Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aset seorang warga negara India berinisial VVS yang diduga menjalankan praktik penipuan dan penggelapan dengan modus investasi forex emas. Dari kejahatan ini VVS diperkirakan telah mengeruk keuntungan hingga Rp 3,5 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hendri Umar mengatakan, tersangka telah menggunakan sebagian besar dana yang diterima dari korban untuk kepentingan pribadi. Karena itu, polisi telah berkoordinasi dengan PPATK untuk tracing aset tersangka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari rekening tersangka ini, uang yang tersisa itu hanya sekitar satu juta rupiah, sehingga perlu dilakukan tracing aset lebih lanjut untuk mengetahui ke mana uang kejahatan tersebut dipergunakan tersangka,” ujar Hendri pada Jumat, 26 Juli 2024.
Selain itu, Polda Metro Jaya juga telah menghubungi Kedutaan Besar India untuk memberitahukan penetapan tersangka dan penahanan terhadap warga negara India ini. Pasalnya, korban yang melaporkan kasus ini yaitu GRN juga merupakan warga negara India.
"Kami juga telah berkoordinasi dengan Kedubes India untuk memberitahukan penetapan tersangka dan penahanan terhadap WN India. Ini tentu saja cukup menarik perhatian Kedubes India karena yang melaporkan juga WN India,” ucap Hendri.
Kronologi Kasus
Hendri Umar, menjelaskan, kasus ini bermula dari laporan polisi yang diterima pada akhir 2023. Korban, kata Hendri, melaporkan bahwa tersangka menawarkan investasi trading forex emas dengan janji keuntungan 5 persen setiap bulan. Pada April 2021, korban menyerahkan uang sebesar USD 50 ribu kepada tersangka.
"Dalam jangka waktu delapan bulan pertama, kerjasama ini masih berjalan baik. Tersangka masih memberikan keuntungan sebesar USD 2.500 kepada si korban. Kemudian masuk bulan kesembilan hingga dua belas, ternyata tidak dibayarkan lagi," kata Hendri.
Tersangka kemudian menawarkan skema investasi kedua dengan pembagian keuntungan yang lebih besar, yakni 50 banding 50. Korban kembali tertarik dan menyerahkan uang sebesar USD 250.000 kepada tersangka. Namun, tidak ada pengembalian modal maupun keuntungan dari perjanjian kedua ini.
Tidak berhenti di situ, ujar Hendri, tersangka kemudian menawarkan skema investasi ketiga dengan janji keuntungan 5 persen dan pengembalian utang dari perjanjian sebelumnya. "Tapi ternyata ini hasilnya juga nol, itu bodong semua dan tidak terlaksana," ujar dia.
Tersangka dijerat dengan pasal 372 tentang penggelapan dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara, dan pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.