Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari-hari ini ramai di media sosial ihwal penemuan ladang ganja di Bromo, tepatnya di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Area konservasi tersebut dijadikan lahan produktif dengan ditanami mariyuana di puluhan titik dengan luas total nyaris satu hektar persegi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah narasi yang beredar di lini massa mencuatkan teori konspirasi yang kontroversial. Beberapa warganet berpendapat ladang ganja di Bromo itu ada kaitannya dengan penutupan aktivitas wisatawan serta pembatasan penggunaan drone di wilayah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Kehutanan pun buka suara. Otoritas menegaskan bahwa pembatasan ini tidak ada hubungannya dengan penemuan ladang ganja di area tersebut. Drone tidak boleh sembarangan terbang karena memang legalitasnya diberlakukan sejak 2019 lalu.
“Itu di Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 memang ada tarif, sebetulnya memang ada hal-hal yang sifatnya komersil,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Dwi Januanto Nugroho pada Kamis 20 Maret 2025.
Kepala Balai Besar TNBTS Rudijanta Tjahja Nugraha juga memberikan klarifikasi soal pendaki gunung di TNBTS wajib menggunakan pemandu.
Dikutip dari akun Instagram @bbtnbromotenggersemeru, pendampingan untuk aktivitas pendakian merupakan bagian dari program pemberdayaan masyarakat sekitar.
“Selain itu, bermaksud memberikan pengalaman yang lebih baik kepada para pendaki. Melalui interpretasi yang diberikan oleh para pemandu ataupun pendamping karena wisata di Taman Nasional bukan seperti destinasi biasa,” kata Rudijanta.
Terlepas dari desus miring yang beredar, kasus ladang ganja di Bromo ini sebenarnya sudah mencuat sejak September 2024 lalu. Kasus ini menjadi perbincangan hangat belakangan seiring tengah bergulirnya perkara di Pengadilan Negeri Lumajang.
Total ada lima terdakwa yang menjadi pesakitan, mestinya ada enam orang namun satu lainnya telah meninggal dunia. Para tersangka ini berperan sebagai orang lapangan alias yang menjalankan aktivitas penanaman.
Sementara itu, seorang bernama Edy yang diduga menjadi dalang ladang di Bromo. Dialah orang yang disebut menentukan lokasi hingga memberikan edukasi ihwal budidaya ganja kepada para tersangka. Namun kini dia menghilang dan masih buron.
Tempo merangkum bagaimana kilas balik penemuan ladang ganja di Bromo
Penemuan ladang ganja di Bromo yang viral belakangan ini pertama kali dibongkar pada September 2024 lalu oleh Polres Lumajang. Sebagaimana diungkapkan Direktur Reserse Narkoba Polda Jatim Komisaris Besar Robert Da Costa, kala itu polisi mengamankan 38 ribu lebih batang tanaman ganja dari kawasan TNBTS.
“Lokasinya berada di Desa Argosari, Kecamatan Senduro yang masuk dalam wilayah kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah 3 Senduro Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah 2 Kabupaten Lumajang,” kata Robert dalam keterangan tertulis, dikutip Tempo pada Selasa, 24 September 2024.
Robert menjelaskan temuan ladang ganja ini merupakan tindak lanjut dari informasi masyarakat. Dari informasi tersebut kemudian dilakukan operasi pencarian ladang ganja oleh tim gabungan Ditresnarkoba Polda Jawa Timur dan Polres Lumajang.
Setelah operasi penggerebekan beberapa hari, akhirnya membuahkan hasil signifikan dengan ditemukannya puluhan ribu batang tanaman ganja. Setelah mengamankan barang bukti, tim gabungan kembali menemukan empat lokasi baru yang diduga sebagai ladang ganja dengan total 48 titik penanaman.
“Para pelaku cukup licik. Mereka menanam ganja dengan jarak yang berjauhan, sekitar 100 hingga 200 meter, di area yang cukup terjal. Hal ini dilakukan untuk mengelabui petugas,” ungkap Robert.
Kala itu, selain mengamankan ribuan batang ganja, polisi juga menangkap empat orang tersangka yang diduga sebagai penanam. Robert mengatakan pihaknya masih terus melakukan pengembangan kasus untuk mengungkap jaringan pengedar narkoba ini lebih jauh.
“Kami yakin masih ada pelaku lain yang terlibat dalam kasus ini, baik sebagai otak pelaku, pemodal, maupun pengedar. Kami akan terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap seluruh jaringan ini,” tegasnya.
Kisah di balik pengungkapan ladang ganja di Bromo
Pengungkapan ladang ganja di Bromo ternyata tidak mudah. Polisi butuh waktu satu bulan setengah untuk membongkar keberadaan ladang tersebut. Kisah pengungkapan ini diceritakan Kapolres Lumajang AKBP Mohamad Zainur Rofiq saat gelar hasil ungkap kasus narkoba di Mapolres Lumajang, Sabtu, 28 September 2024.
Rofiq mengatakan terbongkarnya kasus ini berawal dari hasil pengungkapan peredaran ganja di Kecamatan Tempursari, sebuah kecamatan yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Malang, dengan barang bukti lebih dari satu kilogram ganja kering. Polisi mencurigai adanya ladang ganja lantaran besarnya barang bukti.
“Kami curiga, kemungkinan ada lokasi mengingat besarnya barang bukti itu,” kata Rofiq.
Dari pengembangan penyelidikan kasus, yang memakan waktu kurang lebih satu setengah bulan tersebut, akhirnya polisi mulai menemukan titik terang. Lokasi penanaman ganja itu berada di daerah hutan di Desa Argosari yang masih masuk dalam kawasan TNBTS.
“Empat hari petugas turun ke lokasi. Ada yang menyaru pemburu dan ada juga yang menyamar sebagai tukang cangkul,” ujarnya.
Akhirnya ditemukan dua orang yang akan ke ladang ganja. Dari situ kemudian ditemukan lebih 40 titik lokasi penanaman ganja di kawasan TNBTS di Desa Argosari. Dari sejumlah lokasi tersebut, polisi menemukan 41 ribu batang tanaman ganja.
“Penyisiran dan mapping masih terus kami lakukan. Mudah-mudahan kita temukan lagi,” katanya.
Dalam prosesnya, mulanya hanya empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Para tersangka yakni Tomo bin Sutamar, Tono bin Mistam, Bambang bin Narto, dan Ngatoyo. Para warga Dusun Pusung Duwur, Desa Agrosari, Lumajang ini merupakan pekerja lapangan yang bertugas menanam dan memanen.
Setelah penangkapan empat tersangka, dua tersangka baru juga ditetapkan dalam kasus ini. Mereka adalah Suwari bin Untung dan Jumaat bin Seneram, yang juga warga Dusun Pusung Duwur. Adapun tersangka Ngatoyo, telah meninggal dunia sebelum kasus diproses pengadilan sehingga dakwaannya gugur.
Kasus ini sedang bergulir di Pengadilan Negeri Lumajang. Dalam sidang yang berlangsung pada Selasa, 18 Maret 2025 lalu, majelis hakim memeriksa terdakwa atas nama Tomo bin Sutamar, Tono bin Mistam dan Bambang bin Narto. Ketiga terdakwa itu mengaku saling mengenal karena masih tetangga. Bahkan Tono adalah menantu Tomo.
Para terdakwa mengaku bersedia menanam ganja di kawasan konservasi itu atas suruhan seorang bernama Edy karena mendapat upah Rp 150 ribu setiap kali turun ke lokasi. Setelah panen, mereka bahkan dijanjikan mendapatkan uang Rp 4 juta per kilogram.
Dalam persidangan, saksi dari kepolisian mengungkap bahwa identitas Edy tidak ada dalam file di desa hingga kependudukan. Tetapi, diketahui bahwa Edy merupakan warga dari Desa Pusung Duwur. Keterangan soal Edy ini juga dikuatkan oleh Ngatika yang merupakan Kepala Dusun Pusung Duwur.
“Edy ini warga Dusun Pusung Duwur. Tapi memang KTP nya tidak ada,” ucapnya.
Sosok Edi, yang masih kerabat dengan Bambang, dikenal akrab oleh penduduk desa karena ia sehari-hari menjadi pengepul sayur yang dihasilkan warga desa. “Terakhir bertemu Edi, ya lima hari sebelum penggerebekan ladang ganja itu,” kata Bambang. Edi kini berstatus tersangka yang masih dalam pengejaran oleh pihak kepolisian.
David Priyasidarta, Raden Putri Alpadillah Ginanjar, Nandito Putra, dan Kakak Indra Purnama berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Yang Diketahui Sejauh Ini dari Ladang Ganja di Bromo