Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Harvey Moeis: Vonis Ringan yang Mengecewakan dan Tanpa Keadilan

Terdakwa korupsi timah Harvey Moeis divonis pidana penjara 6 tahun 6 bulan

31 Desember 2024 | 15.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Terdakwa perpanjangan tangan PT. Refined Bangka Tin, Harvey Moeis, mengikuti sidang perdana pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 14 Agustus 2024. Jaksa Penuntut Umum Kejakgung RI mendakwa terdakwa Harvey Moeis telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara sebesar Rp.300 triliun dalam tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT. Timah Tbk. tahun 2015 - 2022. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa korupsi timah Harvey Moeis divonis pidana penjara 6 tahun 6 bulan dan ganti rugi senilai Rp210 miliar. Vonis pidana penjara itu lebih ringan hampir setengahnya dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum. Adapun jaksa menuntut umum meminta majelis hakim memvonis Harvey dengan pidana penjara selama 12 tahun.

"Menyatakan terdakwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama," kata Hakim Ketua Eko Aryanto, Senin, 23 Desember 2024.

Harvey adalah terdakwa kasus korupsi timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk periode 2015-2022. Kasus ini merugikan negara hingga Rp300 triliun.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan vonis rendah Harvey tak memahami dampak kerusakan lingkungan. Menurut dia, hakim harus memiliki pemahaman yang mendalam dan bisa mempertimbangkan kerugian non materiel yang mengancam masa depan generasi Indonesia.

“Jika pemahaman ini (dampak kerusakan lingkungan) bisa dipahami hakim, maka mungkin akan berpengaruh pada putusan yang dijatuhkan,” katanya, Minggu, 29 Desember 2024.

1. Vonis Ringan

Presiden Prabowo Subianto menilai vonis ringan untuk koruptor melukai hati rakyat. "Rakyat itu mengerti, rampok ratusan triliun vonisnya sekian (tahun)," kata Prabowo saat memberi pengarahan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Jakarta, Senin, 30 Desember 2024, dikutip dari Antara.

Prabowo memang tidak menyebutkan secara gamblang kasusnya. Namun, perhatian publik dalam beberapa hari belakangan mengarah kepada vonis ringan Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah.

2. Belum Memenuhi Rasa Keadilan

Menurut Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai kekecewaan publik terkait vonis ringan Harvey Moeis bisa dipahami karena tanpa rasa keadilan. "Kami menangkap ada kekecewaan publik atas putusan ini. Dan, itu sangat bisa dipahami karena dianggap tak masuk akal melukai rasa keadilan masyarakat, meski kita juga perlu menghargai dan menghormati independensi hakim yang tidak bisa kita intervensi," ucapnya, Senin, 30 Desember 2024, dikutip dari Antara.

3. Penerima PBI BPJS Kesehatan

Harvey Moeis dan istrinya, Sandra Dewi, terdaftar sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. “Hasil pengecekan data, nama yang bersangkutan masuk ke dalam segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Pemda (nomenklatur lama PBI APBD) Pemprov DKI Jakarta,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengonfirmasi melalui pesan singkat pada Ahad, 29 Desember 2024.

Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi juga membenarkan status Harvey dan Sandra Dewi sebagai PBI APBD) BPJS Kesehatan. “Keduanya terdaftar sejak 1 Maret 2018,” kata Teguh melalui aplikasi perpesanan pada Ahad, 29 Desember 2024. 

4. Berdampak Negatif terhadap Kasus Serupa

Vonis 6,5 tahun pidana penjara Harvey Moeis dinilai berdampak negatif terhadap kasus tindak pidana korupsi serupa. "Vonis ini mengecewakan tentunya karena tidak akan bisa menyebabkan efek jera bagi pelaku korupsi lainnya," kata mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap dalam keterangannya pada Minggu, 29 Desember 2024.

Yudi menganggap vonis 6,5 tahun itu terlalu rendah untuk tindak kejahatan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun. Menurut Yudi, hukuman penjara yang dibacakan oleh hakim Eko Ariyanto tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. 

5. Sopan Bukan Alasan Keringanan

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember Arief Amrullah memandang kesopanan terdakwa di pengadilan tidak bisa dijadikan alasan untuk meringankan putusan pidana. “Siapa pun pasti sopan. Coba saja kita berhadapan dengan misalnya hakim seperti itu kan sopan,” kata Arief pada Minggu, 29, Desember 2024, dikutip dari Antara.

Ia menjelaskan bahwa peluang seorang terdakwa untuk tidak sopan di persidangan justru kecil. “Semua orang sopan, berpakaian rapi. Masak pakaian compang-camping di ruang sidang?” ujarnya.

Dinda Shabrina, Dian Rahma Fika turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan Editor: Ragam Respons soal Harvey Moeis-Sandra Dewi Terima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus