Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Sipil Masyarakat Antikorupsi melaporkan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus atau Jampidsus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 10 Maret 2025. Koalisi ini terdiri atas Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), Indonesian Police Watch (IPW), Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Febrie dilaporkan atas tiga dugaan tindak pidana korupsi dan satu dugaan TPPU. Koordinator Koalisi Sipil Masyarakat Antikorupsi Ronald Roblobly mengatakan, salah satu laporan yang diadukan sama dengan yang pernah diadukan ke KPK sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami kembali ke KPK untuk melaporkan kembali kasus kami, karena ini kan komisioner baru semua, pimpinan (KPK). Yang dilaporkan FA tetap," kata dia di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Senin, 10 Maret 2025.
Empat laporan tersebut terkait dugaan penyalahgunaan kewenangan dan/atau tindak pidana korupsi dalam kegiatan penyidikan kasus korupsi Jiwasraya, perkara suap Ronald Tannur dengan terdakwa Zarof Ricar, korupsi tata kelola tambang batubara di Kalimantan Timur, serta dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Terkait dugaan korupsi dalam penyidikan kasus Jiwasraya, sebelumnya sudah pernah dilaporkan ke KPK.
"Kami bersurat ke lima komisioner dan menyajikan buku berkas dengan kasus yang sama, kemarin yang terkait dengan PT Gunung Bara Utama (GBU) dan juga ada tiga kasus tambahan yang kami sampaikan," kata Ronald.
Sebelumnya, Febrie pernah dilaporkan KSST pada 2024 atas dugaan penyalahgunaan wewenang, persekongkolan jahat, dan korupsi dalam lelang barang rampasan benda sita korupsi ke KPK. Lelang barang rampasan benda sita korupsi yang dimaksud berupa satu paket saham PT GBU oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung.
"Dimenangkan oleh PT Indobara Utama Mandiri dengan harga penawaran sebesar Rp 1,945 triliun," kata salah satu perwakilan KSST Deolipa Yumara kepada Tempo pada Senin, 27 Mei 2024.
Deolipa menyebutkan ada dugaan kerugian negara sekitar Rp 9,7 triliun yang dilakukan oleh Kepala Pusat PPA Kejagung Syaifudin Tagamal selaku Penentu Harga Limit Lelang; Jampidsus Febrie Adriansyah selaku pejabat yang memberikan persetujuan atas nilai limit lelang; Pejabat DKJN dan/atau KJPP, Tri Santi dan rekan selaku pembuat Apprasial; Andrew Hidayat, Budi Susilo Simin, dan Yoga Susilo selaku Beneficial Owner dan/atau Pemilik Manfaat PT Indobara Utama Mandiri sebenarnya.
Berdasarkan catatan Majalah Tempo, Kejaksaan Agung mulanya melelang PT GBU pada 17 November 2022 dengan harga yang ditawarkan Rp 3,4 triliun, sesuai taksiran kantor jasa penilai publik Pung’s Zulkarnain dan Rekan. Namun, saat itu Kejaksaan Agung hanya berhasil menjual aset PT GBU senilai Rp 9 miliar.
Kejaksaan Agung lalu menggandeng Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM. Dua Kementerian ini merekomendasikan dilakukan lelang ulang.
Harga saham PT GBU dikaji kembali oleh kantor jasa penilai publik Tri Santi & Rekan pada 3 April 2023. Mereka menaksir harga saham PT GBU hanya 1,94 trilun. Berangkat dari kajian itu, Kejaksaan Agung kembali melelang PT GBU pada 6 Juni 2023 dan hasilnya dimenangkan oleh PT Indobara Utama Mandiri (IUM) yang saat itu menjadi satu-satunya peserta. PT IUM diduga terhubung dengan Andrew Hidayat, eks terpidana perkara suap izin tambang di Kalimantan Selatan pada 2015.
Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Siapa Terlibat Korupsi Anggaran Iklan Bank BJB