Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kasasi Dicky rontok

Mahkamah Agung menjawab kasasi Dicky Iskandar Dinata: ia bersalah. Bankir itu terpukul dan murung.

20 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UPAYA Dicky Iskandar Di Nata memperoleh keringanan hukuman, gagal. Mahkamah Agung dalam amar putusannya akhir Mei lalu mengukuhkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta. Artinya, bekas Wakil Direktur Utama Bank Duta itu tetap dihukum 8 tahun penjara, diharuskan membayar denda Rp 20 juta atau kurungan tiga bulan, serta membayar ganti rugi kepada Bank Duta sebesar Rp 780 milyar. Putusan yang diumumkan Rabu pekan lalu oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat H.R. Saragih sudah diketahui Dicky seminggu sebelumnya. "Mendengar kasasinya ditolak, Dicky lemas. Ia kelihatan murung dan sering mengeluh pusing," ujar seorang sumber TEMPO di Rumah Tahanan Salemba tempat Dicky ditahan. Dicky sendiri tak mau ditemui. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada akhir Juni 1991 memvonis Dicky 10 tahun penjara, denda Rp 20 juta (subsider 3 bulan kurungan). Selain itu -- ini yang terberat -- Dicky harus mengganti kerugian negara cq. Bank Duta Rp 780 milyar. Menurut Ketua majelis hakim, H.R. Saragih, Dicky terbukti bersalah melakukan korupsi sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 780 milyar. Dicky dinilai menyalahgunakan jabatannya selaku pengawas urusan treasury (perdagangan valuta asing). Seharusnya ia tak boleh ikut "main" membuka posisi atas namanya dalam perdagangan valuta asing (valas) karena ia seorang pengawas. Tapi nyatanya, ia malah turun ke arena transaksi valas dengan melewati batas limit yang ditetapkan. Kerugian permainan valas makin membengkak dengan anjloknya nilai tukar dolar AS. Akhirnya, ketika transaksi valas Bank Duta ditutup pada 15 Agustus 1990, total kerugian mencapai US $ 419,6 juta (Rp 780 milyar). Kecurangan Dicky dalam permainan valas ini, menurut hakim, bila rugi dibebankan kepada Bank Duta, namun jika untung masuk kantong pribadi. Atas putusan pengadilan tingkat pertama, Dicky banding. Pengadilan Tinggi kemudian mengurangi hukumannya menjadi 8 tahun, tapi tetap mewajibkan denda dan mengembalikan kerugian negara. Tak puas, Dicky kasasi. Ternyata, MA memperkuat putusan pengadilan banding itu. ARM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus