Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jalan tol lewat dukun

Seminar tentang ilmu hitam dan putih dalam dunia perdukunan. diadakan himpunan mahasiswa al-wasli- yah fh universitas syiah kuala, aceh. ada masyara- kat ingin naik pangkat melalui dukun.

22 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengejar harta dan pangkat. Sikap hidup yang putus asa ini menentang hukum Ilahi. KEBUTUHAN terhadap jalan tol tidak hanya di jalan raya. Sebab, sudah menjadi rahasia umum, ada sebagian masyarakat kita yang menempuh "jalan tol" untuk mengejar harta serta takhta. Sikap hidup tak sabar ini lalu menjadi sikap gampangan, alias main jalan pintas, bahkan meluas sebagai olok-olok: easy come easy go. Perilaku mengabaikan hukum Ilahi ini merupakan topik dalam seminar sehari di Banda Aceh. Yang diperbincangkan: ilmu hitam dan ilmu putih dalam dunia perdukunan. Yang menyelenggarakan acara langka ini Himpunan Mahasiswa Al-wasliyah Komisariat FH Universitas Syiah Kuala, di Gedung BKOW, 9 Juni lalu. "Seminar ini kami adakan karena prihatin dengan perkembangan masyarakat yang terpengaruh dengan ilmu hitam," kata Azini. Menurut ketua panitia itu, ada masyarakat kita yang sakit: ingin naik pangkat, tetapi perginya ke dukun. Kecenderungan main dukun untuk mengejar harta dan pangkat ini memang bukan cuma di Aceh. Bahkan di kota metropol seperti Jakarta, seperti diungkapkan oleh seorang paranormal yang tak bersedia disebut namanya, perilaku main "jalan tol" ini luas di kalangan pegawai. "Kalau kita mau melayaninya, capek. Berduyun-duyun mereka datang," katanya. Pengamat berindera tajam yang tak mau disebut dukun itu lebih jauh menyatakan sedihnya, karena dalam perilaku tergila-gila pada pangkat, orang menghalalkan segala cara mencapai tujuan. "Ada yang pakai susuk agar disayangi bos. Bahkan, tak peduli, sekalipun harus menjadikan keluarga sendiri sebagai tumbal. Malah kalau perlu, kawan sekantor disikut dengan tenung. Ini jelas sikap aniaya terhadap sesama manusia," ujarnya. Jadi, tak heran jika di Medan, misalnya, main dukun ini sempat trendy. "Itu sering terjadi pada waktu saya masih menjabat Asisten Pemerintahan Kantor Gubernur dan Pelaksana Sekwilda, hingga tahun 1988," tutur Amru Daulay. Menurut pejabat yang kini berstatus pegawai tinggi di Kantor Gubernur Sumatera Utara itu, pegawai yang berbuat begitu karena lemah berprestasi, tapi sangat ingin duduk di pos penting. Macam-macam caranya. Ada yang bawa jimat ke kantor. Ada yang memercikkan air sebelum menemuinya. Ada yang menaruh sajian di depan ruang kerjanya. Ada pula yang memasukkan tangan di saku, lalu ketika bersalaman mendadak seluruh ruangan semerbak oleh wangi bunga. Amru awas dengan permainan ini, hingga rupa-rupa model perangai "injak-injak lidah" itu tidak mempan- dan memang tak dilayaninya. Pengalaman teror dengan cara mistis ini dialaminya delapan kali. Toh Amru -- kini Komda PSSI Sum-Ut- menolak menyebut nama mereka. Bekas Dekan FH USU yang pernah menjabat Kepala BP-7 Sumatera Utara itu menilai perbuatan mereka "melanggar hukum agama". Itu sebabnya, mungkin, seminar di Banda Aceh tadi, yang semula hanya buat 200 peserta, ternyata dihadiri 350 orang- selain mahasiswa, juga anggota DPRD serta sejumlah pejabat. Mereka terpana menyimak uraian Mersal Iman, 33 tahun, mengenai seluk-beluk realitas perdukunan di Aceh. Ayah tiga anak itu mengungkapkan pernah mempelajari dua jenis ilmu itu. Mersal yang kekar dan tampan itu mengaku yang pertama dipelajarinya adalah ilmu putih. Itu didapatnya semasa kecil dari kakeknya, Teuku Benu Iman. Tujuannya untuk bela diri. Sebab, ketika SD di Desa Lage Sawah, Aceh Selatan, ia sering menangis diganggu teman. "Kesenggol main bola saja saya menangis," katanya mengenang. Setamat SMP ia belajar ilmu hitam. "Bukan buat diamalkan, tapi sekadar pengetahuan," kata alumnus Fisipol Gadjah Mada ini. Untuk meraih ilmu hitam, tuntutannya aneh-aneh. Misalnya telanjang bersemadi tiga malam dalam air sebatas dada. Itu pun harus di pertemuan tiga sungai, sejak magrib hingga fajar. Yang jadi kawan dalam ilmu hitam adalah jin kafir. Namanya, si Sungsang atau si Singsing- keduanya punya kebolehan menebar bencana. Pemegang ilmu hitam pantang salat dan mandi (jogi). Sedangkan dalam ilmu putih sebaliknya. Bahkan bisa mengobati orang yang "ditembak" jurus hitam. Dan syaratnya tak boleh meninggalkan salat. Mersal memang dikenal luas punya "simpanan". Ada yang datang ingin berobat. Ia menolong dengan niat yang menyembuhkan adalah Allah juga. Ada pula yang datang minta bisa naik pangkat. "Ini saya tolak. Sebab, ini jelas syirik," katanya kepada Affan Bey Hutasuhut dari TEMPO. Syirik itu, artinya mempersekutukan Allah Yang Esa. Gandrung mengejar pangkat lewat "jalan tol" ini, menurut Mersal, sering ditempuh orang melalui dukun hitam. Orang awam tak mengetahui bedanya, sebab mantra yang dibaca sepintas seperti ayat Quran juga. Cuma dibalik. Surat Al Ikhlas, misalnya, dibaca mulai ayat akhir. "Itu namanya ayat sungsang," kata Husainy Ismail, 46 tahun, dosen IAIN Banda Aceh, pembicara lain di seminar itu. Sejak zaman penjajahan Belanda, ilmu hitam berkembang di Aceh. Tapi pada era 20-an masyarakat membasminya. Menurut sejarah, ini adalah berkat seruan Teuku Hasballah Indrapuri di Aceh Besar, seorang ulama kondang yang anti pada ilmu sesat itu. Massa menghancurkan kuburan para dukun hitam yang dianggap angker. Juga pohon-pohon yang kata orang keramat. "Ternyata tidak ada masyarakat yang kena kualat," kata Ali Hasymi, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Aceh. Dan sejak itu praktek dukun hitam di daerah itu menyusut- kalau tak akan disebut punah. Belakangan gelagatnya ilmu hitam itu mencogok lagi. Hingga adanya seminar tadi amat dihargai oleh ulama yang masyhur sebagai seniman ini. "Agar orang tahu mana yang haram dan mana yang halal," kata Ali Hasymi. Dan tak mudah putus asa. Ed Zoelverdi dan Bersihar Lubis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus