Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Nama Robert Bonosusatya Disebut di Sejumlah Kasus Ini

Nama Robert Bonosusatya mencuat dalam dugaan korupsi timah. Ternyata ia pernah tersangkut kasus lain, tapi selalu lolos.

7 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pemberitaan terkait Robert Bonosusatya dalam kasus korupsi PT Timah. TEMPO/ Nita Dian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Nama Robert Bonosusatya mencuat ke publik pertama kali saat Budi Gunawan mengikuti uji kelayakan calon Kapolri pada 14 Januari 2015.

  • Sebagian besar terdakwa korupsi timah saat ini merupakan teman dekat Robert Bonosusatya.

  • Robert Bonosusatya mengaku meminjamkan uang puluhan miliar rupiah untuk Dirut PT RBT Suparta dan tak terkait dengan bisnis timah.

NAMA pengusaha Robert Priantono Bonosusatya, atau lebih dikenal sebagai Robert Bonosusatya, mencuat dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di PT Timah Tbk periode 2015-2022. Ia tercatat pernah diperiksa dua kali oleh Kejaksaan Agung. Namanya juga muncul dalam surat dakwaan terdakwa kasus timah yang tengah bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain diduga terseret kasus korupsi timah, berdasarkan arsip Tempo, Robert pernah terjerat kasus-kasus lain. Namun ia selalu lolos dari jeratan hukum.

1. Kasus Rekening Gendut Budi Gunawan

Nama Robert Bonosusatya mencuat ke publik pertama kali saat Budi Gunawan mengikuti uji kelayakan calon Kapolri pada 14 Januari 2015. Saat itu, dokumen hasil pemeriksaan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri yang menelusuri transaksi ganjil sebesar Rp 57 miliar di rekening Budi tersebar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam sejumlah dokumen tertanggal Mei hingga Juni 2010 itu, Robert disebut sebagai penjamin kredit yang dikucurkan oleh Pacific Blue International Limited untuk putra Budi, Muhammad Herviano Widyatama, pada 6 Juli 2005. Herviano menerima kucuran kredit senilai Rp 57 miliar.

Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia Komjen Polisi Budi Gunawan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dengan Komisi I DPR RI di Gedung Nusantara II, kompleks Gedung MPR/DPR/DPD Senayan, Jakarta, 7 September 2016. TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo

Kepada tim Bareskrim yang memeriksanya pada 26 Mei 2010, Robert mengaku teman lama Budi. Namun ia tak menyebutkan bagaimana mereka berjumpa. Saat bertemu dengan Budi dan Herviano pada waktu yang tak disebutkan tanggalnya, Robert ditemani oleh kawannya, Lo Stefanus, yang merupakan pemilik jaringan toko berlian Frank and Co serta perusahaan tambang timah PT Mitra Abadi Berkatindo.

Dalam pertemuan tersebut, Robert mengaku membicarakan rencana pinjaman dana untuk kepentingan bisnis pertambangan timah dan perhotelan yang digagas oleh Herviano bersama Budi serta Stefanus. Dalam dokumen yang sama, Herviano mengatakan ia meminta Robert membantu mencarikan kredit lantaran memiliki keterbatasan modal dalam berbisnis.

Robert mengiyakan permintaan Budi dan Herviano. Ia akan mencarikan pemodal untuk membantu rencana bisnis Herviano. “Saya menyanggupinya karena pertimbangan prospek bisnis yang sudah dijelaskan oleh Budi dan Herviano,” ujar Robert, seperti yang tercantum dalam dokumen hasil pemeriksaan Bareskrim. 

Dia pun kasak-kusuk menjajaki sejumlah rekan dan koleganya yang bersedia meminjamkan modal. Pencarian Robert berbuah hasil. Kuasa direksi Pacific Blue International Limited, David Koh, siap mengucurkan kredit. Lantaran Herviano tidak memberi agunan aset sebagai jaminan kredit, Robert bersedia menjadi penjamin. Kredit Rp 57 miliar akhirnya mengucur pada 6 Juli 2005 dengan jaminan letter of guarantee yang diteken oleh Robert sebagai penanggung jawab proses peminjaman dana.

Herviano, yang saat itu berusia 19 tahun, meneken akad kredit di depan David Koh. David mengucurkan US$ 5,9 juta atau setara dengan Rp 57 miliar dengan kurs saat itu Rp 9.700 per dolar. Pinjaman ini berbentuk tunai dalam rupiah. Berdasarkan akad kredit, pinjaman berlaku tiga tahun mulai 6 Juli dan berakhir 5 Juli 2008. Ketika akad kredit diteken, Budi Gunawan menjabat Kepala Biro Pengembangan Karier Polri berpangkat brigadir jenderal.

Herviano baru menginvestasikan pinjamannya lima bulan setelah akad. Total investasi yang dikucurkan Herviano pada Januari 2006 hingga Juni 2008 mencapai Rp 35,68 miliar. Ini terdiri atas pembelian surat berharga Rp 8 miliar, modal hotel The Palais Dago Rp 17,68 miliar, dan tambang timah Rp 10 miliar. Pengucuran modal terakhir untuk The Palais pada 6 Juni 2008, sebulan sebelum kerja sama dengan Pacific Blue berakhir.

Dokumen itu juga menyebutkan Herviano tercatat melakukan 31 transaksi penarikan di sejumlah rekening BCA miliknya dan Budi Gunawan dari Januari 2006 hingga Juni 2008 untuk pembayaran utang pokok serta bunga pinjaman dengan total Rp 28,5 miliar. Meski Herviano sudah menyicil pinjamannya, dokumen pemeriksaan Bareskrim tidak menyebutkan ke rekening siapa atau kepada siapa cicilan pokok dan bunga pinjaman dibayarkan.

Pun, cicilan Rp 28,5 miliar itu belum menutupi total kredit Rp 57 miliar yang dikucurkan Pacific Blue. Dengan begitu, masih tersisa pinjaman pokok Rp 28,5 miliar plus bunga yang belum disetorkan Herviano. Sejak hasil pemeriksaan rekening milik Budi dilaporkan pada 18 Juni 2010 hingga tersebarnya dokumen itu di Dewan Perwakilan Rakyat pada 14 Januari 2015, Bareskrim belum menjelaskan status sisa pinjaman Rp 28,5 miliar milik Herviano.

Saat uji kelayakan dan kepatutan di DPR pada 14 Januari 2015, Budi Gunawan mengatakan ia sudah transparan dalam melaporkan harta dan cara memperolehnya. Budi Gunawan mengutip laporan penyelidikan Bareskrim Polri yang menyatakan transaksi di rekening-rekeningnya wajar dan legal. “Tak ada yang ditutupi atau direkayasa,” ujarnya.

2. Kasus Proyek Korlantas Polri

Nama Robert muncul lagi tiga tahun setelah ia diperiksa oleh Bareskrim. Momen itu terjadi ketika Robert mengakui Jasuindo menang tender di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Berdasarkan penelusuran Tempo, Robert pernah menjabat Komisaris Utama PT Jasuindo Tiga Perkasa, yang bergerak di bidang percetakan dokumen keamanan.

Kepada Tempo, Robert mengatakan perusahaannya menggarap proyek buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), surat tanda nomor kendaraan (STNK), dan surat izin mengemudi (SIM) di Korlantas Polri. Namun ia mengaku tidak ingat waktu pastinya. “Tanya ke direktur saja,” katanya, Kamis, 20 Juni 2013.

Keterlibatan Robert dan PT Jasuindo dalam proyek STNK di Korlantas dikuatkan oleh fasilitas bank garansi, seperti yang tercantum dalam laporan keuangan milik PT Jasuindo per 31 Desember 2013. Laporan keuangan ini diteken langsung oleh Robert sebagai komisaris utama perusahaan sekitar April 2014. Fasilitas bank garansi ini sudah diaktakan oleh Isy Karimah Syakir, notaris yang berada di Surabaya, Jawa Timur.

Berdasarkan akta perjanjian nomor CRO.SBY/0595/NCL/2013 akta Nomor 2 Tanggal 1 Oktober 2013, fasilitas bank garansi itu diberikan PT Bank Mandiri kepada PT Jasuindo dengan plafon Rp 102 miliar terhitung mulai 1 Oktober 2013 hingga 31 Maret 2014. “Tujuan penggunaan ini untuk jaminan uang muka, pelaksanaan, pemeliharaan, serta jaminan lainnya untuk proyek STNK dan BPKB-Korlantas Polri,” demikian pernyataan dalam laporan keuangan itu.

3. Kasus Jet Pribadi dan Konsorsium 303

Nama pengusaha itu juga disebut-sebut terlibat dengan anak buah Ferdy Sambo, eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri sekaligus terpidana pembunuhan Brigadir J., dua tahun lalu. Pada saat itu, anak buah Ferdy Sambo, di antaranya eks Kepala Biro Pengamanan Internal Kadiv Propam Polri, Hendra Kurniawan, mengunjungi keluarga Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat di Jambi. Mereka pergi menggunakan pesawat jet pribadi. 

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santosa menyatakan Robert adalah pemilik jet pribadi yang ditumpangi Hendra Kurniawan dan anak buahnya. Ia menyebutkan jet pribadi dengan kode registrasi T7-JAB itu sempat dipakai oleh sejumlah orang yang terlibat dalam Konsorsium 303 Ferdy Sambo atau konsorsium judi online. Nama Robert Bonosusatya alias RBT pun disebut terlibat dalam konsorsium itu.

“IPW mencium aroma amis keterlibatan RBT dan Yoga Susilo dalam kasus Sambo dan Konsorsium 303," kata Sugeng dalam keterangan tertulis, 19 September 2022. "Lantaran, selain RBT, nama Yoga Susilo, Direktur Utama PT Pakarti Putra Sang Fajar, muncul dalam struktur organisasi Kaisar Sambo dan Konsorsium 303 sebagai Bos Konsorsium Judi Wilayah Jakarta.” 

Robert membantah tudingan sebagai pemilik jet pribadi tersebut. “Enggak benar itu, enggak benar sama sekali. Bukan, mana ada saya jet,” kata Robert saat dihubungi, Senin, 19 September 2022.

4. Kasus Korupsi Timah

Robert sudah dua kali dipanggil sebagai saksi oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung). Ia diperiksa terkait dengan kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.

Terakhir, ia diperiksa pada 1 April 2024. Robert diperiksa sekitar 13 jam oleh tim penyidik Jampidsus Kejagung.

Majalah Tempo edisi Minggu, 28 April 2024, menyebutkan sebagian besar terdakwa korupsi timah merupakan teman dekat Robert. Di antaranya, Tamron Tamsil alias Aon atau yang dijuluki sebagai raja timah dari Bangka Belitung; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta; perwakilan PT RBT, Harvey Moeis; dan Manajer PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim.

Kemunculan nama Robert dalam kasus korupsi timah bermula saat Kejagung menggeledah PT RBT pada 23 Desember 2023. PT RBT adalah satu dari lima perusahaan smelter yang bekerja sama dengan PT Timah untuk peleburan biji timah sejak 2018.

Sebagai pengusaha di bidang timah, dia disebut menguasai PT RBT. Namun laporan majalah Tempo itu menyebutkan nama Robert tidak pernah tercantum dalam akta PT RBT. Seorang penegak hukum mengatakan Robert tidak menggunakan namanya secara langsung untuk menguasai PT RBT.

Dokumen yang diperoleh Tempo mencantumkan nama Suparta sebagai pemilik saham minoritas PT Guna Bhakti Sukses Bersama. Sementara itu, induk perusahaan Robert, PT Robust Buana Tunggal, adalah pemilik saham mayoritas PT Guna Bhakti.

Berdasarkan dokumen yang diperoleh Tempo, Robert tercatat mengirim uang Rp 59 miliar pada 2018 dan Rp 4,7 miliar pada 2020 ke PT Refined Bangka Tin. Periode itu berbarengan dengan masa pembentukan konsorsium smelter timah. PT RBT lantas mentransfer balik senilai Rp 29,7 miliar.

Robert Bonosusatya mengaku uang itu adalah pinjaman untuk Suparta dan tak terkait dengan bisnis timah. "Biasa, kan teman. Dari 1995, dia suka pinjam duit kepada saya," tuturnya.

Eka Yudha Saputra, Moyang Kasih Dewi, dan Bobby Chandra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus