Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERTEMUAN Kepala Bea dan Cukai Bandar Udara Soekarno-Hatta, Finari Manan, dengan Direktur Utama PT Aerofood Indonesia, Sis Handaya Aziz, berakhir tanpa kesepakatan. Pada akhir November lalu, Sis meminta Finari menghentikan penyelidikan dugaan penyelundupan sepeda motor Harley-Davidson dan sepeda Brompton dalam pesawat Airbus A330-900 Neo anyar milik maskapai Garuda Indonesia. Finari menolak permintaan itu.
Penyelundupan ini diduga melibatkan Direktur Utama PT Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra—biasa disapa Ari Askhara. PT Aerofood adalah anak perusahaan Garuda Indonesia. “Kami menyelidiki kasus ini secara profesional,” kata Finari saat menerima wartawan Tempo, Linda Trianita dan Mustafa Silalahi, di ruang kerjanya, Jumat, 6 Desember lalu.
Bagaimana Sis Handaya Aziz melobi Anda untuk menghentikan kasus ini?
Pak Sis sebelumnya bertemu dengan Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Hengky Aritonang. Dia menyampaikan ingin bertemu dengan saya untuk menanya-kan kasus yang dialami Garuda Indonesia. Saya meminta pertemuan itu ditunda karena kasusnya belum selesai.
Pertemuan itu akhirnya terjadi?
Iya, bulan lalu. Bagaimanapun, kami ini satu komunitas di Bandara Soekarno-Hatta. Wajar kalau kami bertemu. Dia menanyakan soal kasus Garuda Indonesia. Saya menjawab bahwa kasus sedang diteliti, jadi tunggu saja sampai selesai. Dia juga bertanya soal solusi. Biasalah kalau orang ada masalah pasti bertanya soal solusi. Pihaknya menawarkan agar mereekspor barang-barang itu ke Prancis.
Apa jawaban Anda?
Saya bilang tidak bisa. Itu bukan solusi. Saya minta maaf kepada beliau. Reekspor itu ada syaratnya. Bukan semata-mata barang enggak bisa masuk, lalu reekspor. Tindakan itu bisa dilakukan kalau barang tersebut salah kirim. Dalam pemeriksaan kami, barang-barang yang ditemukan di dalam pesawat Garuda itu bukan kategori barang reekspor.
(Sis Handaya Aziz membantah menemui Finari Manan dan Hengky Aritonang. “Saya tidak pernah bertemu dengan keduanya,” ujarnya lewat pesan WhatsApp, Jumat, 6 Desember lalu. Dihubungi terpisah, Hengky juga tak menjawab soal pertemuan itu.)
Larangan mendatangkan sepeda motor bekas ada dalam peraturan apa?
Kendaraan bermotor bekas itu ada ketentuannya dari Kementerian Perdagangan. Semua barang bekas tidak boleh masuk kecuali mendapat izin. Izin itu juga harus diurus sebelum berangkat dari negara asal.
Sejauh mana penyelidikan Bea-Cukai?
Saat ini, kami masih melakukan penelitian yang lebih dalam. Kami sudah bolak-balik mewawancarai penumpang berinisial SAS. Kami juga sudah mewawancarai dua petugas ground handling.
(Dalam manifes pesawat terdapat nama Satyo Adi Swandhono yang menjabat Senior Manager PT Garuda Indonesia.)
Bagaimana pengakuannya saat diperiksa?
Hampir sama seperti yang disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir dalam konferensi pers pada Kamis, 5 Desember lalu. SAS mengaku membeli Harley itu lewat eBay, tapi tidak bisa menunjukkan akun dan bukti transaksi.
Apa tindak pidananya?
Kami lebih berfokus pada pelanggaran kepabeanan. Yang pasti ini adalah penyelun-dupan. Saya tak mau menzalimi siapa pun.
Apa kesalahan para pejabat Garuda Indonesia itu?
Seharusnya mereka memiliki niat baik sebelum turun dari pesawat dengan mendeklarasikan barang-barang tersebut. “Eh, ini saya bawa sepeda, ya. Ada Harley juga, ya.” Nah, kalau disampaikan, berarti dia declare.
Mereka menerima formulir deklarasi barang saat di atas pesawat?
Setiap pesawat dari luar negeri yang akan mendarat di Indonesia akan menerima formulir customs declaration. Mereka tidak mengisi formulir itu.
Bea-Cukai tidak mengetahui Harley-Davidson itu milik siapa?
Aduh. Saya tidak tahu, ya. Biar Kementerian BUMN yang menyampaikan.
Apa benar rombongan pejabat dari luar negeri sering menyelundupkan barang mewah?
Penyelundupan seperti ini sudah beberapa kali terjadi. Saya mengimbau masya-rakat, khususnya pejabat, membawa barang-barang mewah berarti harus membayar pajak. Mereka harus tahu bahwa barang bekas juga dilarang. Jangan coba-coba dibawa. Ini bukan peraturan baru. Jadi, ketika kembali ke Indonesia, tidak kaget, marah-marah, dan lain sebagainya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo