan puasa total. Ia mau menenggak air minum, kopi, dan sesekali merokok. Toh aksi protes itu membuat repot segenap pihak. Misalnya, Oetomo Ismail, Kepala Rumah Tahanan Ujungpandang, sampai tidak jemunya membujuk Franks agar mau makan. Begitu pula pengacaranya, dan Salmah, istri Franks. Kemudian John Mills, Sekretaris I Duta Besar Selandia Baru di Jakarta, pekan lalu terbang ke Ujungpandang. Tapi, upayanya tak membuahkan hasil. Penahanan Franks tidak ditangguhkan, dan ia terus mogok makan. Satu-satunya oleh-oleh yang diperoleh Mills cuma menerima kabar bahwa Franks disidangkan Kamis pekan ini. Kevin Franks, yang dikenal pengusaha kapal di Singapura itu, bermaksud menjalin kerja sama dalam bidang usaha laut dengan Bari Fatullah. Untuk itu, pada September 1991 ia menyerahkan paspornya, paspor istrinya, dan paspor adiknya, Gregory Franks, kepada Bari. Franks juga meminjamkan dana Rp 30 juta kepada mitranya itu. Tapi, hari demi hari, Bari tidak kunjung menghubungi Franks, yang berada di Jakarta sejak Juli 1991. Sampai Maret lalu, Bari mengontak dari Ujungpandang. Ia minta Franks terbang ke Ujungpandang. Tawaran serupa juga dilayangkan pada Salmah dan Gregory. Biaya akomodasi mereka di Hotel Kenari Ujungpandang, menurut Bari, akan ditanggungnya. Ketika ia tiba di Ujungpandang, menurut penuturan Franks kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di sana, ternyata Bari sudah terbang ke Jakarta. Salmah cuma dapat titipan selembar cek bernilai Rp 30 juta dari Bari. "Hingga kini kami tak tahu Bari berada," tutur Salmah kepada Waspada Santing dari TEMPO. Urusan menjadi runyam lantaran upaya pihak Hotel Kenari menagih rekening sekitar Rp 13 juta tak berhasil dari Franks. Cek dari Bari tadi juga ditolak bank, karena tanda tangan di cek itu tak sesuai dengan contohnya di bank itu. Franks akhirnya berjanji melunasi rekening itu setelah adiknya pulang ke Selandia Baru. Ternyata pada 28 Mei lalu Franks dan Salmah raib dari hotel. Petugas Hotel Kenari bergegas ke Bandara Hasanuddin. Ia melihat Franks dan Salmah siap terbang dengan Sempati Air. Karena dapat dicegat, Franks dan istrinya kemudian digiring ke Polda. Tapi, Salmah dilepas kembali oleh polisi, sedangkan Franks ditahan. Ia dituduh menipu hotel, memalsukan tanda tangan di cek, dan membuat nama palsu di tiket pesawat Sempati. Sarifuddin Sudding dari LBH Ujungpandang membantah kliennya itu hendak lari. "Franks ke Jakarta untuk melaporkan kasusnya ke Kedutaan Besar Selandia Baru," katanya. Lain lagi dengan Salmah, yang warga Singapura itu. Kini ia menuntut ganti rugi Rp 507 juta dari Hotel Kenari. Tindakan pencidukan di bandara atas dirinya dianggapnya berlebihan. "Saya sendiri tak tahu-menahu mengenai kasus itu," katanya. Happy Sulistyadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini