Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyebut terdapat potensi dugaan tindak pidana oleh Kepala Kepolisian Resor Kota Besar (Kapolrestabes) Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar dalam kasus polisi tembak siswa SMK di Semarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kapolrestabes itu sampai membuat konferensi pers segala macam," ucap Direktur ICJR, Erasmus Napitulu melalui aplikasi perpesanan pada Rabu, 11 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan, tindakan Irwan yang langsung memasang badan melindungi anak buahnya, Robig Zaenudin, dengan menyatakan tidak ada tindak pidana sehari berselang setelah kejadian, merupakan bentuk menutup-nutupi fakta hukum. Seharusnya, Kombes Irwan Anwar bisa menahan diri dan melakukan penyelidikan terlebih dahulu.
"Perlu disidik itu, terlibat dalam menutup-nutupi fakta kasus. Ini perlu dilakukan penyidikan," ujar dia.
Menurut Erasmus, Propam maupun Reserse Kepolisian yang lain mempunyai saksi dan alat bukti yang cukup untuk menggali apakah terdapat dugaan tindakan etik dan pidana oleh Irwan. Salah satunya keluarga korban yang diduga diancam oleh Kapolrestabes Semarang, dan senjata tajam yang ditampilkan dalam konferensi pers.
"Itu bisa jadi bukti. Bisa jadi rekayasa," ucap Eramus.
Ia mengatakan bahwa bukti yang digunakan tidak harus bukti langsung terhadap tindak pidana, tapi bisa menggunakan bukti-bukti yang berhubungan terhadap proses pembuktian.
"Kan beliau mencoba membuktikan bahwa ada kerusuhan tawuran. Itu bisa jadi bagian dari obstruction of justice," kata dia.
Selain itu, Erasmus juga menuturkan, Irwan tidak bisa beralasan bahwa pernyataannya soal tawuran itu bagian dari penyelidikan. Sebab, proses penyelidikan dan penyidikan itu hanya dilakukan di atas surat, bukan verbal.
"Jadi kalau dia merasa bahwa tindakan tawuran segala macem bagian penyidikan, ya tidak usah diomongin. Bukannya ini langsung disimpulkan tidak ada tindak pidana," ucap Erasmus.
Menanggapi konferensi pers dan alat bukti yang ditampilkan pada 27 November, Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Artanto enggan menjelaskan. Ia menyatakan bahwa alasan di balik persoalan tersebut akan terungkap persidangan.
"Dalam giat tersebut transparan, dan bisa melihat fakta-fakta yang terjadi di lapangan," ucap dia saat dihubungi pada Selasa, 10 Desember 2024.
Dalam konferensi pers itu, Kapolrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar menyatakan bahwa penembakan oleh anak buahnya, Aipda Robig Zaenudin merupakan bentuk pembelaan diri. Robig saat itu hendak melerai tawuran sejumlah remaja, namun ia malah diserang balik.
Penembakan yang dilakukan Robig pada Ahad dini hari itu menyebabkan pelajar SMKN 4 Semarang, Gamma Rizkynata Oktafandy (GRO), tewas. Dua pelajar lain juga mengalami luka tembak, yaitu korban berinisial A dan S.
Dalam konferensi pers itu, Irwan memperlihatkan sejumlah senjata tajam dan 4 saksi yang menurutnya terlibat dalam tawuran.
Belakangan, terbukti penyebab penembakan tersebut bukan karena pembubaran tawuran. Kabid Propam Polda Jateng Kombes Aris Supriyono menyebut motif Robig menembak Gamma karena dia merasa kendaraannya diserempet.
Pada malam itu, Robig baru kembali dari kantor dan di arah berlawanan berpapasan dengan anak remaja yang tengah melakukan kejar-kejaran. Salah satu motor itu kemudian menyerempet kendaraan polisi itu. "Terduga (Aipda RZ) lalu menunggu mereka putar balik kemudian terjadi penembakan," ujar Aris dalam rapat bersama Komisi III DPR yang juga dihadiri oleh Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar pada Selasa, 3 Desember 2024.
Pilihan Editor: PSHK Ungkap 3 Alasan Presiden Prabowo Tak Berkomitmen Berantas Korupsi