Batam digegerkan rampok bank. Seorang satpam BDN tewas, dan seorang polisi terluka berat. Kelima pelaku warga negara Malaysia. GELIAT Batam sebagai daerah bisnis dan turisme baru ternyata menampilkan pula warna baru di bidang kejahatan. Tak disangka-sangka, di pulau yang bertetangga dengan Singapura itu terjadi kejahatan, pertama kali di Indonesia, perampokan bank. Biasanya yang dirampok di Indonesia hanya nasabah bank. Menariknya lagi, kelima perampok bersenjata api itu, yang menyebabkan seorang satpam Bank Dagang Negara (BDN) Cabang Batam tewas dan seorang polisi terluka berat, adalah warga Johor, Malaysia. Padahal, selama ini ada anggapan bahwa pendatang dari Indonesia justru yang sering melakukan kejahatan di negara jiran itu. Pada Kamis pekan lalu, penduduk Pulau Batam menyaksikan pemandangan yang tak biasa. Polres Batam melakukan rekonstruksi perampokan BDN Cabang Batam, dengan tersangka pelaku di antaranya Loh Liang Ceng, 22 tahun, Koh Kim Chea, 24 tahun, dan Li Peng Hwa. Padahal, selama ini, kejahatan di pulau itu bisa dikatakan baru kelas teri, misalnya pencurian tape ketika mobil sedang diparkir. Kebetulan pula pada hari itu Kapolri Letnan Jenderal Kunarto berada di Batam untuk bertemu dengan Commissioner of Police Singapura, Mr. Goh Tong Hong, dan Tan Sri Mohammad Hanif bin Omar, Inspector General of Police Malaysia. Selain dibicarakan keamanan di ketiga negara, tak urung soal rampok bank itu juga disinggung. Jumat siang dua pekan lalu, bank dengan 54 karyawan itu sedang sepi. Hanya ada delapan karyawan, termasuk satpam. Maklum, selain lagi jam istirahat, sebagian karyawan salat Jumat. Saat itulah kelima rampok itu muncul. Dua di antaranya berlagak menukarkan dolar dengan rupiah. "Tolong, tukal dui," katanya, dengan logat Cina. Tapi kasir menolak karena masih jam istirahat. Karena tamu itu ngotot, satpam Akhir Rusli, 38 tahun, mendekat. Tiba-tiba Koh Kim Chea mencekal leher Rusli dari belakang dan menggoroknya hingga nyaris putus. Satpam itu tewas di tempat. Ketika Sersan Dua Polisi Marthias bergerak, ia digumul Koh dan punggungnya ditikam. Kejadian mengerikan itu membuat tujuh pegawai BDN lainnya panik. Kasirnya pingsan. Wakil Kepala BDN itu, Sulistyo, bersembunyi di kolong meja. Lalu seorang dari kawanan itu memaksa Sulistyo menunjukkan lemari besi. Tiba-tiba dua letusan pistol Co Eng Hwa menyalak menembus paru-paru Marthias. Satu peluru lagi melukai usus dan memecahkan ginjal polisi itu. Namun, tembakan tersebut membuat kawanan itu panik. Seorang dari mereka meneriakkan agar segera lari. Ketika mereka berebut kabur lewat pintu, kuku Li copot dijepit engsel pintu. Mereka kabur dengan Corolla DX abu-abu, meninggalkan mayat Rusli dan Marthias yang luka berat -- hingga kini masih kritis di rumah sakit. Toh info tentang ciri mobil dengan pelat BM 1269 itu tak menolong. "Nomor polisinya palsu," kata Kapolres Batam, Letnan Kolonel Wenny Warouw. Tapi ia tak putus asa dan segera mengerahkan 10 tim buru sergap. Polisi menggeledah semua hotel, kapal, dan feri yang masuk dan keluar Batam. Lalu lintas di darat juga diperiksa. Baru malam harinya, seorang nelayan, Awi, mengaku menyeberangkan enam orang ke speed boat Bintang Jaya III. Seorang di antaranya memakai celana bebercak darah. Wenny segera mengirim anak buahnya ke pangkalan Bintang Jaya di Tanjunguban, Pulau Bintan, sekitar lima jam dari Bintan melalui laut. Toh hasilnya nihil. Sebab, nakhoda Bintang Jaya III, A Pui, mengaku tak jadi menyeberangkan kawanan itu karena tak cocok soal upahnya. Ketika itu masuk lagi info, seorang saksi melihat kelima bandit itu di dermaga Kabil -- tempat penyeberangan ke Tanjungpinang. Logikanya, tentu mereka menyeberang ke Tanjungpinang. Kali ini tak lagi meleset. Setibanya di Tanjungpinang pagi hari esoknya, polisi menemukan orang yang melihat buron itu menginap di rumah Gunawan. Polisi sambil melepaskan tembakan peringatan, mengepung rumah pemilik studio foto Capitol itu. Ternyata, perampok sadistis itu bernyali kecil. Mereka bertekuk lutut. Hari itu juga Gunawan dan kelima warga Malaysia itu diboyong ke Batam. Berdasarkan pengakuan mereka kepada polisi, ternyata kawanan itu punya sindikat di Johor, Singapura, dan Batam. Gunawan, misalnya, mengaku menolong kelima perampok itu karena membawa surat Peter Ong, seorang warga Singapura pemilik PT Printing Centre di Batam. Maksudnya, agar menerbangkan kawanan itu ke Jakarta. Soal biaya akan dihitung belakangan. Ketika Peter dilacak, ternyata ia sudah kabur. Wenny menduga, dialah aktor intelektualnya. Selain mencari Peter, polisi juga lagi mencari seorang warga asing bernama A Heng, yang juga terlibat kasus itu. Seorang lagi anggota komplotan itu bernama Seng Yap, tinggal di Singapura. Menurut seorang tersangka Loh Liang Cheng, pada 3 Juli pagi lalu ia ditelepon Seng Yap dari Singapura. Seng Yap meminta Loh menunggu dia malam harinya di sebuah karaoke di Johor. Ketika mereka bertemu itulah, Seng Yap menyuruh Loh menemui A Heng di Batam. "Ada sebuah bank yang jadi mangsa kita," kata Loh, menirukan Seng Yap. Tapi untuk itu hendaklah Loh membawa empat temannya yang berpengalaman. Setelah dibekali uang esoknya, kelima kawanan itu berangkat dengan feri ke Batam. Di sana ia disambut A Heng. Mereka istirahat di Bukit Samyong setelah sempat menyenter-nyenter BDN dengan naik mobil. Esok paginya, mereka mematangkan rencana. Siangnya, ketika bank sepi, mereka pun menyergap. Tapi itu tadi, gagal total. Rupanya, persiapan perampok dari negara tetangga itu belum sehebat di film-film Barat. Padahal, konon, di lantai di bawah meja, dekat kaki kasir bank itu, ada uang kontan Rp 2 milyar. "Untung, mereka panik dan lalu kabur," kata Wenny, yang gembira karena kawanan itu bisa diringkus hanya dalam tempo 18 jam. Toh semua itu bisa menjadi aba-aba agar Polri segera mengantisipasi bila Batam memang akan dijadikan "Singapura II". Bersihar Lubis dan Affan Bey Hutasuhut (Batam)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini