Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ganti Rugi Sebatas Aturan

Kendati telah diatur dalam peraturan pemerintah, jaksa perkara Tanjung Priok tidak mencantumkan ihwal ganti rugi dalam tuntutan.

26 April 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUNGGUH tak gampang menaksir kerugian para korban peristiwa Tanjung Priok. Apalagi yang dihitung bukan cuma kerugian material, tapi juga imaterial. Seberapa besar duit yang bisa menambal trauma dan cacat fisik para korban? Inilah yang kini sedang diutak-atik oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), yang berkantor di kawasan Cikini, Jakarta.

Ihwal ganti rugi memang jadi persoalan penting dalam perkara Tanjung Priok, yang sekarang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Masalah ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3/2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Berat.

Yang menjadi soal, sejauh ini jaksa tidak mencantumkan urusan ganti rugi dalam tuntutan. Itu sebabnya, Kontras, yang menjadi klien 14 korban Tanjung Priok, mendesak agar pengadilan menetapkan ganti rugi bagi korban dalam putusan. "Kami juga masih menunggu panduan dari Kejaksaan Agung," ujar Indria Fernida dari Kontras.

Dalam PP No. 3/2002 diatur dengan jelas soal kompensasi dan restitusi terhadap korban atau keluarga korban. Restitusi diberikan oleh pelaku atau pihak ketiga atas kehilangan, penderitaan, penggantian harta atau biaya para korban. Besarnya diputus oleh pengadilan. Jika para pelaku tidak sanggup memberikan ganti rugi sepenuhnya, negara akan memberikan kompensasi.

Cara tersebut lebih adil ketimbang pemberian ganti rugi secara langsung lewat islah (damai) di luar pengadilan. Ganti rugi semacam ini bisa mempengaruhi kesaksian para korban. Seperti yang terjadi sekarang, para korban yang tak sudi berislah dibujuk rayu dengan imbalan duit. Tujuannya agar mereka bersedia memberikan kesaksian yang meringankan terdakwa (lihat Terganggu Bujuk Rayu).

"Kami memang menginginkan pemberian ganti rugi dengan cara terhormat lewat pengadilan," ujar Jaja Raharja, salah satu korban Priok yang menolak islah. Anehnya, para korban yang telah berislah pun juga tetap mengharapkan ganti rugi. Menurut Amir Munari, bantuan yang telah mereka terima dari para terdakwa melalui Yayasan Penerus Bangsa tak ada kaitannya dengan proses hukum.

Sejauh ini jaksa belum mau mencantumkan ganti rugi dalam dakwaan atau tuntutan. Dalam berkas tuntutan terhadap terdakwa Mayjen (Purn.) Rudolf A. Butar Butar yang telah dituntut hukuman 10 tahun penjara, ihwal kompensasi maupun restitusi tidak disinggung. Hal ini diperkirakan juga akan terjadi pada tuntutan terhadap terdakwa lainnya seperti Kapten Sutrisno Mascung, Mayjen Sriyanto, dan Mayjen (Purn.) Pranowo.

Jaksa Widodo Supriyadi, yang menangani perkara Sutrisno Mascung, mengatakan tak lazim mencantumkan kewajiban ganti rugi dalam dakwaan. Kalau tidak ada dalam dakwaan, sulit juga menyebutkannya dalam tuntutan. "Masa, ujug-ujug muncul di tuntutan?" ujar Widodo kepada TEMPO.

Dengan alasan sama, akhirnya Jaksa M. Yusuf yang memegang perkara Butar Butar tidak menyebut ganti rugi dalam tuntutannya. Ia malah menyarankan para korban agar mendesak hakim mencantumkan ganti rugi dalam putusan.

Mungkinkah? Hakim Ridwan Mansyur yang mengadili Butar Butar mengaku masih akan memusyawarahkan masalah ini dengan sejawatnya. Sebab, "Aturannya nggak jelas," katanya. Buktinya, kata Ridwan, PP No. 3/2002 juga tidak diterapkan dalam perkara pelanggaran hak asasi di Timor Timur yang kini dalam proses kasasi.

Adanya ketidakjelasan aturan juga diakui oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar. Ia menilai peraturan itu terlalu teoretis. "PP ini tidak memerinci tata cara pembayaran ganti rugi dan hanya menyatakan Kejaksaan Agung yang berkewajiban membayarkannya kepada para korban," ujarnya.

Kendati begitu, Indria Fernida tidak putus asa dan terus menghitung kerugian korban. Kelak hasilnya akan disampaikan ke Kejaksaan Agung. Indria tetap berharap jaksa bersedia mencantumkan ganti rugi dalam tuntutan, atau hakim berani membuat terobosan hukum.

Endri Kurniawati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus