Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BARU saja turun dari tangga pesawat Lion Air di Terminal 1B Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, -Banten, pada Kamis siang, 8 Agustus lalu, I Nyoman Dhamantra langsung dijemput tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi. Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, usaha kecil-menengah, dan badan usaha milik negara itu pulang lebih awal dari Kongres V PDI Perjuangan di Sanur, Bali. Atas saran kolega partainya, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu memilih balik ke Jakarta ketimbang dijemput tim KPK di lokasi kongres.
Kabar Nyoman bakal dijemput KPK tersiar ke Bali tak lama setelah penyidik lembaga antirasuah itu melakukan serangkaian penangkapan malam hari sebelumnya. Penyidik mengantongi informasi dari sejumlah orang yang ditangkap karena bertransaksi suap pada Rabu malam, 7 Agustus lalu, itu ihwal keterlibatan Nyo-man. “Suapnya terkait dengan pengurusan kuota dan izin impor bawang putih tahun 2019,” kata Ketua KPK Agus Rahar-djo di kantornya, Kamis malam, 8 Agustus lalu.
Awalnya tim penindakan KPK menco-kok putri Nyoman, Made Ayu, beserta orang kepercayaan sang politikus, Elviyanto dan Mirawati Basri, serta dua orang lain di Senayan City, Jakarta Selatan, pukul 21.00. Dari tangan Mira, tim menyita duit Sin$ 50 ribu. Tim juga meringkus pemilik PT Cahaya Sakti Agro, Chandry Suandra alias Afung; Doddy Wahyudi, yang diduga makelar; dan Lalan Sukma, yang diduga perantara, di Hotel Pullman Central Park, Jakarta Barat.
Dari Doddy, tim penindakan menyita bukti transfer Rp 2 miliar. Transfer itu dilakukan dari rekening Doddy ke reke-ning seorang kasir money changer Indocev. Tempat penukaran uang di Mal Ciputra, Jakarta Barat, ini milik istri Nyoman. Tim lain membekuk Zulfikar, juga diduga makelar, di kediamannya di Cosmo Park, Jakarta Pusat. Pada Kamis dinihari, tim menciduk dua anggota staf Nyoman di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Siangnya, KPK menjemput Ulfa, Sekretaris Indocev, di Mal Ciputra.
TEMPO/Imam Sukamto
Setelah melakukan pemeriksaan maraton, tim penindakan komisi antikorupsi mengantongi informasi dari Afung bahwa ia sudah menyerahkan duit Rp 3,6 miliar kepada Nyoman. Pemberian suap itu untuk memuluskan perusahaannya agar men-dapatkan kuota impor bawang putih 20 ribu ton. “Uang yang diserahkan di awal ini baru semacam untuk mengunci kuota impor yang diurus atau mereka memakai istilah lock kuota,” ujar Agus.
Setelah menjemput Nyoman di bandara dan memeriksanya, KPK langsung mengalungkan status tersangka kepada anggota Dewan berlatar belakang pengusaha ini. Dua tangan kanannya, Mirawati Basri dan Elviyanto, juga menjadi tersangka penerima suap. Sedangkan Afung, Doddy, dan Zulfikar ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap.
Syahdan, untuk 2019, perusahaan Afung tak kunjung mendapat kuota impor bawang putih hingga pertengahan tahun. Padahal, tahun sebelumnya, perusahaan pertanian Afung mulus memperoleh jatah kuota impor bawang putih hingga 20 ribu ton.
Ketika diperiksa tim KPK seusai penangkapan, Afung blakblakan mengungkapkan bagaimana perusahaannya mendapatkan kuota impor tahun lalu. Ia mengaku memperoleh kuota impor itu atas bantuan seorang petinggi lembaga pemerintah non-kementerian yang dekat dengan partai koalisi yang tengah berkuasa. Afung mengatakan pejabat itu mengutus orang kepercayaannya berinisial “R” untuk membantunya mendapatkan kuota impor bawang putih.
Lewat jalur ini, Afung harus menyetor upeti sebesar Rp 2.000 per kilogram ba-wang putih jatah kuota perusahaannya. “Impor ini sudah direalisasi tahun lalu dan total setoran Afung kepada pejabat itu lewat R sebesar Rp 40 miliar,” kata seorang penegak hukum di KPK yang mengetahui kasus ini.
Gurih Upeti Bawang Putih/Tempo
Afung mengaku memperoleh kuota impor itu atas bantuan seorang petinggi lembaga pemerintah non-kementerian yang dekat dengan partai koalisi yang tengah berkuasa. Pejabat itu mengutus orang kepercayaannya berinisial “R” untuk membantunya mendapatkan kuota impor bawang putih.
Pada awal 2019, Afung dan orang kepercayaan pejabat tersebut pecah kongsi. Jatah kuota dari sang petinggi diputus. Afung pun kelabakan. Kondisi yang menimpa Afung itu tersiar di kalangan pengusaha sesama importir bahan kebutuhan pokok. Atas info dari sesama pengusaha tersebut, Doddy Wahyudi mencoba mendekati Afung. Doddy biasa membantu perusahaan mengurus perizinan kuota ba-wang putih di Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan.
Doddy lantas menemui Afung dan menawarkan bantuan untuk pengurusan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura atau kuota bawang putih dari Kementerian Pertanian dan surat persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan. “Doddy menyampaikan memiliki ‘jalur lain’,” ujar Agus Rahardjo.
Gurih Upeti Bawang Putih/Tempo
Kendati memakai “jalur lain”, pengurusan perizinan yang diajukan Afung tak kunjung rampung. Karena telah berjanji membantu Afung, Doddy kemudian berkenalan dengan Zulfikar, yang memiliki sejumlah kolega yang dianggap berpengaruh untuk pengurusan izin tersebut. Zulfikar-lah yang menghubungkan Doddy dengan I Nyoman Dhamantra melalui orang kepercayaannya, Mirawati Basri dan Elviyanto.
Bertugas di Komisi VI membuat Nyo-man bermitra dengan Kementerian Perdagangan dan mengetahui soal penjatahan kuota serta perizinan impor. Menurut seorang penegak hukum KPK, politikus 58 tahun itu diduga menggunakan jatah kuota petinggi partai pemerintah.
Setiap tahun, untuk memenuhi kebutuhan bawang putih, Kementerian Perdagangan menyediakan jatah kuota impor 500-600 ribu ton. Per Mei 2019, Kementerian Perdagangan sudah mengizinkan impor bawang putih 256 ribu ton kepada 15 perusahaan.
Menurut penegak hukum di KPK, kuota impor ini diduga sudah dikaveling segelin-tir kalangan, termasuk petinggi partai pemerintah dan seorang pejabat di lembaga pemerintah non-kementerian. Walhasil, para pengusaha yang ingin menggunakan kuota impor itu harus menyetor upeti kepada mereka.
Setelah Nyoman mendapat lampu hijau menggunakan jatah kuota dari petinggi partai itu, Zulfikar, Mira, Elviyanto, dan Doddy melakukan serangkaian pertemuan. Nyoman melalui Mira, menurut penegak hukum KPK tersebut, meminta jatah Rp 3,6 miliar untuk mengunci kuota buat Afung dan mengurus surat persetujuan impornya.
Kepada KPK, Afung mengatakan mengajukan pengurusan perizinan kuota impor bawang putih sebanyak 20 ribu ton. “Kuota ini akan digunakan beberapa perusahaan,” ucap Agus. Namun para pengusaha tersebut ternyata belum membayar uang yang diminta legislator daerah pemilihan Bali itu. Afung lantas meminta bantuan Zulfikar menalangi duit lebih dulu dan menjanjikannya bagian Rp 50 untuk setiap kilogram bawang putih yang diimpor.
Dari permohonan pinjaman Rp 3,6 miliar itu, Zulfikar menyanggupi Rp 2,1 miliar. Setelah menyepakati metode penye-rahan, Zulfikar mentransfer Rp 2,1 miliar ke re-kening Doddy pada Rabu, 7 Agustus lalu, pukul 14.00. Doddy kemudian mengirimkan Rp 2 miliar ke rekening kasir money changer Indocev milik istri Nyoman. Sedangkan sisanya, Rp 100 juta, masih berada di rekening Doddy, yang akan digunakan untuk operasional pengurusan izin.
Selain meminta jatah lock kuota seperti disebut Agus Rahardjo, Nyoman meminta commitment fee Rp 1.700-1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor. Patokan upeti yang ditawarkan Nyoman ini lebih murah ketimbang jalur yang dipakai Afung sebelumnya, lewat seorang pe-jabat pemerintah. Seorang penegak hukum KPK lain menuturkan, dari besaran itu, Rp 1.500 dari tiap kilogram tersebut akan di-setor kepada seorang petinggi partai pemilik kuota.
KPK mengantongi informasi -adanya kongkalikong ini sejak tiga bulan lalu. Setelah melakukan pemantauan, tim pe-nindakan kemudian menggelar operasi tangkap tangan. Penyidik kini membidik pejabat di Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan yang memiliki kewenangan penentuan kuota dan izin impor bawang putih. “Suap terkait dengan impor produk bahan pangan dan hortikultura bukan kali ini saja terjadi,” kata Agus. Kasus yang dimaksudkan Agus salah satunya suap impor daging sapi yang menyeret Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq pada 2013.
Guna mencari bukti dan mengembangkan kasus ini, penyidik melakukan serangkaian penggeledahan di sejumlah tempat pada Senin, 12 Agustus lalu. Dari penggeledahan di ruang Direktur Jenderal Perdagangan Luar Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, misalnya, penyidik membawa dua koper dokumen.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan mekanisme pemberian izin impor bisa langsung diajukan ke kementeriannya tanpa mengandalkan pihak lain. “Ngapain itu orang pakai suap? Asal penuhi syarat kan, begitu ada rekomendasi. Ngapain nyuruh-nyuruh DPR,” ucap Enggar. Sedangkan Menteri Pertanian Amran Sulaiman berjanji memecat pegawainya yang terlibat kasus suap impor bawang putih ini. “Kalau sektor pertanian ada yang terlibat, aku pecat,” kata Amran.
Adapun I Nyoman Dhamantra memi-lih bungkam saat ditanyai mengenai kasusnya. Mengenakan rompi oranye dan dengan tangan diborgol, ia menutup rapat mulutnya ketika diberondong pertanyaan oleh wartawan dan bergegas menuju mobil tahanan yang sudah terparkir di lobi gedung KPK pada Jumat pagi, 9 Agustus lalu. Nyoman dijebloskan ke Rumah Tahanan Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Timur. Para tersangka lain juga memilih menutup rapat mulut mereka saat ditanyai wartawan setelah menjalani pemeriksaan di kantor KPK.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan partainya sudah memecat Nyoman. Surat pemecatan yang diteken Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu diterbitkan pada Jumat, 9 Agustus lalu, setelah kadernya tersebut ditetapkan sebagai tersangka. “Siapa pun yang terkena OTT (operasi tangkap tangan) atau tindak pidana korupsi, kami tinggal mengisi namanya karena SK (surat keputusan) sudah ditandatangani lebih dulu oleh Ibu Megawati,” ujarnya.
LINDA TRIANITA, FAJAR PEBRIANTO, DEWI NURITA (BALI)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gurih Upeti Bawang Putih/Tempo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo