Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Ini Alasan UGM Tak Bawa Kasus Kekerasan Seksual oleh Guru Besar ke Ranah Hukum

UGM tidak akan melaporkan kasus kekerasan seksual oleh guru besar ke penegak hukum karena kedudukan hukum paling kuat melakukannya adalah korban.

16 April 2025 | 11.38 WIB

Kampus Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Dok. UGM
Perbesar
Kampus Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Dok. UGM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak akan melaporkan kasus kekerasan seksual yang dilakukan guru besar Fakultas Farmasi Edy Meiyanto (EM) terhadap mahasiswi ke kepolisian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sekretaris UGM Andi Sandi Antonius mengatakan, meskipun Edy Meiyanto telah diberhentikan sebagai dosen, kampus tidak dalam posisi melaporkannya ke aparat penegak hukum karena kedudukan hukum atau legal standing paling kuat untuk melakukannya adalah korban.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Terkait apakah korban tidak mau melapor, saya belum pernah mendengar dan melihat, dan saya mohon maaf tidak akan memberikan statement. Ini demi melindungi korban," ujarnya di kampus UGM, Sleman, DIY, Selasa, 15 April 2025.

Dia pun enggan mengomentari lebih lanjut terkait sikap korban, dengan alasan untuk melindungi privasi mereka.

"Kalau kami dari UGM, yang pertama dan yang utama tugas kami adalah melakukan perlindungan dan pendampingan kepada para korban," katanya seperti dikutip Antara.

Ia juga mengatakan, proses pemeriksaan disiplin kepegawaian terhadap EM sedang berjalan. UGM telah membentuk tim pemeriksa disiplin kepegawaian setelah menerima pelimpahan wewenang dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek).

"Kalau dari sisi waktu kami tidak bisa menentukan, tetapi yang kami bisa sampaikan adalah proses ini akan kita percepat. Kalau SK-nya (tim pemeriksa kepegawaian) sudah keluar," ujar Andi.

Terkait status EM sebagai pegawai negeri sipil (PNS), Andi menyebut hak dan kewajiban sebagai PNS dapat dihentikan setelah ada keputusan sanksi disiplin dari Kemendiktisaintek.

"Tanpa ada putusan yang final, kemudian terus kita menghapuskan hak dan kewajiban seseorang, dia akan bisa menggugat kita," ujar dia.

Proses Hukum Perlu Dilakukan

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY Erlina Hidayati menilai proses hukum tetap perlu dilakukan terhadap pelaku kekerasan seksual.

Dia menuturkan bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) mengamanatkan semua kasus untuk dilaporkan agar bisa ditindaklanjuti. "Agar ada apa upaya jera, membuat jera pelaku dengan proses hukum itu," kata Erlina.

Menurut dia, kendati UGM telah menjatuhkan sanksi pemberhentian sebagai dosen kepada EM, proses hukum tetap dibutuhkan untuk memastikan kontrol sosial berjalan.

Erlina menambahkan, pihaknya tengah berupaya menjalin komunikasi dengan UGM untuk membahas penanganan lanjutan atas kasus tersebut.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi akan mengunjungi UGM pada Kamis besok, 17 April 2025, guna memantau langsung perkembangan penanganan kasus kekerasan seksual tersebut.

"Untuk kasus di UGM, kami akan ke Yogyakarta lusa. Kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya karena ada keputusan tegas yang sangat baik yang dilakukan oleh civitas akademika UGM," kata Arifah Fauzi di Jakarta, Selasa.

Menurut Arifah, keputusan UGM bisa menjadi contoh bagi kampus-kampus lain, terutama bila terjadi kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

Dalam upaya penanganan dan pendampingan korban, KemenPPPA melalui tim layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) terus bersinergi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD PPA) Provinsi D.I. Yogyakarta untuk memastikan korban mendapatkan pendampingan, layanan psikologis, dan bantuan hukum yang komprehensif.

Perlu Dikawal

Peneliti The Indonesian Institute (TII) Made Natasya Restu Dewi Pratiwi mengatakan penyelesaian kasus kekerasan seksual harus dikawal bersama sebagai bentuk aksi nyata warga untuk memutus budaya normalisasi kekerasan seksual.

Menurut dia, maraknya kasus kekerasan seksual mencerminkan penegakan hukum yang belum maksimal sehingga para pelaku masih melenggang bebas untuk menjalankan aksinya. Selain itu, penyelesaian kasus juga perlu memiliki paradigma yang berorientasi kepada keamanan korban.

"Penguatan Undang-Undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) perlu diperkuat kembali pada seluruh instansi, terutama pada fasilitas yang menyangkut hak pelayanan publik, seperti pada instansi pendidikan, fasilitas kesehatan, hingga transportasi umum," kata Natasya seperti dikutip Antara.

Menurut dia, masyarakat perlu mendapatkan perlindungan dan pelayanan yang aman, bukannya justru terancam hak asasi manusianya akibat instansi yang tidak berkomitmen dalam penanganan kekerasan seksual.

Dia juga menegaskan bahwa segala macam bentuk kekerasan seksual harus ditindaklanjuti secara menyeluruh agar tidak semakin banyak korban yang terdampak.

Pembentukan satuan tugas (satgas) di fasilitas terkait juga perlu disertai dengan sumber daya pendukung dan pelaksanaan rencana aksi nyata, bukan hanya sekadar formalitas untuk kepentingan citra instansi belaka.

Guru Besar Fakultas Farmasi UGM Edy Meiyanto telah diberhentikan tetap dari jabatan dosen melalui SK Rektor pada 20 Januari 2025 setelah terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah mahasiswa.

Proses pemeriksaan etik dilakukan oleh Satgas PPKS UGM sejak Agustus hingga Oktober 2024 berdasarkan laporan yang masuk pada Juli 2024.

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 13 korban dan saksi, ditemukan bahwa tindakan kekerasan seksual dilakukan EM dengan modus pendekatan akademik seperti saat bimbingan tugas akhir dan persiapan lomba yang mayoritas berlangsung di luar kampus.

Laporan lengkap soal kekerasan seksual oleh Profesor Edy Meiyanto bisa dibaca di sini: Kekerasan Seksual Guru Besar Fakultas Farmasi UGM

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus