Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) khawatir Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang baru, Komisaris Jenderal Idham Azis, akan mengedepankan pendekatan penindakan ketimbang pencegahan. Kontras menilai pendekatan penindakan ini selalu digunakan Tito Karnavian sewaktu menjadi Kapolri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Di zaman Tito Karnavian selalu digunakan pendekatan penindakan. Kekhawatiran Kontras, ketika Idham Azis memimpin, metode penindakan ini juga lebih dikedepankan," kata peneliti Kontras Rivanlee Anandar kepada Tempo, Rabu malam, 30 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rivanlee menyinggung Idham berlatar belakang Detasemen Khusus (Densus) 88 yang cara kerjanya lebih ke arah penindakan. Dia juga membeberkan sejumlah catatan rekam jejak Idham menangani perkara.
Salah satu contohnya ialah extrajudicial killing dengan alasan pengamanan Asian Games 2018. Idham yang saat itu masih menjabat Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Kapolda Metro Jaya) memerintahkan anak buahnya untuk menembak di tempat para terduga pelaku begal dan jambret, dengan dalih pengamanan Asian Games.
Menurut catatan Kontras, dalam kurun 3 Juli-3 Agustus 2018, Polri telah menurunkan 1.000 personel yang terbagi dalam 16 tim untuk menindak para terduga begal dan jambret. Setelah operasi rampung, Polda Metro Jaya merilis data bahwa ada 320 orang ditahan, 42 orang ditembak pada bagian kaki, dan 11 orang ditembak mati.
"Atas peristiwa itu juga tidak ada audit dan evaluasi atas instruksi tembak di tempat yang menghilangkan nyawa seseorang saat statusnya masih tersangka," kata Rivanlee.
Berkaca dari pengalaman ini, Kontras khawatir Idham Azis akan lebih menekankan pendekatan penindakan. Menurut Rivanlee, Idham luput bahwa terjadinya sebuah peristiwa juga disebabkan lemahnya penegakan hukum atau pencegahan yang dinilai tidak kompeten.
"Misalnya, kalau takut begal dan jambret, kan bisa dengan patroli reguler. Tapi extrajudicial killing yang dilakukan tim gabungan, waktu itu Idham Azis Kapolda Metro Jaya, menunjukkan masih dikedepankannya proses penindakan," kata Rivanlee.
Masih sewaktu Idham menjabat Kapolda Metro Jaya, lanjut Rivanlee, Kontras mencatat setidaknya terdapat 121 kasus kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian dalam daerah yurisdiksi Polda Metro Jaya. Data ini merupakan hasil pemantauan Kontras selama Agustus 2017-Desember 2018.
Dari angka itu, sebanyak 90 di antaranya merupakan kasus penembakan, 16 kasus pembubaran paksa, 9 kasus penganiayaan, 7 kasus intimidasi, 3 kasus kriminalisasi, 3 kasus penyiksaan, 3 kasus penangkapan sewenang-wenang, dan 1 kasus pemerasan.
"Dari catatan tersebut kami khawatir terpilihnya Idham Azis ini tidak akan berbeda jauh, proses penanganan suatu peristiwa lebih mengedepankan penindakan," ujar Rivanlee.
Adapun saat Polri dipimpin Tito Karnavian, Kontras mencatat terdapat setidaknya 423 peristiwa penembakan yang mengakibatkan 435 jiwa luka-luka dan 229 tewas dalam kurun waktu Juni 2018-Mei 2019. Selain itu, ada pula 57 peristiwa penyiksaan yang kebanyakan (51 di antaranya) bertujuan memaksa pengakuan korban.
Dari segi jaminan atas kebebasan berpendapat, Kontras menemukan setidaknya terjadi 74 kasus peristiwa pembubaran aksi dengan 678 orang ditangkap dan 66 orang luka-luka. Angka ini belum ditambah peristiwa aksi massa 23-30 September yang juga ditangani polisi dengan represif.
Idham Azis terpilih menjadi Kapolri menggantikan Tito Karnavian yang didapuk menjadi Menteri Dalam Negeri di kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Idham telah menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dan disetujui secara aklamasi.