Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Inilah Sederet Aturan yang Dilanggar Ormas PGN dalam Kasus Pembubaran People's Water Forum

Pembubaran People's Water Forum (PWF) 2024 oleh ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN) melanggar beragam aturan. Apa saja?

23 Mei 2024 | 15.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Hotel Oranjje di Denpasar, Bali, yang menjadi lokasi pengganti pelaksanaan acara People's Water Forum 2024 setelah panitia harus memindahkannya dari Kampus ISI Denpasar, Selasa 21 Februari 2024. Gelaran yang mengiringi World Water Forum ke-10 di Nusa Dua itu mengalami intimidasi aparat di lokasi yang pertama dan pembubaran paksa oleh ormas di tempat yang kedua. Tempo/Irsyan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pembubaran paksa acara People's Water Forum (PWF) 2024 oleh ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN) dinilai melanggar hukum. PGN membubarkan acara tandingan World Water Forum (WWF) 2024 itu dengan alasan melanggar imbauan Pejabat Gubernur Bali Mahendra Jaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRUHA), Reza Sahib, mengatakan pembubaran dilakukan dengan cara memaksa. "PGN telah merampas banner, baliho, dan atribut agenda secara paksa. Bahkan melakukan kekerasan fisik kepada beberapa peserta forum," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin, 20 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koalisi Masyarakat Sipil juga menilai adanya pelanggaran HAM dalam peristiwa pembubaran PWF 2024 dan meminta Komnas HAM mengusut kasus tersebut. Koalisi menilai kekerasan dalam pembubaran PWF 2024 telah melanggar berbagai hak yang telah dijamin oleh konstitusi, di antaranya hak atas rasa aman, hak atas bebas berkumpul dan bebas untuk mengemukakan pendapat.

Aturan tentang hak-hak itu diatur dalam Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta Pasal 19 ayat (1), (2), dan (3) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.

Berikut bunyi beleid tersebut:

1. Bunyi Pasal 28E ayat (3) UUD 1945:

"Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."

2. Bunyi Pasal 28G ayat (1) UUD 1945:

"Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi."

3. Bunyi Pasal 23 (2) UU HAM

"Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak meupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa."

4. Bunyi Pasal 30 UU HAM:

"Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu."

5. Bunyi Pasal 19 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik:

"1. Setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan.

2. Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasanpembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.

3. Pelaksanaan hak-hak yang dicantumkan dalam ayat 2 pasal ini menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab khusus. Oleh karenanya dapat dikenai pembatasan tertentu, tetapi hal ini hanya dapat dilakukan sesuai dengan hukum dan sepanjang diperlukan untuk:

(a) Menghormati hak atau nama baik orang lain;

(b) Melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral umum."

Selain pembubaran paksa, Alianasi Jurnalis Independen atau AJI Denpasar melaporkan ada tindakan pelarangan peliputan PWF 2024. “Selain panitia, pembicara, dan peserta PWF, jurnalis dilarang masuk ke Hotel Oranjje,” kata Sekretaris AJI Denpasar, I Wayan Widyantara alias Nonik, dalam keterangan tertulis, Rabu, 22 Mei 2024.

AJI menyebut pelaku yang melarang jurnalis bertugas bisa dipidana. Nonik menilai dua peristiwa itu bertentangan dengan kemerdekaan pers yang dijamin sepenuhnya oleh UUD dan Pasal 4 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers atau UU Pers.

Dia mengatakan konstitusi telah menjamin setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Pelanggar disanksi berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU Pers.

Bunyi Pasal 4 UU Pers:

(1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

(2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.

(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Bunyi Pasal 18 ayat (1) UU Pers:

"Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)."

HAN REVANDA PUTRA | ADIL AL HASAN

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus