Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah keluarga korban penghilangan paksa peristiwa 1998 mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk memberikan status kependudukan terhadap 13 orang korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Paian Siahaan, orang tua dari Ucok Munandar Siahaan mengatakan status pendudukan sangat penting bagi korban penghilangan paksa. Sebab saat ini, status korban penghilangan paksa tersebut masih hidup dalam Kartu Keluarga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Paian, saat ada kegiatan pemilu, ia masih menerima undangan pencoblosan untuk anaknya. "Saya harus jawab apa ke mereka setiap Pemilu Uco dikasih surat undangan pencoblosan. Status anak saya tidak jelas apakah masih hidup atau sudah meninggal," ujarnya saat mendatangi Kantor Staf Kepresidenan, Senin, 15 Oktober 2018.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Utomo Rahardjo, ayah dari Petrus Bimo Anugerah. Menurut dia, banyak orang tua yang menderita atas ketidakpastian 13 korban penghilangan paksa tersebut.
Utomo menyampaikan apa yang terjadi pada istrinya yang wafat Agustus lalu dengan menanggung ketidakpastian soal status anaknya. Ia sangat menyesal perjuangan bersama hingga istrinya meninggal dunia tidak berbuah hasil. "Agustus lalu istri saya menyusul para ibu dan korban yang sudah pergi meninggalkan kita semua," ujarnya.
Bagi Utomo, perjuangan istrinya tersebut merupakan gambaran pahlawan HAM yang sesungguhnya. Ia menuntut kepastian soal status anaknya hingga ajal menjemputnya.
Salah seorang korban penculikan 1998, Mugiyanto turut dalam pertemuan tersebut. Menurut dia, kedatangan para keluarga korban penghilangan paksa tersebut menindaklanjuti hasil pertemuan mereka dengan Presiden Jokowi pada Mei lalu. "Kasus pelanggaran merupakan janji-janji Presiden Jokowi, perlu upaya kongkrit untuk menindaki hal tersebut di sisa periode pak Jokowi," ujarnya.