DUA tersangka pembunuh suami-istri juragan sepeda dan seorang baby sitter di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, akhirnya tertangkap Jumat subuh pekan lalu. Mereka dikerpus di tempat persembunyian di Desa Somang, kawasan di Rangkasbitung, Jawa Barat. Penyergapan dilakukan Tim Reserse Polsek Kebayoran Lama yang dipimpin Kepala Unit Reserse, Letnan Satu Frans Tinggoboi. Semula sasaran perburuan diarahkan ke tempat sanak saudara tersangka, seperti di Bogor, Tasikmalaya, Pangandaran, Ciamis, dan Rangkasbitung. "Meski pihak keluarga tahu, tapi sulit mendapatkan keterangan. Ya, kami cari info lain," kata Frans. Kasus pembunuhan sadistis yang menghebohkan itu dapat dilacak berkat penuturan Warsiyem. Pembantu rumah tangga itu bersama bayi juragannya luput dari pembantaian, 11 Februari silam, yang menelan korban suami-istri Indra Mayang alias Ayong, Sherly, dan baby sitter, Umi Khalsum. Dari info Warsiyem itulah polisi memburu dua karyawan toko tersebut, yaitu Sukandi dan Syarif Hidayat (TEMPO 22 Februari 1992). Hidayat, 29 tahun, berwajah lugu dan murah senyum, ketika ditemui TEMPO di Polsek Kebayoran Lama, Ahad lalu, mengungkapkan kesumatnya terhadap sang juragan. Selama tiga bulan menjadi pegawai di situ, menurut ayah tiga anak ini, tiap hari ia dapat omelan. "Om Ayong kasar. Tiap hari kita dibilang bego," katanya. Sementara itu Sukandi, 28 tahun, keponakan Hidayat, baru sebulan bekerja juga lumayan kenyang kena cerca sang juragan. Malahan sampai dituding main serong dengan Warsiyem. "Karena Sukandi zinah, ia bawa sial dagangannya," kata Hidayat menirukan umpatan Ayong. Inilah yang memperuncing hubungan bos dan anak buah itu. Puncak keruncingan terjadi ketika Sukandi, yang jebolan pesantren itu, dilarang salat oleh si juragan. Ketika Ayong memukulnya, Sukandi yang pernah belajar silat cimande itu dapat mengelak. Begitu lolos, Sukandi segera membalas serangan. Plak! Tinju Sukandi membentur mulut Ayong. Hingga gigi bosnya goyang. Ayong, yang dikenal bisa karate itu, menyusuli pukulannya. Duel itu menjadi pincang ketika Hidayat membantu keponakannya. Ayong lari. Sukandi dan Hidayat, yang sudah memegang palu, memburunya. Prak! Palu di tangan Sukandi mendarat di kepala bosnya. Juragan sepeda itu langsung ambruk. Ayong berteriak memanggil istrinya, Sherly. Begitu wanita itu turun dari lantai atas, ia disambut Hidayat dengan pukulan martil. "Kena jidatnya dan langsung roboh," kata Hidayat, yang ketakutan setelah istri bosnya itu tergeletak. Untuk meyakinkan suami-istri itu meninggal, Sukandi memukul kepala mereka. Sasaran berikutnya adalah Warsiyem dan Umi Khalsum, yang kamarnya bersebelahan dengan mereka. Dua wanita itu kemudian mereka gebuk pula. Umi roboh, sedangkan Warsiyem sempat lari ke kamar mandi. Hidayat tak tahu Warsiyem masih hidup. Sebelum kabur, Sukandi membakar kasur busa di kamar Umi Khalsum. Apinya enggan berkobar. Dengan menggondol uang tunai Rp 400.000, mereka kabur ke rumah keluarganya di Rangkasbitung. Mereka sempat sembunyi di gunung. Kemudian turun dan menginap di rumah kenalannya. "Baru sahur, eh, ditangkap," cerita Hidayat sambil nyengir. "Kami menyesal terjadi pembunuhan itu," kata lelaki tamatan SD ini. Gatot Triyanto dan Nunik Iswardani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini