KECURIGAAN bermula dari salah parkir. Sebuah kapal barang, MV Sang Thai Lumber, labuh jangkar di Palaran, perairan Sungai Mahakam. Berlabuh di situ, sesuai dengan ketentuan, kapal dianggap salah parkir. Tim Pemberantasan Penyelundupan (P2) Bea Cukai Samarinda, 21 Agustus lalu, lantas memutar arah patrolinya ke kapal berbendera Muangthai yang parkir 2 km dari dermaga. Benar. Begitu tim naik ke kapal berbobot mati 7.000 ton ini, sekitar pukul 16.00 tercium beberapa keanehan. Setelah mengusut soal salah parkir, tim yang 6 dan dipimpin Tarmizi Abdullah, melakukan pemeriksaan rutin. Di lantai bawah, dua orang tim BC, Asri dan Haidar, mencurigai satu kamar ABK yang dinding kamarnya terbuat dari papan tripleks diketok-ketok. Dinding itu tak nyaring bunyinya, karena ada yang mengganjal di antara dua lapisan tripleks. Dari dalam dinding, di balik tempat tidur melorotlah sebungkus plastik -- setelah ketokan itu diulang lebih keras. Lapis tripleks itu dibongkar. Mereka menemukan 21 bungkusan plastik yang dikemas. Rapi sekali. Karena bungkusan itu bergambar "singa", bagi petugas yang banyak "bergaul" dengan obat terlarang, itu hal yang patut diusut. Setelah isinya diuji secara "tradisional", diketahui bahwa tepung putih mengkilat itu heroin. Karena sudah tersibak, pemilik kamar Kamjai Kongthavorm, 30 tahun, menelepon lewat operator. Ia menawarkan uang damai 100 ribu yen atau sekitar Rp 1,1 juta. Ketika ditolak, ABK berkebangsaan Muangthai itu menaikkan tawaran damai, jadi 600 ribu yen. "Kami tak tergiur," kata Tarmizi. Langsung saja, setelah minta izin nakoda kapal Visuthi Sangsawasdikul, mereka membawa Kamjai yang bertubuh kekar itu. Di darat ia diperiksa. Kemudian BC mengontak Polresta Samarinda. Kini, pengusutan itu sedang dilakukan tim khusus dari Mabes Polri. Tim Reserse Narkotik dari Jakarta yang dipimpin Letkol A. Luthan memastikan, barang terlarang itu jelas heroin murni. Rinciannya, 8 bungkus berwarna biru 6.540 gram, 8 bungkus berwarna merah 6.980 gram, dan 5 bungkus warna putih 4.240 gram. Total heroin murni yang dibawa Kamjai adalah 17,76 kg. Nilainya sekitar US$ 7 juta atau Rp 1,3 milyar. Kamjai mengaku sekadar membawa "barang titipan". Ia menyebut nama Mr. Tei. Kamjai, yang disangka polisi pembawa heroin itu, ketemu Mr. Tei. Ia menyerahkan bungkusan heroin itu di Bangkok tatkala Kamjai minum-minum di sebuah bar. Kata Kamjai, barang itu akan dijemput seseorang setiba dia di pelabuhan Chiba, Jepang. Upahnya, menurut pengakuannya pada pemeriksa, 30 ribu baht atau Rp 2,5 juta. "Kami kurang yakin. Karena itu, ia harus diperiksa terus," kata Kristijono, Kepala Kanwil BC Kal-Tim. Dalam jadwal, kapal barang yang diageni Admiral Lines itu bertolak dari Bangkok 31 Juli. Terakhir, MV Sang Thai datang dari Suao, Taiwan. Setelah mengangkut kayu gergajian 3.900 m3 milik lima perusahaan di Kal-Tim, kapal akan berlayar lewat Tarakan ke Jepang dan Seoul. Kamjai kini ditahan di Polresta Samarinda. Sampai sekarang, 27 ABK, termasuk nakoda, telah diinterogasi. Sedang kapal Sang Thai Lumber, hingga awal pekan ini belum angkat jangkar dari perairan Samarinda -- walau 3.900 ton kayu lapis sudah nongkrong di palka. Dari hasil pemeriksaan sementara, diduga heroin murni itu bukan untuk diedarkan di Indonesia. "Tampaknya, wilayah ini hanya sebagai transit saja," kata Kol. Pol Hendrokoesoemo, Kapolda Kal-Tim. Tapi tim yang memeriksa juga tak menutup kemungkinan adanya peran Kamjai dalam jaringan sindikat narkotik internasional. Karena itu, Mabes Polri segera mengontak rekannya dari Interpol. Ini untuk melacak kemungkinan adanya hubungan antara tangkapannya di Kal-Tim dan jaringan internasional, dalam mengedarkan heroin. Setelah didapat barang bergambar "singa" di kapal itu, Mabes Polri mengirim tim berikut anjing pelacak untuk mengendus isi kapal. "Siapa tahu masih ada yang disimpan dan belum ditemukan," kata Kapolda. Senin pekan lalu, Kepala Inspeksi BC Samarinda, Gomphar Nasution, menitipkan sementara barang terlarang itu di BNI 46 cabang Samarinda. Dalam sejarah tertangkapnya jenis heroin di Indonesia, jumlah yang di Samarinda itu memang terbesar. Tahun 1975 Tya Ah Moi disergap petugas BC di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Wanita itu membawa heroin murni dalam kaleng susu anak-anak. Ia dihukum Bismar Siregar 20 tahun. Debut lain diikuti Lee Wah Ceng danChang Sow Ven. Kedua warga Taiwan, awak kapal An Hsing, membawa 9,5 kg heroin. Mereka diadili PN Langsa, Aceh Timur, dan diganjar hukuman mati. Setelah banding jadi hukuman seumur hidup. Masih ada lagi, dengan jumlah lebih kecil, 700 gram. Yono, Yan Munar, Husni, dan Singkek Effendi diadili 1984 PN Jakarta Utara. Mereka diringkus di kawasan Putri Duyung, Ancol, Jakarta. Belum sempat palu hakim jatuh, Yono kabur dari tahanan, setelah rutan Salemba bobol. Penangkapan 5,5 kg terjadi Mei 1985, yang ditanam di hutan Santos, Sao Paolo, Brasil. Heroin murni ini "barang titipan" juga. Reserse Narkotik Mabes Polri menjemput barang tersebut atas petunjuk seorang pelaut Indonesia yang disuruh oleh sindikat pengedar narkotik internasional. Sedangkan yang lebih kecil, 420 gram, pernah didapat polisi dari tangan dua pengedar heroin berwarga negara Malaysia di sebuah hotel kawasan Kota, Jakarta. Keduanya, 13 Mei 1986, dijatuhi hukuman mati dan seumur hidup oleh PN Jakarta Barat. Ada lagi sejumlah penangkapan pengedar dan pembawa heroin murni yang jauh dari "prestasi" tersangka Kamjai di Samarinda. Atau beberapa kasus penangkapan jenis yang lebih ringan, dari heroin, ganja, hasis, hingga candu. Sebagian besar tersangka, setelah ditelusuri, memang tak berdiri sendiri. A. Margana (Jakarta) & Rizal Effendi (Samarinda)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini