Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jejak Anak Serupa Bapak

Wali Kota Cilegon Iman Ariyadi menjadi tersangka suap perizinan pusat belanja. Kasus korupsi kesekian yang melibatkan dinasti politik.

2 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jejak Anak Serupa Bapak

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUTUH setengah jam bagi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi membuka lemari besi di kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Cilegon, Banten. Pintu brankas setinggi dua meter itu kokoh kendati gemboknya sudah digergaji. Upaya penyidik baru membuahkan hasil setelah mereka mencongkel pintu brankas menggunakan linggis.

Upaya penyidik membongkar brankas itu bagian dari penggeledahan di kantor dinas di Cilegon Business Square Blok C Nomor 10-12, Cibeber, Cilegon, Ahad pekan lalu. Penggeledahan siang itu merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan Wali Kota Cilegon Iman Ariyadi dua hari sebelumnya. "Kami menyita dokumen perizinan dalam penggeledahan itu," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Senin pekan lalu.

Komisi antikorupsi menduga Iman menerima sogokan agar mengeluarkan izin lingkungan pembangunan Transmart kepada pengembang. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan Iman diduga menerima suap Rp 1,5 miliar dari PT Krakatau Industrial Estate Cilegon dan PT Brantas Abipraya. Kedua perusahaan tersebut berkongsi membangun Transmart di Lapangan Sumampir, Jalan Yasin Beji, Cilegon. Lahan seluas 4 hektare ini milik Krakatau Industrial.

Iman sudah dua periode menjadi Wali Kota Cilegon. Ia terpilih pertama kali pada 2010 dan untuk kedua kalinya memimpin kota penghasil baja terbesar di Indonesia ini sejak Januari 2016. Imam menjadi wali kota menggantikan Aat Syafaat, ayahnya, yang sudah dua periode memimpin Cilegon sejak 2000. Dua tahun setelah lengser, Aat ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Dermaga Kubangsari, Cilegon. Atas kasus itu, Aat divonis 3 tahun 6 bulan penjara.

Fenomena korupsi bapak-anak yang menjadi kepala daerah juga terjadi di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kamis pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan Rita Widyasari sebagai tersangka suap Rp 6 miliar perizinan perkebunan kelapa sawit pada Juli-Agustus 2010 di daerahnya. Rita adalah putri Syaukani Hasan Rais, yang terbukti melakukan korupsi dalam kasus pembebasan lahan Bandar Udara Loa Kulu saat menjadi Bupati Kutai Kartanegara 1999-2006.

Bedanya, menurut KPK, modus korupsi Rita tidak secanggih Iman. Kasus suap yang melibatkan Ketua Partai Golkar Kota Cilegon itu menggunakan modus operandi baru. Penyuap lebih dulu mentransfer duit pelicin ke rekening Cilegon United Football Club. Dari klub sepak bola yang berdiri pada November 2012 itu, uang diduga mengalir ke kantong Iman. "Mereka menyamarkan suap menjadi dana pertanggungjawaban sosial perusahaan," ujar Basaria Panjaitan.

Kasus suap ini berawal dari rencana Krakatau Industrial Estate dan Brantas Abipraya membangun Transmart, medio tahun lalu. Untuk membangun pusat belanja dan wahana permainan itu, kedua perusahaan lebih dulu harus mendapat izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dari dinas penanaman modal atas persetujuan wali kota.

Seorang penegak hukum yang mengetahui kasus ini mengatakan orang suruhan Krakatau Industrial Estate dan Brantas Abipraya terus melobi dinas terkait dan wali kota agar amdal cepat turun. Menurut sumber itu, pengembang menunjuk Hendry, pengusaha yang disebut dekat dengan Iman, untuk memuluskan penerbitan izin amdal.

Penegak hukum ini mengatakan sebenarnya dua perusahaan itu sudah menyediakan duit pelicin Rp 800 juta. Namun Hendry mengklaim Iman meminta Rp 2,5 miliar. Angka ini dianggap terlalu besar bagi Krakatau Industrial-Brantas. Akhirnya disepakati angkanya turun menjadi Rp 1,5 miliar. Krakatau Industrial menyediakan Rp 700 juta, sedangkan sisanya menjadi bagian Brantas Abipraya.

Karena ketatnya sistem pembukuan keuangan dua badan usaha milik negara itu, suap untuk Iman kemudian disamarkan menjadi sumbangan. Petinggi dua perusahaan pelat merah itu sepakat menyamarkan suap tersebut menjadi sumbangan ke Cilegon United.

Seorang penegak hukum lainnya yang juga mengikuti kasus itu mengatakan Krakatau Industrial tercatat mentransfer kewajiban suap mereka ke klub tersebut pada 19 September lalu. Empat hari kemudian, gantian Brantas mengirimkan uang Rp 800 juta ke Cilegon United. Sejak perpindahan uang itu, KPK terus memantau para petinggi perusahaan dan Cilegon United.

Setelah memastikan terjadinya perpindahan uang, Jumat siang dua pekan lalu, Komisi mencokok Yudi Apriyanto, bos klub sepak bola itu, setelah mencairkan uang Rp 800 juta dari Brantas Abipraya di Bank BJB Cilegon. KPK kemudian menggiring Yudi dan tiga anggota stafnya ke markas Cilegon United. Di sana, KPK menyita duit Rp 352 juta dari brankas klub.

Tak lama setelah itu, penyidik KPK kemudian mencokok Manajer Proyek Brantas Bayu Dwinanto Utomo bersama dua anggota stafnya di jalan tol Cilegon Barat. Selain itu, Komisi menciduk Manajer Hukum Krakatau Industrial Estate Eka Wandoro Dahlan dan Kepala Dinas Penanaman Modal Ahmad Dita Prawira.

Malam harinya, Wali Kota Iman Ariyadi mendatangi kantor KPK. Ati Marliati mengatakan Iman, adik kandungnya, sedang di Jakarta saat operasi berlangsung. Menurut dia, Iman datang setelah mendapat panggilan telepon dari KPK. "Komisi meminta Iman datang untuk dimintakan keterangan," kata Ati, yang juga Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Cilegon. Keesokan harinya, Hendry mengikuti langkah Iman untuk menyerahkan diri.

Setelah melakukan pemeriksaan maraton, KPK menetapkan Iman Ariyadi, Ahmad Dita Prawira, dan Hendry sebagai tersangka penerima suap. Ketiganya ditahan di tempat terpisah. Iman, misalnya, diboyong ke Rumah Tahanan KPK. Sedangkan Hendry dititipkan di Rumah Tahanan Kepolisian Resor Jakarta Pusat. KPK juga menetapkan Direktur Krakatau Industrial Estate Donny Sugihmukti sebagai tersangka pemberi suap. Di pihak pemberi, Komisi juga menetapkan Eka Wandoro dan Bayu Dwinanto sebagai tersangka.

Iman Ariyadi membantah menerima suap. "Kami tidak menerima apa pun soal uang dan gratifikasi," ujar Iman setelah diperiksa di gedung KPK pada Ahad pekan lalu. "Duit itu sifatnya sponsor ke Cilegon United." Adapun Donny Sugihmukti berdalih bahwa uang tersebut merupakan murni bagian dari kerja sama, bukan suap.

Syailendra Persada (jakarta), Wasiul Ulum (cilegon)


Dinasti Korupsi

Kasus suap Wali Kota Cilegon, Banten, Iman Ariyadi menambah panjang daftar kepala daerah bagian dinasti politik yang tersandung perkara korupsi. Berikut ini sebagian dari mereka.

1. Rita Widyasari

Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, 2010-2015 dan 2016-2021
Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis pekan lalu mengumumkan Rita sebagai tersangka suap Rp 6 miliar perizinan perkebunan kelapa sawit pada Juli-Agustus 2010 di daerahnya.

Bupati Kutai Kartanegara 1999-2006, Syaukani Hasan Rais, ayah Rita
Menjadi tersangka KPK pada Desember 2006 dalam kasus pembebasan lahan Bandar Udara Loa Kulu. Belakangan, pengadilan menghukumnya 2 tahun 6 bulan penjara.

2. Atty Suharti

Wali Kota Cimahi, Jawa Barat, 2012-2017
Ditangkap KPK pada awal Desember 2016 karena menerima suap Rp 500 juta dari total Rp 3,9 miliar. Suap itu untuk memuluskan pemenang tender pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi tahap II 2017 dengan nilai proyek Rp 57 miliar dan proyek lain di kota itu. Ia kemudian divonis 4 tahun penjara.

Wali Kota Cimahi 2002-2012, M. Itoc Tochija, suami Atty Suharti
Ditangkap KPK bersama istrinya dengan tuduhan yang sama. Diduga berperan sebagai penghubung ke pengusaha. Ia divonis 7 tahun penjara.

3. Sri Hartini

Bupati Klaten, Jawa Tengah, 2016-2021
Ditangkap KPK pada akhir Desember 2016 dalam kasus jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten. Pengadilan memvonisnya 11 tahun penjara karena terbukti menerima gratifikasi Rp 12,8 miliar.

Bupati Klaten, 2000-2005, Haryanto Wibowo, suami Sri Hartini
Menjadi tersangka dalam kasus proyek pengadaan buku paket tahun ajaran 2003/2004 senilai Rp 4,7 miliar pada awal 2005 dan kasus penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk perjalanan ke luar negeri. Kasus ini belakangan tak jelas.

4. Yan Anton Ferdian

Bupati Banyuasin, Sumatera Selatan, 2013-2018
Ditangkap KPK pada awal September 2016 karena diduga menerima Rp 1 miliar dari pengusaha sebagai uang "ijon" proyek Dinas Pendidikan Banyuasin. Dalam kasus ini, ia divonis 6 tahun penjara.

Bupati Banyuasin 2003-2013, Amiruddin Inoed, ayah Yan
Diperiksa KPK pada 2009 terkait dengan alih fungsi hutan untuk pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api, Kabupaten Banyuasin. KPK juga tengah menelusuri dugaan keterlibatan Amiruddin dalam kasus anaknya.

Naskah: Syailendra Persada

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus