Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

IM57+ Institute: Esktradisi Paulus Tannos Pertaruhan Kapasitas dan Integritas KPK

Kegagalan penangkapan Paulus Tannos di masa lalu terjadi karena lambannya KPK dalam bertindak

26 Januari 2025 | 13.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Lakso Anindito (kanan) menggantikan M. Praswad Nugraha menjadi Ketua IM57+ Insititute dalam Kongres II sebagai akhir masa kepengurusan Pengurus Periode 2021-2024, 16 November 2024. Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, menilai penangkapan buron kasus korupsi pengadaan e-KTP, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, menjadi pertaruhan kapasitas dan integritas Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lakso mengatakan kegagalan penangkapan Paulus Tannos di masa lalu terjadi karena lambannya KPK dalam bertindak pasca-penetapan tersangka pada Agustus 2019 pada saat pimpinan KPK era sebelum Firli Bahuri. "Terlebih DPO baru diterbitkan pada tahun 2021," kata Lakso dalam keterngan tertulis, Sabtu, 25 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pilihan Editor: Setelah Pecalang Menjadi Pengamanan Desa Adat

Dia menjelaskan periode 2019 sampai 2021 menjadi masa krusial internal KPK dengan kepimpinan baru Firli Bahuri, yang mana terjadi pemberhentian terhadap para penyidik e KTP. Momentum penangkapan dengan bantuan Corrupt Practices Investigation Berau (CPIB) Singapura atas permintaan KPK merupakan hal yang perlu diapresiasi dan dikawal.

Sebab, menurut dia, langkah tersebut menunjukan pimpinan KPK yang baru memiliki keinginan menutaskan berbagai kasus yang menjadi pekerjaan rumah yang tidak kunjung tuntas pada periode sebelumnya karena persoalan integritas dan kapasitas. Pimpinan KPK yang baru juga mampu memanfaatkan penggunaan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura pada 2024 yang sebetulnya sudah berlaku pada periode pimpinan sebelumnya.

Sehingga, kata Lakso, saat ini menjadi momentum penting untuk mengawal kasus tersebut hingga tuntas agar Paulus Tannos berhasil dikembalikan khususnya kemampuan otoritas Indonesia, termasuk KPK, dalam mendukung ekstradisi Tannos ke Indonesia pada sidang yang sedang dilaksanakan di Singapura.

Indonesia, kata Lakso, harus menggunakan segala kapasitas diplomatiknya untuk mendukung proses pemulangan tersebut sebagai dukungan pada kerja KPK. Hal tersebut mengingat hasil pengembalian akan ditentutkan berdasarkan putusan pengadilan yang saat ini berjalan karena proses penahanan di Penjara Changi hanya bersifat sementara.

Pascapengembalian Paulus, KPK harus menelusuri secara tuntas sehingga proses ini tidak menjadi drama yang hanya ramai di awal. KPK harus menggunakan segala kemampuannya tanpa intervensi sehingga mampu mendapatkan penerima manfaat secara menyeluruh untuk meminta pertanggungjawaban mengingat jumlah mega korupsi yang terjadi pada kasus e KTP.

Lakso mengingatkan jangan sampai KPK melemah karena adanya intervensi pada penanganan kasus Paulus Tannos.

Sebagaimana informasi yang diperoleh Tempo dari seorang pejabat yang mengetahui kasus ini, masa penahanan sementara Paulus Tannos selama 45 hari, sesuai perjanjian ekstradisi buronan antara Singapura dan Indonesia. Adapun otoritas Singapura menangkap Tannos pada 17 Januari 2025.

Pada kesempatan berbeda, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, mengatakan bahwa penahanan sementara Paulus sesuai denga perjanjian ekstradisi, yang mana pengajuan penahanan sementara dilakukan oleh KPK melalui jalur police to police (provisional arrest) berdasarkan perjanjian ekstradisi, yakni ke Divhubinter Mabes Polri.

Dia berkata KPK mengirim permohonan dengan melampirkan kelengkapan persyaratan penahanan tersebut, yang kemudian Divhubinter bersurat ke Interpol Singapura dan atase kepolisian Indonesia di sana. Berikutnya, permintaan tersebut dilanjutkan ke CPIB. Karena penahanan di Singapura harus melalui proses kejaksaan dan pengadilan, lantas atase jaksa melakukan koordinasi dengan CPIB, jaksa dan pengadilan di Singapura.

Tessa mangatakan bahwa pemenuhan syarat penahanan dilakukan melalui komunikasi email antara atase kepolisian dan atase jaksa dan penyidik perihal pemenuhan kelengkapan persyaratan yang diminta pengadilan Singapura sampai adanya putusan pengadilan pada 17 Januari 2025 untuk penahanan sementara Paulus.

Sementara itu, pada Jumat, 24 Januari 2025, Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Krishna Murti, menyampaikan bahwa Indonesia telah mendeteksi keberadaan Paulus Tannos di Singapura sejak akhir 2024. Pemerintah lalu mengirim surat permohonan penahanan sementara PAR terhadap Paulus ke otoritas Singapura.

Otoritas Singapura kemudian mengabulkan permohonan itu dan menangkap Paulus Tannos. “Kami mendapatkan informasi bahwa pada 17 Januari Paulus Tannos berhasil diamankan oleh CPIB,” kata Krishna.

Krishna mengatakan, Polri bersama sejumlah kementerian dan lembaga telah menggelar rapat koordinasi di Divhubinter pada 21 Januari 2025 untuk menindaklanjuti kasus ini. Saat ini, proses ekstradisi sedang dipimpin oleh Kementerian Hukum dan HAM dengan dukungan dari Polri, KPK, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Luar Negeri.

Intan Setiawanty dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Mutia Yuantisya

Mutia Yuantisya

Alumnus Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang ini memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2022. Ia mengawalinya dengan menulis isu ekonomi bisnis, politik nasional, perkotaan, dan saat ini menulis isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus