INFORMASI yang diterima Polri, mulanya, hampir tak bisa dipercaya: ada pelaut Indonesia diperalat sindikat internasional untuk menyelundupkan heroin dari Bangkok ke Miami, AS. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung: 5,5 kilogram, atau senilai Rp 2 milyar lebih. Terbukti kemudian, informasi itu bisa dipercaya. Lewat penyidikan panjang yang melelahkan, heroin nomor 4 - ini kode untuk heroin murni yang paling baik - itu akhirnya bisa ditemukan dalam keadaan utuh. Bukan di pelabuhan Miami, melainkan dalam hutan cukup lebat di luar kota kecil Santos, Brasil, Amerika Latin. Keberhasilan penyidikan itu diungkapkan Wakil Kepala Dinas Penerangan Mabes Polri, Kolonel Soekarno, pekan lalu. Empat negara, yaitu RI, AS, Muangthai, dan Brasil, terlibat dalam pelacakan panjang tersebut. "Diperlukan waktu sekitar tujuh bulan, sampai barang bisa ditemukan," ujar Soekarno, yang didampingi Letkol B.R.M. Rusdihardjo, pelaksana harian Kasubdit Reserse Narkotik Polri. Info tentang adanya 5,5 kilogram heroin yang akan diselundupkan ke Miami diperoleh Polri pada Februari lalu. Atau sekitar delapan bulan sejak bubuk beracun itu diangkut kapal MV Barber Mennot, yang bertolak dari Bangkok, Juni 1984. Heroin sebanyak 11 pound tadi dikemas dalam kantung menjadi 11 bungkus, dan ditaruh dalam sebuah "kotak es". Entah dengan cara bagaimana, barang itu bisa lolos dari pemeriksaan di pelabuhan Bangkok, dan bisa sampai ke tangan Nedi (bukan nama sebenarnya), 45, warga RI yang menjadi awak kapal Barber Mennot. Sebelumnya, Nedi memang sudah digarap untuk menjadi kurir. Si penitip barang, seorang purnawirawan kolonel AD di Bangkok, kabarnya komplotan penyelundup internasional. Ia itu, konon, sudah beberapa kali ditangkap karena kasus narkotik. Tetapi istrinya, yang selalu ikut berperan, selalu setiap kali lolos dari penyergapan. Kapal yang diawaki Nedi singgah antara lain di Taiwan, Jepang (Tokyo), Los Angeles, dan melewati Terusan Panama, sebelum akhirnya tiba di Miami. Di pelabuhan itulah, menurut rencana, seseorang akan menemui Nedi untuk menjemput barang. Dan di saat itu pula, sedianya Nedi akan menerima imbalan sebesar Rp 30 juta. Sumber TEMPO menyatakan, di setiap pelabuhan yang disinggahi Barber Mennot kapal berbendera Panama yang dimiliki orang Inggris - Nedi di wajibkan melapor kepada seseorang. Dan hal itu selalu dilakukan. Anehnya, ketika kapal itu tiba di pelabuhan Miami, Nedi ternyata sia-sia menunggu seseorang yang akan menjemput barang. Padahal, kapal hanya satu hari sandar di pelabuhan Negara Bagian Florida, AS, itu. Agaknya, kata sumber TEMPO, "Telah terjadi salah komunikasi." Kemungki-nan, kurir yang bertugas menemui Nedi dan mengambil barang dari kapal merasa jeri - takut kalau-kalau usaha penyelundupan sudah tercium petugas. Akibatnya, heroin tetap berada di tangan Nedi, sampai Barber Mennot bertolak ke New York dan Los Angeles. Di kota terakhir itu, kontak Nedi dengan anggota sindikat di AS praktis terputus karena pelaut Indonesia itu kemudian di-PHKkan. Ketika itu, kapal yang diawakinya berganti pemilik. Nama kapal juga diubah menjadi Lloyd San Francisco. Rute Muangthai-AS, yang biasa ditempuh, ikut berubah menjadi AS-Amerika Latin, khususnya Brasil. Meski begitu, Nedi, yang tak berani mengambil barang dari kapal, belum kehilangan harapan untuk memperoleh imbalan. Kepada rekannya, Hargo (bukan nama sebenarnya), 28, bekas awak Barber Mennot yang beruntung bisa menjadi ABK di Lloyd San Francisco, ia memberi tahu tempat barang disembunyikan. Ia, tentunya, sekaligus meminta agar Hargo mengamankannya. Pelaut Hargo, yang kemudian juga diPHK-kan, menetap di Santos. Heroin dalam ice box, entah dengan tujuan apa, ia sembunyikan dalam tanah di hutan, sekitar jalan raya antara Santos dan Guarusa. Itu sebabnya, ketika kapal Lloyd San Francisco pada 20 Mei 1985 berlabuh di New Orleans, AS, petugas yang menggeledah tak menemukan apa-apa. Satu-satunya jalan untuk mencari tahu dimana heroin berada, tentu saja, dengan menanyai Hargo. Diketahui bahwa visa Hargo, yang menjadi tukang las dan bila malam bekerja di bar, hampir habis. Tak ada kemungkinan lain baginya kecuali meninggalkan Brasil dan pacarnya yang cukup cantik. Tiba di Indonesia, ia dicari polisi, dan ia mengaku di mana barang disembunyikan. Namun, polisi Brasil tak bisa menemukan barang tersebut padahal sudah diberi ancer-ancer oleh Polri. Maka, pada bulan Agustus lalu, seorang perwira menengah Polri mengawal Hargo menuju Brasil. Tiba di sana, bersama petugas kepolisian Brasil dan petugas DEA (Drug Enforcement Administration) dari AS, Hargo dibawa ke lokasi. Dan benar, heroin sebanyak 5,5 kilogram itu masih utuh di tempatnya. "Kami semua, ketika itu, merasa lega sekali," ujar perwira menengah Polri yang pergi ke Brasil itu. Saat penggalian dilakukan, katanya, tak banyak dialami kesulitan karena tanahnya cukup gembur. Lagi pula, ice box tak terlalu dalam dipendam. Heroin itu kabarnya kini ada di tangan DEA. Petugas di sana masih penasaran untuk bisa menangkap anggota sindikat narkotik, sebagai pihak penerima heroin dari Bangkok tadi. Akan halnya kedua pelaut RI, Nedi dan Hargo, kini tak ditahan. Pemerintah Brasil dan AS, menurut sumber TEMPO, tak berniat mengadili mereka. Heroin toh sudah ditemukan sebelum sempat terjual. "Disadari bahwa penanganan secara hukum saja atas perkara ini tak akan menyelesaikan masalah," kata sumber itu. Surasono Laporan Didi Prambadi (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini