Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jerat Baru buat Ba'asyir

Hampir habis masa hukumannya, Abu Bakar Ba'asyir dijerat lagi dengan tuduhan lebih berat: terlibat aksi terorisme.

26 April 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

USTAD Abu Bakar Ba'asyir mungkin tidak segera menghirup udara segar kendati pada akhir April ini masa hukumannya habis. Pengasuh Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Jawa Tengah ini dijerat lagi dengan tuduhan yang lebih serius: terlibat dalam aksi terorisme. Telah ditetapkan sebagai tersangka, Ba'asyir akan diperiksa dalam kasus yang baru pada Senin pekan ini. Kepastian itu dilontarkan Brigjen Pranowo, Direktur VI Mabes Polri, pekan silam. "Kami sudah melayangkan surat pemanggilan Kamis lalu," katanya.

Saat ini sang ustad masih meringkuk di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta, menghabiskan masa hukuman satu setengah tahun yang diputus oleh Mahkamah Agung. Dia dinyatakan bersalah karena memalsukan dokumen dan pelanggaran imigrasi. Vonis ini jauh lebih ringan dibandingkan dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang menghukumnya empat tahun penjara.

Di pengadilan pertama, Ba'asyir diganjar cukup berat karena juga dinilai terbukti turut serta melakukan perbuatan makar. Di Pengadilan Tinggi Jakarta, hukuman terhadap terdakwa diturunkan menjadi tiga tahun penjara lantaran tuduhan makar tak terbukti. Tapi ada pertimbangan yang memberatkan: terdakwa dinilai menyetujui peledakan Mal Atrium, sejumlah gereja, dan dua kafe di Bali.

Nah, pada tingkat kasasi, pertimbangan yang memberatkan itu rupanya dinyatakan tidak terbukti. Hukuman terhadap Ba'asyir pun diturunkan menjadi satu setengah tahun.

Kini mengapa ia diincar lagi? Diduga ini tak lepas dari desakan pemerintah Amerika Serikat. Pekan lalu, Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Ralph Boyce, mengungkapkan kekesalannya. "Kami sangat kecewa atas pengurangan hukuman penjara Abu Bakar Ba'asyir," katanya. Sang duta besar juga telah menemui Kepala Polri Jenderal Da'i Bachtiar untuk membicarakan kasus Ba'asyir.

Diam-diam polisi sudah pula menyiapkan jerat baru buat Ba'asyir. Bahkan pada 8 April lalu Kejaksaan Tinggi Jakarta telah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan terhadap sang ustad. "Itu berarti Ba'asyir sudah resmi menjadi tersangka," kata Kemas Yahya Rahman, juru bicara Kejaksaan Agung.

Sang ustad dibidik dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Terorisme. Jerat yang dipakai antara lain pasal 14 (merencanakan atau menggerakkan aksi terorisme) dan pasal 17 (aksi terorisme yang dilakukan oleh korporasi). Dalam pasal terakhir juga ditegaskan, jika aksi terorisme dilakukan oleh korporasi, hukuman bisa dijatuhkan kepada pengurusnya.

Keterangan sejumlah saksi dalam kasus bom Bali yang dipakai sebagai bahan untuk menyeret Ba'asyir. Mereka antara lain Muhammad Nasir Abas dan Ahmad Roichan, yang jadi saksi dalam perkara Abu Rusydan, tersangka yang dituduh menyembunyikan informasi mengenai keberadaan pelaku bom Bali, Muchlas alias Ali Gufron. Rusydan alias Thoriquddin telah diganjar hukuman tiga setengah tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan pada akhir Februari lalu.

Dalam kesaksian Nasir Abas dan Roichan, terungkap Ba'asyir merestui pengangkatan Abu Rusydan sebagai mantiqi (pemimpin wilayah) Jamaah Islamiyah, organisasi yang dituduh terlibat dalam serangkaian aksi terorisme. Dalam berita acara, Nasir Abas malah mengaku kenal dengan Ba'asyir sejak 1987 di Serping, Negeri Sembilan, Malaysia. "'Ba'asyir sebagai pimpinan tertinggi Jamaah Islamiyah," katanya.

Warga negara Malaysia itu juga memberikan kesaksian yang menyudutkan sang ustad. Ia mengungkapkan pernah bertemu dengan Ba'asyir beberapa kali, di antaranya di Camp Hudaibiyah di Moro, Filipina. "Dia hadir saat wisuda akademi militer di sana," kata Nasir Abas kepada polisi.

Buat menjerat Ba'asyir, Mabes Polri juga memanfaatkan pengakuan Faiz Abubakar Bafana, yang ditahan di Singapura, serta Umar Al-Faruq dan Hambali, yang ditahan Amerika.

Hanya, semua kesaksian itu, terutama keterangan Nasir Abas, dibantah oleh Ba'asyir dan pengacaranya. "Bohong, apa yang dikatakan tak ada," kata Achmad Michdan, pengacara Ba'asyir.

Di mata Michdan, polisi telah melakukan pelanggaran hukum karena memeriksa kliennya dalam perkara yang sama. Soalnya, dulu dugaan keterlibatan terdakwa dalam aksi terorisme sudah dibidikkan. Selain dituding hendak membunuh Presiden Megawati, Ba'asyir saat itu juga dikaitkan dengan peledakan bom pada malam Natal, peledakan Mal Atrium, dan bom Bali. Namun semua tuduhan itu tidak terbukti. "Kalau sekarang hal itu dituduhkan lagi, itu sebenarnya ne bis in idem," kata Michdan.

Kepolisian dan kejaksaan menampik pendapat sang pengacara. Mereka menegaskan, perkara yang menjerat Ba'asyir sekarang berbeda dengan yang dulu. "Jelas, dalam dakwaan terdahulu tak digunakan pasal-pasal dalam UU Terorisme," kata Kemas Yahya.

Terlepas dari perdebatan itu, boleh jadi polisi akan kesulitan memeriksa Ba'asyir pekan ini. Pengacaranya mengaku bahwa kliennya belum mendapatkan surat panggilan. Kalaupun dipaksa diperiksa, menurut Michdan, Ba'asyir juga tidak akan bersedia bicara. "Dia hanya mau bicara jika dibebaskan dulu dari penjara," ujarnya.

Ahmad Taufik, Martha Warta, dan Faisal Assegaf (TNR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus