IKLAN Garuda Indonesia memperkenalkan Kelas Eksekutifnya, yang cukup gencar, tampaknya mulai menampakkan hasil. Ini mungkin akan membesarkan semangat Garuda yang belasan tahun tidak "percaya" pada iklan. Dalam penerbangan Jakarta-London, minggu lalu, kursi-kursi Kelas Eksekutifnya hampir penuh. "Ada kemajuan," kata seorang penumpang menyatakan kepuasaan. Mejanya diberi taplak kain putih sebelum makanan dihidangkan. Ini sebetulnya merupakan ciri Kelas Utama pada penerbangan lain Penumpang jurusan Singapura diberi hadiah teh celup dua kotak. Tetapi, layanan par excellence masih jauh dari jangkauan. Artinya, ruang untuk perbaikan masih terbuka lebar. Masih banyak hal yang dapat dan harus dilakukan Garuda untuk meningkatkan daya saing internasionalnya. Di antara negara-negara ASEAN saja Garuda Indonesia harus bersaing keras dengan reputasi layanan Singapore Airlines dan Thai. SIA bahkan sudah termasuk Top-10 maskapai penerbangan dunia. Apa, sih, kiatnya SIA? Minggu lalu, dalam Kongres Produktivitas Nasional Singapura, Direktur Komersial SIA, Michael Tan, tanpa ragu-ragu menyebutkan resepnya. Salah satu contoh: peraturan internasional menyatakan bahwa sebuah B-747 memerlukan 16 pramugari. SIA menempatkan 18 pramugari. Lho, itu 'kan tidak produktif? Michael tersenyum. "Untuk mutu layanan yang lebih tinggi, kita memang memerlukan lebih banyak orang," katanya. Dalam iklan-iklannya pun SIA tak canggung mengagulkan pramugarinya. "Soalnya, untuk mendapatkan mcreka saja tak mudah," kata Michael. Jelas, mereka harus cantik, ramping, dan padat. Tetapi, ada dua kriteria lain yang justru sering absen pada gadis-gadis cantik: antusiasme terhadap kerja dan kepedulian terhadap orang lain. Pramugari SIA tidak hanya manis kepada penumpangnya, tapi mereka juga manis kepada sesama awak kabin. Selama tiga bulan gadis-gadis SIA dilatih tentang segala aspek pelayanan, termasuk menampilkan diri secara akrab - tetapi tidak genit - di tengah khalayak penumpang. Secara khusus mereka juga dilatih untuk membantu menyenangkan perjalanan orang tua, ibu hamil, ibu yang membawa anak, orang yang sakit, dan anak-anak. Di SIA, orang-orang seperti itu memang harus "dimanjakan" secara khusus. Pendidikan tiga bulan itu ternyata belum cukup. Setelah berdinas beberapa bulan, setiap awak kabin harus lagi mengikuti latihan wajib selama dua bulan untuk diperkenalkan pada aspek-aspek pelayanan di darat. "Ini membuat mereka menjadi pramugari komplet," kata Michael. Komplet dalam arti mampu menjawab semua pertanyaan penumpang dalam segala aspek layanan jasa penerbangan. Setiap karyawan setiap tahun sedikitnya harus mengikuti satu kali pendidikan tambahan. Untuk itu, SIA menganggarkan Rp 15 milyar setahun. Hal lain yang merupakan ciri menonjol dalam layanan SIA adalah kebersihan pesawat, baik luar maupun dalam. Ini pun ternyata punya rahasia, selain kenyataan bahwa memang pesawat-pesawat mereka lebih baru. SIA menerapkan program yang dinamakan Aircraft Adoption Program. Setiap pesawat diadopsi oleh satu tim yang terdiri atas 5-6 orang staf SIA dari berbagai bidang kedinasan. Para bapak dan ibu angkat pesawat ini boleh datang setiap saat untuk memeriksa dan menjenguk "anak angkat"-nya. Mereka bertanggung jawab langsung kepada pimpinan puncak akan kebersihan pesawat. Tentang ketepatan waktu pun SIA punya kiat tersendiri. Setiap keberangkatan dan kedatangan dicatat dalam komputer SIA yang kabarnya merupakan instalasi terbesar di Asia Tenggara. Keluarnya kopor yang pertama dan terakhir dari setiap penerbangan pun dimonitor dan dicatat dalam komputer. Dua kali dalam seminggu sebuah komite yang terdiri atas para pimpinan puncak akan sccara khusus membahas setiap bentuk keterlambatan dan langsung mengambil tindakan. Di SIA pun berlaku sebuah program yang disebut customer awareness program. Program ini dilandaskan pada konsep yang sederhana: you before me. Kedengarannya gampang, tetapi pada kenyataannya diperlukan pengabdian yang luar biasa untuk melaksanakannya. Toh, ada saja penumpang yang belum puas. Tiap dua minggu SIA memproses 6.000 kuesioner yang diisi oleh para penumpang. Setiap keluhan dan pengaduan dibaca oleh pimpinan puncak. "We are very religious in treating complaints," kata Michael. Setop dulu di sini. Ini memang bukan ode atau lagu pujian bagi SIA. Bagaimanapun, kita semua merasa memiliki Garuda Indonesia. Kita semua prihatin akan apa yang terjadi pada Garuda Indonesia. Kita semua ingin melihat kemajuan dan peningkatan mutu layanan Garuda Indonesia. Bahwa kita semua masih setia terbang dengan Garuda hanyalah menunjukkan kemauan kita untuk mengurangi kenyamanan dan harapan. Masalahnya sekarang, apakah Garuda juga merasa memiliki kita. Dan peduli akan harapan kita? Bondan Winarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini