Seorang aktor penyelundup kelas kakap tertangkap. Berkat "nyanyian" anak buahnya? SEPANDAI-PANDAI penyelundup akhirnya terjaring juga. Setelah satu setengah tahun malang melintang di Tanjungpriok, seorang tersangka penyelundup kelas kakap, Lie Bota, 41 tahun, toh terjerat juga. Direktur dua perusahaan ekspedisi itu diduga selama ini telah memakai dokumen palsu untuk memasukkan 161 kontainer barang elektronik, seperti TV, Video, AC, pesawat telepon, dan stik golf yang ditaksir senilai sekitar Rp 30 milyar. Seperti biasanya, setiap gembong penyelundup menyeret pula oknum petugas. Dalam kasus ini, lima oknum petugas Bea Cukai dan seorang oknum petugas Perum Pelabuhan diduga terlibat. Dirjen Bea dan Cukai Sujana Surawijaya mengakui keterlibatan enam orang anak buahnya dalam kasus penyelundupan barang-barang milik Lie Bota itu. "Kami telah menskorsing mereka," ujarnya dengan tegas kepada TEMPO. Jika terbukti terlibat, katanya, tak ada ampun lagi, mereka akan dipecat. Kasus penyelundupan itu, menurut sumber TEMPO di Bea Cukai, sebenarnya sudah terkuak pada Desember 1989 lalu. Ketika itu, petugas menemukan 16 lembar fotokopi Delivery Order (DO) dari gudang 308 Unit Terminal Container (UTC) Tanjungpriok. Semua DO tersebut ternyata palsu. Padahal, dengan DO, sebuah perusahaan importir bisa mengeluarkan barangnya dari gudang untuk dibawa ke luar pelabuhan. Sebab, jika lembar DO tersebut sudah oke, barang itu berarti sudah dilengkapi dokumen pendukung lain, misalnya PIUD (Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai). Ternyata, semua dokumen pendukung yang menyertai DO tersebut juga dipalsukan. Berdasarkan pelacakan barang-barang tersebut diketahui, tercatat milik PT Sumber Jaya Prima. "Namun, setelah kejaksaan mengecek, nama perusahaan itu ternyata fiktif," kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara Soeharto. Jalan untuk melacak DO palsu itu pun tampaknya buntu. Belakangan muncul seorang anak buah Lie Bota, Supardi, yang tiba-tiba "menyanyi" kepada petugas Mabes Polri. Dia menceritakan kebobrokan bosnya selama di Tanjungpriok. Supardi, yang mengaku ikut membantu penyelundupan itu, kecewa karena janji Lie Bota memberinya uang belanja Rp 250 ribu tiap bulan tiba-tiba dihentikan, konon. Berkat nyanyian Supardi, ketahuanlah sumber DO palsu itu adalah perusahaan ekspedisi PT Lautan Angkasa Raya dan CV Ekspres, milik Lie Bota. Selama aksinya, selain dibantu dua orang anak buahnya, Suparno alias Bugi Suparno, 41 tahun, dan Supardi, 42 tahun, Lie Bota juga bekerja sama dengan lima orang oknum petugas Bea Cukai dan seorang oknum petugas dari Perum Pelabuhan. Selama satu setengah tahun, mereka malang melintang di pelabuhan Tanjungpriok dengan aman-aman saja. Oknum-oknum Bea Cukai itu, kabarnya, aktif memberikan stempel pada DO-DO palsu Lie Bota. Dengan setempel itu berarti semua dokumen dinyatakan benar. Berkat bantuannya itu, para oknum petugas mendapat suap Rp 500 ribu sampai Rp 1,5 juta dalam setiap kiriman yang datang. Supardi, yang tugasnya mengurus dokumen di kantor Bea Cukai Pusat, mendapat jatah Rp 8 juta setiap barang yang berhasil lolos ke luar pelabuhan. Barang-barang Lie Bota, yang sebagian besar datang dari Singapura itu, biasanya berupa barang elektronik, seperti Video, TV, AC dan pesawat telepon, malah kadang-kadang stik golf. Namun, dalam dokumen, Lie Bota selalu menyebutnya sebagai barang mainan anak-anak, mangkuk plastik, karet BH, atau karet sepatu. Selama satu setengah tahun, Lie Bota berhasil memasukkan 161 kontainer barang-barang elektronik dari Singapura itu, yang ditaksir senilai sekitar Rp 30 milyar. Toh, kerja mereka tersandung juga. Ketika Supardi mengurus pengeluaran dua kontainer yang baru datang dari Singapura, petugas Pemberantasan Penyelundupan (P2) Bea Cukai keburu memergoki. Petugas berhasil menemukan DO palsu yang tercatat milik PT Sumber Jaya Prima yang ternyata fiktif itu tadi. Mencium gelagat tersebut, Lie Bota buru-buru menyuruh Supardi melarikan diri ke Cilacap, Jawa Tengah. Lie Bota berjanji memberikan imbalan Rp 250 ribu tiap bulan untuk keperluan keluarga Supardi. Tapi, belakangan, pengiriman uang itu tak lancar. Akibatnya, Supardi melaporkan semua kebobrokan Lie Bota kepada Mabes Polri. Karena Supardi menyanyi itu, semua pelaku akhirnya dapat diringkus. Suparno, Supardi, dan Lie Bota meringkuk dalam Rutan Salemba sejak Jumat dua pekan lalu. Namun, menurut sumber TEMPO, di luar ketiga orang tersebut, masih ada seorang tangan kanan Lie Bota yang belum tertangkap. Anggota sindikat yang belum tertangkap itu, katanya, adalah orang yang mengetahui dari mana Lie menerima order. "Tapi pihak kejaksaan yakin, aktor utama dalam kasus ini adalah Lie Bota. Hanya, yang belum jelas, siapa pemilik modal yang memberinya order," kata sumber itu. Selama di Rutan Salemba, Lie Bota tampaknya masih melakukan gerakan tutup mulut. Ayah dua anak keturunan Cina itu mengaku tak tahu persis persoalan barang-barang yang termuat dalam dua kontainer yang dituduhkan kepadanya. "Saya tak bisa komentar apa-apa," katanya dengan wajah lusuh dan tampak gelisah. Namun, lelaki berkaca mata minus dan bertubuh pendek ini mengatakan, ada orang yang memboncengi kasus ini. "Sudahlah, saya pasrah saja. Saya tak mau menyusahkan orang lain. Anggap saja ini musibah," kata lelaki bertubuh kekar yang akrab dipanggil Ati ini. Bahkan Lie mengaku tak mengenal nama Suparno. Namun, dia memang kenal dengan Supardi sejak setahun lalu. "Dia petugas EMKL yang aktif mencarikan order," katanya. Lie membantah menyuruh Supardi kabur ke Cilacap. "Ah, yang jelas, saya tak bersalah. Kalau memang betul saya terlibat, saya tentunya sudah kaya," katanya, sambil menunjukkan pakaiannya yang lusuh. Yang menarik, menurut sumber TEMPO, kasus ini hampir terkubur. Sebab, konon, banyak pihak ikut "main": tak hanya enam oknum petugas tadi. Karena itu pula, kasus itu baru terbongkar habis setelah Supardi menyanyi. Untung, ada Supardi. Gatot Triyanto dan Andy Reza Rohadian (Biro Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini