Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ini Politisasi

Wawancara dengan General Manager PT New Harvestindo International Agung Priadi soal kontainer sampah milik perusahaannya yang ditahan Bea Cukai.

25 April 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
General Manager PT New Harvestindo International Agung Priadi./id.linkedin.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SERIBUAN kontainer sampah plastik bercampur limbah milik PT New Harvestindo International dan PT Harvestindo International menumpuk di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dan Banten. Hampir setahun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menahan kontainer-kontainer tersebut karena muatannya bercampur limbah rumah tangga serta terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun.

Menurut dokumen kepabeanan, kontainer disebut membawa barang impor berupa plastik scrap untuk bahan baku tekstil. Karena kandungan bahan berbahayanya melebihi ketentuan pemerintah sebesar 2 persen, sebanyak 1.078 kontainer itu ditahan Bea dan Cukai. Kepada Linda Trianita dari Tempo, Kamis, 23 April lalu, General Manager PT New Harvestindo International Agung Priadi menjelaskan ihwal impor sampah plastik tersebut.

Bea dan Cukai menahan ribuan kontainer perusahaan Anda karena kandungan kontaminasi atau impuritas sampah plastik di setiap kontainer melebihi ketentuan pemerintah sebesar 2 persen?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan (impuritas) zero tolerance. Padahal dulu bilangnya 2 persen. Ini politisasi. Dulu mungkin pencitraan semua karena saat itu sedang pemilihan presiden. Tapi, ya, sudahlah.

Untuk apa sebenarnya sampah plastik impor itu? Kami mendapat informasi ada yang akan dijual kepada warga melalui badan usaha milik desa.…

Tidak ada.

Menurut temuan kami di lapangan, ada belasan titik pembuangan sampah impor dari Inggris, Australia, Amerika Serikat, dan lainnya di sekitar lokasi perusahaan Anda?

Tidak ada. Kami punya insinerator (teknologi pengolahan sampah yang melibatkan pembakaran bahan organik). Kami musnahkan sendiri.

Perusahaan Anda disebut harus membayar biaya penumpukan kontainer.

Siapa yang mau bayar? Siapa yang sanggup bayar Rp 168 miliar setahun? Lebih mahal penumpukan dan demurrage daripada barang masuk. Sekarang barang dikuasai negara, ya, sudahlah. Tagihan sudah Rp 168 miliar, siapa yang bisa bayar?

Bagaimana kabar terakhir soal kontainer-kontainer itu?

Masih ada di situ semua. Masih lockdown, work from home, jadi belum bisa bahas lagi. Masih belum tahu perkembangannya seperti apa.

Soal tuntutan agar perusahaan Anda mereekspor limbah tersebut?

Saya belum mendapat kabar soal itu. Kami menunggu arahan dari mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus