Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Indonesia Darurat Kekerasan Polisi, Sejumlah Aktivis HAM Desak Kapolri Listyo Sigit Dicopot

Sejumlah aktivis HAM menyatakan bahwa Indonesia saat ini mengalami darurat kekerasan polisi. Desak Kapolri Listyo Sigit dicopot.

11 Desember 2024 | 17.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang tergabung dalam organisasi Social Movement Institute (SMI), menyatakan bahwa Indonesia saat ini tengah menghadapi darurat kekerasan oleh anggota Kepolisian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Perombakan di pucuk pimpinan tertinggi yaitu Kapolri musti dilakukan secepatnya, mengingat kinerja kepemimpinan selama ini menjauh dari ciri polisi negara demokrasi dan hak asasi," kata pendiri SMI, Eko Prasetyo, dalam keterangannya pada Rabu, 11 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Eko menyampaikan bahwa kekerasan oleh Polisi telah menelan banyak korban fisik maupun korban jiwa. Berdasarkan catatan Amnesty International, kata dia, ada 579 warga sipil yang menjadi korban kekerasan Polisi selama rangkaian unjuk rasa 22-29 Agustus 2024 di sejumlah Provinsi. 

Selain itu, organisasi HAM internasional itu juga mencatat sebanyak 115 kasus kekerasan terjadi di berbagai wilayah Indonesia sepanjang periode Januari-November 2024.

"Namun selama ini tak pernah ada  investigasi yang memadai sebagai bentuk akuntabilitas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh aparat," tutur Eko. 

Ia menilai bahwa rendahnya transparansi dan tidak adanya penghukuman yang tegas bagi pelaku dari pemimpin komando di kepolisian menjadi penyebab utama berulangnya kekerasan. Menurutnya, alih-alih melindungi, Kepolisian justru memandang tuntutan masyarakat sebagai ancaman, sehingga responnya selalu berujung pada kekerasan. 

"Bahkan dalam banyak situasi, kekerasan terjadi hanya karena ketersinggungan aparat kepolisian hingga kekhawatiran yang tak beralasan," katanya. 

Eko berpendapat bahwa sanksi etik sudah tidak relevan lagi. Aparat Kepolisian yang terlibat kasus kekerasan harus diberikan tindakan tegas. "Menjatuhkan sanksi pidana bukan sanksi etik," ucap dia. 

Aktivis HAM yang sering menjadi pembicara di Kampus-Kampus itu mendesak agar pemerintah melakukan reformasi menyeluruh di tubuh Polri. Ia mengingatkan bahwa kemandirian yang dimiliki Polri saat ini adalah perjuangan semua gerakan masyarakat sipil. 

"Maka wajib bagi polisi membayar ‘hutang sejarah’ itu dengan menghidupkan lagi kultur HAM dalam wewenangnya," ujar Eko.

Selain mencopot pucuk pimpinan Polri yaitu Jenderal Listyo Sigit Prabowo, aktivis HAM ini juga meminta agar pemerintah memberi ruang bagi publik untuk menilai kinerja polisi. 

"Dengan membuka partisipasi masyarakat untuk memilih pimpinan kepolisian di level pusat hingga daerah," tutur Eko.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus