Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat ke Dewan Etik. Peneliti ICW, Lalola Easter, mengatakan pelaporan itu terkait dengan dugaan adanya lobi-lobi oleh Arief kepada sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk menjadi hakim MK.
"Apa yang dilakukan oleh yang bersangkutan patut diduga sebagai pelanggaran etik. Kami beranggapan ada dugaan yang bersangkutan memperdagangkan pengaruhnya terkait dengan perkara yang sedang ditangani MK," katanya di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Desember 2017.
Baca juga: Arief Hidayat Siap Jelaskan Isu Lobi Politik ke Dewan Etik MK
Peneliti ICW lain, Tama S. Langkun, menilai pemberitaan tentang dugaan adanya lobi untuk mendapatkan status sebagai hakim MK perlu menjadi perhatian. "Kalau yang diduga tersebut benar, maka potensi pelanggaran bisa terjadi. Itu yang dikhawatirkan," ujarnya. Koalisi pun, kata dia, meminta Dewan Etik mengusut dugaan ini untuk menjaga independensi dan integritas mahkamah.
Ihwal lobi Arief terhadap anggota Dewan diungkapkan majalah Tempo pekan ini. Dalam laporan Tempo, Arief diduga melobi pemimpin Komisi III hingga pemimpin fraksi di Dewan. Tujuannya, agar pemimpin partai mendukung Arief sebagai calon tunggal hakim konstitusi.
Arief membantah tudingan tersebut. Ia berdalih datang memenuhi undangan Komisi Hukum di Hotel MidPlaza atas persetujuan dewan etik lembaganya. "Saya tidak lobi, saya hanya datang pada waktu diundang DPR sesuai dengan izin Dewan Etik," ucapnya.
Baca juga: Soal Lobi ke DPR, Dewan Etik Akan Panggil Hakim MK Arief Hidayat
Tama menilai, jika kabar tersebut bisa dibuktikan, seorang hakim MK bisa disebut melanggar kode etik dan pedoman hakim. Ia pun khawatir jika lobi tersebut mempengaruhi independensi hakim dalam penanganan perkara. "Ketika tidak ada independensi, ini akan mengancam keadilan bagi pihak yang berpekara," tuturnya.
Tama pun berharap Dewan Etik memproses laporan koalisi. Terlebih, kata dia, Arief Hidayat pernah menerima sanksi dalam kasus surat katebelece pada 2016. Ia terbukti menyalahgunakan wewenang sebagai Ketua MK. "Kelayakan tersebut apakah masih dimiliki oleh yang bersangkutan. Ini harusnya juga jadi pertimbangan DPR," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini