Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mari Meramal Angin

Perusahaan pelayaran yang tergabung dalam INSA sedang diliputi kesulitan uang & terancam bangkrut akibat semakin merosotnya pemesan jasa. INSA meminta Bapindo untuk memberi bantuan. (eb)

26 Oktober 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERUSAHAAN pelayaran swasta nasional kini bagaikan terperangkap di daerah angin mati. Sebagian dikabarkan sudah karam, yang lain bergerak tersendat-sendat. Karenanya, tanpa malu-malu lagi, asosiasi perusahaan perkapalan Indonesia (INSA) baru-baru ini meminta bantuan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) yang selama ini dipandang sebagai tulang punggung kredit perkapalan. Uluran Bapindo diharapkan akan merupakan angin yang bisa menggerakkan mereka kembali lebih terarah. Keprihatinan anggota INSA, terutama, meliputi kalangan perusahaan pelayaran Nusantara. Kabarnya, 40% dari 52 perusahaan tak bergerak lagi. Sedangkan lainnya masih berusaha beroperasi kendati dengan tersendat-sendat. Ketua unsur pelayaran Nusantara INSA, Syamsudin Martowijoyo, mengakui bahwa perusahaan sudah untung bila masih bisa bertahan sampai dewasa ini. "Yang bisa mencapai titik impas, rasanya tak ada lagi," ujar Syamsudin, yang juga menjabat Direktur Utama PT Bahari. Perusahaan pelayaran itu, umumnya, diliputi kesulitan uang tunai. Pemesan jasa angkutan terbatas, pembayaran mereka sering mundur sampai sembilan bulan. Padahal, perusahaan pelayaran itu harus mengangsur pinjaman pokok dan bunga pada bank, terutama Bapindo. Dengan alasan itu, INSA meminta agar bank meninjau kembali persyaratan kredit. Direktur Bapindo Urusan Kredit Maritim, Subekti Ismaun, kepada TEMPO menyatakan bahwa bisa memahami kelesuan usaha di bidang pelayaran. Bapindo tidak menyangkal bahwa telah salah mengantisipasi keadaan kemaritiman yang bakal terjadi setelah mencairkan kredit. Tapi kesalahan itu terjadi, katanya, karena di luar perkiraan. Misalnya tentang munculnya surat keputusan bersama tiga menteri tentang larangan ekspor kayu bulat, sejak 1984. Padahal, Bapindo telanjur membeli 36 kapal pengangkut kayu bulat ketika terjadi boom ekspor, pada akhir 1970-an. Semangat Bapindo membiayai pembelian kapal untuk angkutan khusus minyak pun, ternyata, kemudian membawa risiko. Merosotnya harga minyak menyebab-kan Pertamina mencari tanker sewaan yang lebih murah. Begitu pula kasus di sektor angkutan lepas pantai. Ketika bisnis pengeboran minyak lepas pantai sampai di puncaknya, semula diperhitungkan perusahaan perkapalan di situ akan untung. Tapi, yang terjadi kemudian, pengeboran lesu, sehingga langsung memukul pelayaran lepas pantai. Sektor pelayaran samudra juga sama. Setelah diadakan penciutan jumlah perusahaan pelayaran samudra, Bapindo memperkirakan sudah bisa memberikan kredit. Ternyata, kemudian kapal asing diizinkan masuk, yang mengakibat-kan serunya persaingan mencari muatan. Untuk sektor-sektor pelayaran itu, Bapindo telah menyalurkan kredit kepada enam perusahaan samudra, 10 pelayaran Nusantara, 15 pelayaran khusus, dan 12 kapal pengangkut kayu bulat, serta belasan perusahaan pelayaran lepas pantai, yang jumlahnya lebih dari Rp 100 milyar. Subekti tak menjelaskan adakah kapal yang terpaksa disita kembali karena nasabah gagal memenuhi kewajiban. Bapindo belum menjawab permintaan INSA supaya bunga pinjaman diturunkan dan masa angsuran pinjaman diturunkan. Menurut Subekti, hal itu masih perlu dibicarakan dengan Bank Indonesia, yang merupakan sumber utama (50%) dana Bapindo. Direktur Perkreditan Maritim Bapindo itu cenderung tetap mewajibkan nasabahnya membayar bunga. Prinsipnya, ia hanya mau menurunkan kewajiban membayar untuk sementara. Misalnya, nasabah yang baru bisa mengangsur 50% diminta membayar dulu menurut kemampuannya itu, selebihnya bisa ditebus kalau keadaan sudah membaik. Namun, kapan dunia pelayaran nasional akan membaik? Max Wangkar Laporan Toriq Hadad & Yusroni (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus