GURU yang salah didik bisa membuat bulu kuduk bergidik. Ini yang dialami lima murid SD Sungaipriok, Tebingtinggi, Deli Serdang, Sumatera Utara, pertengahan Maret silam. Hanya karena bolos sekolah sehari, mereka dihukum melakukan gerakan jongkok dan berdiri sampai seratus kali oleh gurunya, Rotua boru Situmorang, 30 tahun. Kelima murid itu siswa kelas VI, terdiri dari Diana Astuty, Mariani, Sutiani, Rumentauli, dan Aidil Syahrul. Menjawab pertanyaan Rotua, empat orang menyebut alasan absen karena harus membantu orangtua di rumah. Sedangkan Diana mengaku berhalangan karena sakit. Hari itu Diana tampak lemah dan pucat, tapi ia tetap puasa. Sudah jelas alasannya, toh Guru Rotua masih menghukum mereka. Yaitu, harus melakukan jongkok berdiri sampai seratus kali sambil memegang kedua kuping. Ketua kelas, Lukman, mendapat tugas menghitung gerakan itu, disaksikan 25 murid lainnya. Sampai hitungan ke30, baru timbul keluhan anak-anak itu. Mereka tersengal-sengal dan meringis seraya memegang pinggangnya. Pemandangan ini tampaknya dinikmati sang guru. Dan pada hitungan ke-80, para murid terhukum itu mulai kehabisan tenaga. Mereka lantas tersandar di dinding, sementara Diana makin pucat dengan bibir terkatup rapat. Rotua baru menghentikan hukuman setelah seorang dari murid itu mengiba. Mereka disuruh duduk kembali di bangku masing-masing. Tapi karena tenaga mereka sudah terkuras, konsentrasi mereka tak bulat lagi menerima pelajaran. "Pinggang, punggung, dan kakiku sangat sakit," tutur Aidil kepada Affan Bey Hutasuhut dari TEMPO. Yang paling parah adalah Diana. Demamnya kambuh kembali. Cuma ia tak memberitahukan keadaannya pada si guru. Begitu usai jam pelajaran, Diana bergegas pulang. Setiba di rumah, ia langsung rebah di tempat tidur. "Badanku panas lagi," katanya pada orangtuanya tanpa menceritakan peristiwa di sekolah tadi. Ayahnya, Misbasuki, 35 tahun, karyawan PTP di sana, mengira si anak demam biasa juga. Jadi, dirawat di rumah saja dengan obat antipanas. Tapi sia-sia. Keesokannya, Diana dibawa ke Pusat Kesehatan PTP V Rambutan, dekat Tebingtinggi. Di sini suhu anak itu melonjak jadi 40u2o C, hingga dikirim ke Rumah Sakit PTP V Petumbukan, Galang, di Deli Serdang. Mujur tak dapat diraih, Diana mengembuskan napas terakhir, 24 Maret lalu. Seluruh keluarga bersedih. Maklum, anak kedua dari tiga bersaudara itu dikenal patuh. Dan belakangan baru Misbasuki mendengar cerita di balik kumatnya demam putrinya itu. Memang, ia menyesali kejadian itu, tapi selebihnya ayah ini menyebutnya sebagai musibah dari Tuhan. "Mana mungkin guru menyiksa muridnya," katanya dalam nada sabar. Akan halnya Rotua, ia tak banyak komentar tentang kematian Diana. Bahkan ia menyangkal menghukum muridnya dengan gerakan jongkok dan berdiri itu sampai seratus kali. "Tak betul itu," ujarnya di rumah orangtuanya, di Tebingtinggi. Namun, menurut sumber TEMPO di Polres Deli Serdang, kematian Diana tak terlepas akibat kelalaian Rotua dalam memberi hukuman. Itu sebabnya guru yang berperawakan gemuk itu dipanggil, akhir Maret barusan. Di depan polisi Rotua mengakui telah memberi hukuman tersebut. "Tapi itu saya lakukan dengan niat mendidik," katanya. Dan ini sesuai dengan hasil pelacakan TEMPO kepada murid setempat. "Mereka tak bisa lagi meneruskannya pada hitungan ke-80," kata seorang murid. Bagaimana ujung dari guru yang salah didik ini? "Nanti baru ditentukan ia dapat dinyatakan tersangka atau tidak," kata Kepala Dinas Penerangan Polda Sumatera Utara, Letnan Kolonel Leo Sukardi. Ed Zoelverdi dan Bersihar Lubis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini