Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Berita Tempo Plus

Tarif sepotong curiga

Agus Wibowo diseret ke PN Tanjungkarang, dengan tuduhan melakukan pemerasan terhadap Umar Hasan. berawal dari kecurigaan Agus, bahwa istrinya dikencani Umar. Agus memeras rp 7 juta.

11 April 1992 | 00.00 WIB

Tarif sepotong curiga
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
AGUS Wibowo, 25 tahun, curiga terhadap isterinya, Devi Maruli, 22 tahun. Perempuan ini ditudingnya ada main dengan Umar Hasan, 42 tahun. Sebagai ganti rugi ia minta Rp 7 juta kepada lelaki yang mengajak kencan istrinya itu. Akibatnya, bapak satu anak ini kini diseret ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang dengan tuduhan melakukan pemerasan. Ceritanya, bermula dari sepotong baju baru yang dibeli isterinya. Agus curiga, karena seingat dia gaji belum diberikan, dari mana sang isteri mempunyai uang? Daun telinganya panas ketika istrinya mengaku baju itu pemberian Umar Hasan. Pitamnya mendidih dikipas kisikan temannya yang mengabarkan bahwa Devi suka berjalan-jalan dengan Umar, pegawai Dinas Kehutanan Lampung Selatan itu. Tak panjang periksa, Agus melabrak ke rumah Umar Hasan. "Jangan tanya tentang hubungan saya dengan Devi di sini nanti istri saya dengar," ujar Umar. Sampai di situ, urusan masih berjalan dengan kepala dingin. Agus dan Umar sepakat membicarakannya di suatu tempat. Besoknya, 14 November 1991, mereka bertemu di belakang sebuah rumah makan di Bandarlampung. Dalam pertemuan itu, ia menyodorkan kertas segel. Isinya, Umar Hasan minta maaf dan berjanji tidak mengganggu Devi lagi. Semula Umar tidak mau menekennya. "Sebab saya tidak merasa menzinahi Devi," kata bapak tiga anak itu. Akhirnya ia mau juga menandatanganinya. Nah. Di situ muncul buntut lain: Umar Hasan harus membayar semacam uang damai Rp 7 juta hari itu juga. "Dari mana saya punya uang sebanyak itu," kata lelaki tamatan SMA itu. Namun, ia membayar Rp 250.000 sebagai uang muka dan uang keamanan. Sisanya akan dilunasi belakangan. Atas dasar kesanggupan yang dinyatakan oleh Umar itulah Agus memburunya terus. Pada hari yang dijanjikan, Agus mengirim dua temannya, Bahder Djohan dan Daniel. Kepada utusan ini Umar minta waktu sampai 9 Desember, dengan catatan agar Agus sendiri yang datang menagih. Tepat pada hari H, Agus datang bersama kongsinya sekitar pukul delapan malam. Mula-mula, Bahder Djohan dan Daniel masuk ke rumah Umar. Baru menyusul Agus bersama temannya, Rizal Efendy. Mereka diterima istri Umar, yang menyerahkan uang dalam bungkusan. Begitu Agus menerima bungkusan itu, beberapa polisi menyergap mereka. Umar yang merasa dirinya dijadikan korban pemerasan, ternyata lebih dulu melapor ke Polresta Bandarlampung. Agus bersama tiga temannya lalu diseret ke depan meja hijau. "Semula Umar menawarkan damai dan ingin menyogok Rp 500 ribu. Ya, kalau dituruti kok sepertinya saya menjual istri," bantah Agus di persidangan. Ia mengakui, belakangan pikirannya berubah. "Maka, saya minta Rp 7 juta kalau ia mau damai. Dia menyanggupi sehingga dia memberi uang muka Rp 250.000," katanya. Namun, Jaksa Penuntut Umum, Fietra Sany, menuntut keempat terdakwa dengan hukuman empat bulan penjara Sabtu pekan lalu. "Mereka terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemerasan. Sebab, uang menjadi tujuan mereka. Buktinya, kenapa kasus perzinahan itu tidak mereka laporkan ke polisi," kata Jaksa Fietra. Umar menyanggah tuduhan perzinahan itu. "Kebetulan, ketika bertemu Devi di toko, Devi minta dibelikan baju. Karena sudah kenal, ya, saya bayarin," katanya kepada Kolam Pandia dari TEMPO. Jadi, mengapa Umar sampai mau diajak damai Agus? "Saya takut. Dengan begitu saya kira bisa lepas dari komplotan ini," jawab lelaki berperawakan kecil itu. Bagaimana kesudahan perkara ini, tentu perlu ditunggu vonis hakim nanti. Gatot Triyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus