Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap 9 Desember diperingati Hari Antikorupsi Sedunia. Tujuan peringatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran global terhadap isu korupsi. Inisiatif peringatan ini berasal dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang bertujuan melawan korupsi karena dianggap merusak institusi dan nilai-nilai demokrasi, etika, serta keadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peringatan itu bermula pada tanggal 31 Oktober 2003, ketika Majelis Umum PBB mengadopsi Konvensi PBB Menentang Korupsi. Dalam perkembangannya, terdapat perubahan tanggal peringatan menjadi 9 Desember 2003 yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Antikorupsi Internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PBB secara resmi menyatakan keprihatinan atas seriusnya masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat. Selain itu, korupsi dinilai sebagai ancaman terhadap pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum, serta merusak institusi dan nilai-nilai demokrasi.
Sejak perayaan pertama pada 2003, Program Pembangunan PBB dan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan mencatat peningkatan intoleransi terhadap korupsi. Ini tercermin dalam peningkatan jumlah politisi dan kepala eksekutif yang diadili dan dihukum karena tindak korupsi.
Profil KPK
Salah satu lembaga anti korupsi di Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Sejarah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimulai dengan pembentukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dilansir dari KPK.go.id, peraturan itu kemudian mengalami perubahan melalui Undang-Undang No. 19 Tahun 2019.
Dilansir dari fahum.umsu.ac.id, wacana mengenai KPK sudah muncul pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie. Pada masa itu, pemerintahan Habibie mengeluarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 untuk menciptakan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Meskipun pada awalnya ada badan seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan lembaga Ombudsman yang mengawasi tindakan korupsi, tetapi lembaga-lembaga tersebut dinilai kurang efektif.
Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTK) yang dipimpin oleh Hakim Agung Andi Andojo, tetapi kemudian dibubarkan oleh Mahkamah Agung. KPK baru terbentuk pada 2002, saat Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Presiden.
Pimpinan KPK terdiri dari lima orang, termasuk seorang ketua yang juga menjabat sebagai anggota, serta empat wakil ketua yang juga merangkap sebagai anggota. Mereka adalah pejabat negara yang mewakili unsur pemerintahan dan masyarakat, menjabat selama empat tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan tambahan.
Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK beroperasi secara kolektif dan kolegial, mencerminkan sifat keputusan yang diambil sebagai hasil kerjasama bersama.
ANANDA BINTANG I KAKAK INDRA PURNAMA