NASIB Jhoni Ayal dan kawan-kawannya, pelaku penculikan dan pembunuhan terhadap Roy Irwan Bharya, Sabtu pekan lalu dipastikan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Jhoni, yang dilahirkan di Ambon 34 tahun lalu, divonis 17 tahun penjara. "Perbuatannya meresahkan masyarakat. Rasa aman dan tenteram kita terancam karenanya," kata ketua majelis hakim, Setiawan. Perbuatan yang dilakukan Jhoni dan kawan-kawannya memang luar biasa. Mereka, 10 Agustus lalu, mengeroyok Roy, mahasiswa Universitas California, di depan khalayak ramai, siang hari, di halaman rumah sakit Dharma Sakti, Jakarta. Roy, 22, yang berkaca mata dan berbadan kurus itu tidak berkutik menghadapi enam orang pengeroyoknya yang berbadan kekar. Anak malang itu, setelah dipukuli, diseret ke jip Daihatsu Taft, lalu dibawa kabur. Ayah Roy, Mikhael Bharya, direktur rumah sakit Dharma Sakti, yang mencoba menghalangi penculikan itu dengan jalan bergantung dimobil yang membawa anaknya, juga tidak berdaya. Ia jatuh kena tendangan. Siang itu juga Roy diantarkan para penculiknya ke rumah sakit Sumber Waras dalam keadaan tidak bernyawa. Selain karena luka pukulan, anak muda itu tewas akibat tusukan senjata tajam. Majelis hakim yang lain memvonis teman-teman Jhoni - Doosye Mailauhu, Raymond Picauli, dan Adrianus Cornelius Samena masing-masing 16 tahun penjara. Umar Suhandi, yang dalam kasus itu berperan sebagai sopir, diganjar 6 tahun 6 bulan penjara. Satu-satunya komplotan Jhoni yang lolos dari hukuman hanyalah Edy S., karena sampai kini masih buron. Hanya saja - meski vonis hakim sudah jatuh - masih belum tuntas buat apa Jhoni membunuh Roy. Satu-satunya fakta yang dikemukakan di sidang adalah pertengkaran antara ayah tiri Roy, Nur Usman, dan Jhoni Ayal, di satu pihak, dengan Roy bersama ibu kandungnya, Thea Kirana, di pihak lain, tujuh hari sebelum pembunuhan. Pihak kejaksaan berkeyakinan, pembunuhan Roy itu didalangi Nur Usman, bekas pejabat tinggi Pertamina itu. Bahkan, dalam tuduhan terhadap Jhoni Ayal pun, Jaksa Timbul Simanjuntak tegas-tegas menyebutkan bahwa perbuatan penculikan dan pembunuhan itu dilakukan terdakwa karena bujukan Nur Usman. Hanya saja, menurut Majelis, tuduhan itu tidak dibuktikan lebih lanjut oleh Jaksa. "Sebab itu, Majelis tidak perlu mempertimbangkan terbukti atau tidaknya hubungan antara terdakwa dan Nur Usman dalam kejahatan ini," kata Hakim. Artinya, terlibat atau tidaknya Nur Usman diserahkan kembali kepada jaksa untuk menuntutnya. Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Bob R.E. Nasution, membenarkan bahwa pihaknya tidak bermaksud membuktikan kesalahan Nur Usman dalam perkara Jhoni Ayal dan kawan-kawannya. "Kami kini hanya menunggu hasil pemeriksaan polisi, apakah Nur Usman terlibat atau tidak. Kabarnya, polisi telah selesai memberkaskan Nur Usman sebagai tersangka," ujar Bob. Pihak kejaksaan memang telah dua kali mengembalikan perkara Nur Usman ke Polres Jakarta Pusat. Sebab, seperti dikatakan Bob waktu itu, berkas Nur Usman itu sangat lemah untuk diteruskan ke pengadilan. Maka, polisi membentuk tim gabungan, yang terdiri dari petugas-petugas Mabak, Polda Metro Jaya, dan Polres Jakarta Pusat, dalam pemeriksaan ulang perkara Nur Usman itu. Hasilnya: "Tunggu saja dua atau tiga minggu ini. Kalau cukup bukti, akan kami ajukan ke pengadilan," kata kupala Polres Jakarta Pusat, Letkol Tarigan. Tapi sebuah sumber di Polres Jakarta Pusat membenarkan, Nur Usman sudah pasti bisa diajukan ke pengadilan. Berkas yang ketiga ini, kata sumber itu, cukup kuat untuk membawa Nur ke sidang. "Tapi soal terbukti atau tidaknya nanti tergantung pengadilan," sumber tadi menambahkan keterangannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini