Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJELANG kongres di Bali pada 8-10 Agustus lalu, situasi di dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meng-hangat. Sejumlah pucuk pimpinan partai banteng di daerah dicopot dari jabatannya dalam konferensi cabang dan daerah yang diselenggarakan sebelum kongres. Di PDIP, konferensi merupakan forum tertinggi pengambilan keputusan di tingkat pengurus kabupaten dan provinsi.
Konflik internal itu, misalnya, terjadi di Surabaya. Pengurus di tingkat kecamatan dan pimpinan anak cabang tak terima dengan keputusan Dewan Pimpinan Pusat PDIP yang menunjuk Adi Sutarwijono sebagai Ketua PDIP Kota Surabaya. Keputusan tersebut bertentangan dengan aspirasi kader banteng di Surabaya dalam konferensi, yang menghendaki Whisnu Sakti Buana menjadi ketua partai. “Keputusan partai di tingkat pusat harus dipatuhi semua kader,” ujar Adi pada Juli lalu.
Tak terima dengan penunjukan itu, kader pendukung Whisnu sampai melemparkan kursi di Empire Palace, Surabaya, yang menjadi arena konferensi pada 7 Juli lalu. Mereka kesal lantaran penunjukan Adi tanpa sosialisasi.
Tak terima dengan penunjukan itu, ka-der pendukung Whisnu sampai melemparkan kursi di Empire Palace, Surabaya, yang menjadi arena konferensi pada 7 Juli lalu. Mereka kesal lantaran penunjukan Adi tanpa sosialisasi. Rapat konsolidasi yang diadakan sepekan setelah itu tak kalah panas. Seorang penyusup yang mengaku sebagai pengurus ranting menerobos arena rapat, tapi dihadang, lantas dipukuli.
Megawati Soekarnoputri sampai menugasi Ketua Bidang Kehormatan Partai Komarudin Watubun serta Ketua Bidang Keanggotaan dan Organisasi Djarot Saiful Hidayat ke Surabaya. Djarot mengatakan masalah penunjukan Ketua PDIP Surabaya selesai setelah pengurus anak cabang diberi penjelasan mengenai Peraturan PDI Perjuangan Nomor 28 Tahun 2019 tentang kewenangan pengurus pusat menunjuk ketua cabang di luar usul kader. “Orang Surabaya itu ngomong-nya blakblakan, tapi setelah diberi penjelasan bisa langsung selesai,” kata Djarot.
Di Morowali Utara, Sulawesi Tengah, protes juga dilontarkan kader daerah yang menganggap aspirasinya tak didengarkan Jakarta. Wakil Ketua Bidang Politik dan Keamanan PDIP Morowali Utara, Arman Marunduh, mengatakan pengurus anak cabang telah menjaring kandidat Ketua PDIP Morowali Utara pada pertengahan Juli lalu dan menghasilkan tujuh calon, termasuk Arman.
Setelah usul itu dibawa ke pengurus provinsi dan pusat, justru Lely Maliso yang ditunjuk sebagai Ketua PDIP Morowali Utara. Menurut Arman, penunjukan Lely oleh pusat bertentangan dengan kehendak kader di bawah. “Ini kemunduran di partai kami,” ujar Arman. Biasanya, kata Arman, PDIP menyerap usul kadernya.
Penunjukan Lely menyebabkan sejumlah kader PDIP di sana mengumpulkan kartu tanda anggota dan mengembalikannya ke pengurus pusat. Selain itu, atribut partai yang terpacak di kantor partai yang menempati sebuah bangunan milik keluarga Arman di Jalan Marunduh, Moro-wali Utara, dicabuti. Atas persoalan itu, Arman berencana mengajukan gugatan ke mahkamah partai.
Ini juga yang ditempuh Imran Mahfudi, kader PDIP Aceh. Ia memprotes penunjuk-an Muslahuddin Daud sebagai Ketua PDIP Aceh tanpa melalui forum konferensi cabang. Menurut Imran, model pemilihan seperti itu tak sesuai dengan aturan partai.
RAYMUNDUS RIKANG, HUSSEIN ABRI DONGORAN (JAKARTA), NURHADI, KUKUH S. WIBOWO (SURABAYA)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo