BEGITU malam menginjak pukul 23.00, segenap pelosok Desa Konang, Kecamatan Galis di selatan Madura, serempak sunyi senyap. Tak ada penduduk yang berani keluar rumah. Suasana itu sudah berlangsung sejak awal April ini, setelah kepala desa setempat memberlakukan "jam malam" di desa berpenduduk sekitar 5.000 jiwa, yang letaknya cuma 14 km di timur kota kabupaten, Pamekasan. Untunglah, selama ini belum ada penduduk yang berani keluar rumah setelah waktu jam malam, pukul 23.00 sampai pagi. "Semuanya masih bisa diatur," kata Raden Djunaidi, 44, kepala desa Konang. Padahal, ketentuan yang dibuat kepala desa ini yang mengesankan keadaan darurat - menurut Djunaidi, cuma atas permufakatan warga desa, dan sama sekali bukan diperintahkan oleh aparat keamanan setempat. Tapi, wakil kepala Polres Pamekasan Letkkol Hoemaidi Amin, tak menyalahkan tindakan itu. "Itu bagus, pertanda siskamling kita jalan," kata pejabat keamanan itu kepada TEMPO. Madura memang terkenal sebagai ajang pencurian sapi selama imi. Kenapa mesti ada Jam malam? "Gerombolan pencuri lagi gondok dan menaruh dendam pada kami," jawab kepala desa tadi. Ceritanya begini. Sudah selama dua bulan terakhir Desa Konang dan sejumlah desa tetangganya disatroni gerombolan pencuri sapi. Konon, gerombolan ini berasal dari komplotan yang berjumlah 100 orang lebih, bergerak secara terorganisasi ke berbagai pelosok Kabupaten Pamekasan. Mereka bergerak di tengah malam, terdiri dari rombongan lima atau enam orang dengan menggunakan mobil Colt penumpang, memakai celana hitam komprang mirip dengan celana penjual sate Madura, dan tak lupa memakai topeng. Anehnya, anggota gerombolan memakai sepatu sepak bola, mungkin supaya sigap berlari. Senjata mereka celurit dan bambu runcing. Seram, 'kan? Rupanya, ketika Maret lalu rombongan ini memasuki Desa Konang, penduduk sudah keburu waspada, sehingga terjadi "pertempuran" dengan pihak penyerang. Peristiwa yang sama terjadi ketika rombongan maling mengulangi gerakannya lima hari kemudian. Akibat pertempuran itu, belasan penduduk terluka, tapi - menurut penduduk - dua maling tewas dan mayatnya dibawa anggota yang lain. Sejak itu situasi jadi panas. Komplotan maling tampaknya ingin menuntut balas dan terus meneror desa, seperti melempari rumah penduduk dengan batu pada malam hari. Polisi, yang dilapori, belum berhasil meringkus mereka. Akhirnya, penduduk desa yang memiliki 500 sapi itu bersepakat mengadakan jam malam untuk menghadapi serangan gerombolan itu. Malam hari, semua penduduk mengunci diri di rumah, sementara, secara bergiliran, kaum laki-lakinya meronda sekeliling desa. Dari masjid desa yang tampaknya jadi semacam pusat komando, kepala desa memberi komando lewat pengeras suara: "Penjagaan sebelah timur harap diperkuat ...."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini